17 : Infeksi

112 19 39
                                    

Jimmy sebenarnya merasa takut monster itu akan menerkamnya. Namun, harga dirinya benar-benar dipertaruhkan karena Raisa juga Jihan keluar untuk mencari mobil lain. Terus berdiam dalam mobil itu benar-benar bukanlah sebuah pilihan tepat. Kaca yang retak tentu berpotensi pecah. Jika itu sampai terjadi, mereka semua akan mati dalam waktu yang bersamaan.

Mereka berkomunikasi lewat bahasa tubuh. Tak mungkin menggunakan suara atau ponsel sebab sinyalnya yang tak ada.

Jihan yang jadi pemimpin dalam misi ini. Dia memberikan kode pada Raisa juga Jimmy soal kondisinya. Memang agak kacau karena mobil-mobil itu berakhir tergeletak di sana. Mereka perlu memeriksa satu persatu mobil yang ada di sana dengan cepat. Apalagi, saat ini matahari sudah hampir tenggelam. Terlalu berisiko jika mereka masih berada di luar tanpa senjata.

Raisa tersenyum saat mendapati pistol dari seorang mayat yang berada tak jauh darinya. Dia segera memasukkannya ke saku sebelum memeriksa mobil hitam incarannya. Gadis itu lebih dulu memeriksa sekitar sebelum mengetuk kaca mobilnya. Dia hanya takut saat pintunya dibuka, sosok monster tiba-tiba keluar dari sana.

Raisa menempelkan telinganya pada kaca itu setelah mengetuk. Dia menunggu selama beberapa saat sebelum akhirnya membuka pintu. "Rezeki."

Hal sama juga dilakukan Jimmy. Dengan kameranya, Jimmy tak mau melewatkan kesempatan ini untuk meraup lebih banyak pengunjung serta pelanggan pada kanalnya. Dia yakin topik soal monster Jakarta akan jadi topik yang menarik saat diunggah nanti. Dia akan mengumpulkan sebanyak mungkin cuplikan soal bagaimana dirinya bertahan hidup menghadapi monster mengerikan itu.

Jimmy menutup mata sembari membuka mobil sedan putih yang bertabrakan dengan sebuah mobil Avanza yang ada di depannya. Namun, dia merasa kerusakannya tak terlalu parah. Seharusnya mobil itu bisa digunakan.

"Pak maaf ya, ikut dulu." Jimmy beralih ke sisi lain mobil itu dengan hati-hati, mengeluarkan sang pemilik mobil yang sudah meregang nyawa dengan cara mengenaskan. Dia juga berdo'a lebih dulu sebelum mencoba apakah mobil itu bisa digunakan atau tidak. Namun, sial. Suara mesin mobil itu terlalu keras, membuat Jihan yang juga sedang memeriksa mobil, berdecak kesal kemudian kembali ke mobil. Lain halnya dengan Raisa yang memilih berlindung di mobil yang sedang dia periksa.

Bak!

Jantung Jimmy serasa berhenti berdetak kala suara kencang itu terdengar. Bahkan, kaca mobil yang sedang dia naiki itu kelihatan retak. Apa hidupnya benar-benar akan berakhir sekarang?

Pria itu mencari sesuatu yang bisa menutupi kaca bagian depannya. Apalagi, monster itu terus berusaha menabrakkan diri. Mungkin hanya butuh 2 kali hantaman lagi, kaca itu akan benar-benar pecah.

Di balik rasa paniknya, Jimmy berusaha keras untuk tenang. Dia mematikan mesin mobil itu kemudian menutup jendela bagian depan dengan jaketnya.

"Untung," gumamnya dengan suara sepelan mungkin. Meskipun tetap saja rasanya merinding saat suara langkah kecil milik monster itu terus terdengar. Entah dari atap mobil atau bagian samping. Jelas saat ini dirinya benar-benar dikerumuni.

Jimmy mengatur napasnya, berusaha keras untuk tak berpikiran negatif selagi menunggu situasinya mendukung. Namun, mengingat hari mulai gelap, harapannya untuk keluar dari sana dalam waktu dekat nampaknya hanya sekadar angan. Dia harus berdiam di sana sampai matahari kembali terbit.

Meski berwujud seperti laba-laba dia merasa monster ini sangat unik. Mereka sensitif dengan suara juga takut pada matahari. Pantas saja saat dirinya menginjakkan diri ke Jakarta yang merupakan sumber penyebaran monster itu, dia tak menemukan apa-apa.

Tak ada alat komunikasi lain, membuat mereka sulit untuk bertukar informasi. Bahkan, di dalam mobil yang sebelumnya, mereka mengkhawatirkan kondisi Jimmy serta Raisa yang tak kunjung kembali.

Tadinya Fajrin akan turun tangan menyelamatkan. Namun, Jihan segera menahan dan mengatakan bahwa keduanya pasti bersembunyi dalam mobil lain selagi menunggu monster-monster itu pergi.

"Harusnya gue yang keluar," ujar Surya yang kemudian meringis saat gadis di sebelahnya, memberi pukulan. Memang dia sudah kembali sadar dan lukanya tak terlalu parah. Namun, rasanya sangat tak mungkin jika Surya yang keluar.

"Mereka mungkin sembunyi di mobil lain. Gak ada suara teriakan," ujar Tasya sembari mengintip lewat jendela. "Téh Raisa juga gak keluar lagi dari mobil item itu."














Theo yang sudah membayangkan skenario demi membawa air untuk menurunkan demam Juna. Namun, dia berakhir kembali menutup pintu karena monster-monster itu masih berada dalam radius yang cukup dekat. Bagaimana jika dirinya terluka? Dia harus pulang demi putrinya.

Tatapan dingin dari gadis berseragam itu, membuat Theo menunjukkan senyum canggungnya. Dia memang orang dewasa. Namun, tak ad pengecualian bagi monster itu. Mau dia sudah dewasa atau masih pelajar, monster itu akan menyerangnya tanpa ampun.

"Gak ada penurun panas emangnya?"

"Kalo ada dari tadi juga udah dipake." Juwi sudah mengeluarkan seluruh isi tas itu. Dia tak menemukan satu bungkus pun penurun panas. Hanya ada minyak kayu putih, koyo, serta vitamin yang diambil secara acak oleh Juna.

Gadis itu melirik pria yang sejak tadi menggenggam tangannya sembari mengigau. Sepertinya luka itu memburuk meski sudah diobati.

Theo menghela napas. Hanya dirinya orang dewasa di sana. Harga dirinya akan semakin jatuh jika kali ini Juwi yang mengambilnya.

Dengan jantung yang berdegup makin kencang, Theo menelan ludahnya. Banyak sekali skenario buruk dalam otaknya. Dari mulai ditikam monsternya atau terjebak dalam kamar mandi lagi. Namun, karena sekarang situasinya terlalu darurat, mau tak mau dia harus pergi ke kamar mandi itu lagi.

"Shit!" Theo buru-buru menutup dan mengunci pintu kamar mandi kala ekor matanya menangkap jelas salah satu monster menuju ke arahnya. Bahkan sekarang terdengar sangat jelas bagaimana monster itu memaksa masuk.

Crak!

Tepat seperti dugaannya, monster itu menusukkan tanduknya dan berhasil melubangi pintu kamar mandi yang terbuat dari plastik itu. Tentu saja ini semakin membuat Theo merasa takut monster itu akan berhasil membobol pintunya juga.

Pria itu menutup rapat-rapat mulutnya. Berada dalam ruang gelap serta pakaiannya yang mendukung, membuat Theo memanfaatkan situasi dengan sangat baik. Diam seolah tak ada satu pun orang di sana. Dia sangat berharap monsternya bisa segera pergi. Namun, melihat bagaimana mereka menunggu Juna keluar dari lemari, dia yakin mereka juga akan menunggu dirinya keluar dari sana. Bagaimana ini?

Bak!

Suara itu membuat Juwi menoleh. Dia melepas gengaman tangan Juna kemudian mengunci pintu agar monster itu tak bisa masuk. Dari suara-suara tadi, dia yakin saat ini Theo tak bisa kembali dengan cepat. Memakai air mineral? Itu malah akan membuat mereka kehausan nantinya. Apalagi, hanya tersisa 2 botol. Di dalam gudang pun hanya ada galon-galon kosong. Apa yang harus dia lakukan untuk menurunkan demamnya?

Meski dengan rasa takut, Juwi melepas seragam pria itu untuk melihat kondisi lukanya. Bahkan, dia sampai memalingkan wajah karena merasa tak sanggup melihatnya. Namun, dia harus memberanikan diri. Ya! Juna butuh pertolongan.

Mata gadis itu membulat sempurna kala melihat sesuatu yang terlihat seperti akar serta berwarna hitam ada di sekitar luka Juna. Apa infeksinya separah ini?

*****

Maaf banget baru up xixi, niatnya kmaren cmn baru ketulis skitar 200 kata karena ga enak badan. Jadi aku lanjutin skarang mski kepalaku nyut2an🤣

19 Sep 2023

Pulang [End] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang