34 : Teamwork

96 17 41
                                    

Setelah pengakuan mengejutkan Juna, kini 2 pria itu berakhir ada di lantai atas ditemani satu lilin sebagai penerangan. Namun, Juna sama sekali tak menyesal memilih untuk mengaku soal kondisinya. Dia percaya mereka takkan dengan tega menyerahkannya. Lagipula, pemungutan suara juga sudah dilakukan. Sekarang mereka berdua bisa tetap di sana dengan aman.

"Jadi ... Lo juga terinfeksi?"

Juna yang tadi asyik melempar batu-batu kerikil yang ada di sekitarnya, segera mengangguk. "Gak usah ngerasa sendiri."

"Terus ... Kenapa lo tau soal itungannya?"

"Ah ... Itu? Gue ngitung sendiri. Dari awal gejala, terus demam yang ada terus penurunan suhu. Sekitar 12-13 jam monster itu bakalan muncul dari lukanya. Itu kenapa gue bisa nebak ada orang yang kena infeksi juga selain kita berdua," jelas Juna. Dia kemudian beranjak, membuat Surya segera mengerutkan dahi.

"Lo mau ke mana?"

"Ah ... Sesuai itungannya, bentar lagi monsternya muncul. Gue keluar sebentar," ujar Juna kemudian melangkah dengan ringan keluar. Dia sama sekali tak bisa melihat apa pun selain cahaya bulan di langit. Terbesit rasa ingin pergi meninggalkan tempat itu dengan harapan bisa membuat penyintas lain selamat. Namun, dia segera merinding kala mengingat ancaman Juwi.

"Emang paling bener nurut aja. Kebayang kalo gue kabur terus ketemu lagi sama Juwi. Bisa-bisa gue ditembak beneran," gumam Juna diiringi tubuhnya yang bergidik ngeri. Dia kemudian merogoh saku, tersenyum saat mendapati sekotak rokok yang dia pungut saat dalam perjalanan secara diam-diam. Tak lupa, dia memeriksa lebih dulu apakah seseorang akan ke sana atau tidak sebelum menyalakannya.

"Santai dulu gak sih?" gumamnya kemudian mulai menghisap dan mengembuskan asap rokok tersebut. Dia tak memikirkan bagaimana jika ada monster lain atau yang sebagainya. Dia asyik menghabiskan satu batang rokok sembari mengawasi sekitar. Meski tak terlihat jelas, dia masih bisa melihat bagaimana monster-monster itu bergerak dalam kegelapan.

"Anjir lah bener apa kata bang Theo, gue udah jadi bestie-nya sampe bisa kenal meskipun gelap." Juna menjatuhkan rokok yang bahkan belum habis terbakar itu kemudian menginjaknya agar padam. "Dahlah, gue jadi gak mood nyebat."

Sementara itu, yang lainnya kini tengah menyusun rencana. Satu-satunya hal yang bisa mereka lakukan agar bisa pulang selamat bersama adalah mencari penawar untuk Surya, Juna, juga orang yang terinfeksi. Sampai saat ini masih belum mengaku meski Juna terus yakin monster yang tiba-tiba muncul bukan dari dirinya maupun Surya. Namun, mereka memilih berpikir positif dengan menganggap monster itu masuk tak sengaja. Bukan berasal dari salah satu yang ada di sana.

Ini dilakukan Naya agar kepercayaan antar satu sama lain tidak rusak. Masalahnya, kemistri mereka juga sudah sangat hancur karena Danti dan Mona yang terus diam meski didesak oleh Yona. Lalu soal Surya yang terinfeksi serta Mira yang jadi penyebab tidak langsung dari kematian Fajrin. Menurutnya, terlalu banyak alasan untuk membuat mereka terpisah dan saling menyalahkan. Makanya dia lebih dulu mencoba menyatukan semua kepala yang ada di sana agar kemistri mereka makin terjalin erat. Sebab, mau tak mau, suka tak suka, mereka harus bersama sampai akhir.

Dengan bantuan senter yang dipegang Jimmy, mereka mulai saling berunding. Sesekali perdebatan pun tak terelakkan. Apalagi dengan Harsa yang terus menganggap bahwa mau sesempurna apa pun rencana mereka, selama mereka bersama orang yang terinfeksi, akan sia-sia. Namun, Naya dan Nathan memilih untuk tak mendengarkannya.

Posisi pemimpin digantikan oleh Nathan untuk saat ini. Bukan karena mereka sudah tak mempercayai Surya karena sudah terinfeksi. Mereka hanya merasa akan lebih baik jika Surya dilindungi, bukan jadi pelindung. Apalagi, saat ini para petinggi seolah mengincar orang-orang yang terinfeksi.

Pulang [End] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang