21 : Di Balik Masker

95 18 47
                                    

"Jadi ... Apa yang kalian tau?" tanya Harsa tanpa menatap Mona atau Danti. Tentu saja dia malu karena sebelumnya telah menuduh 2 gadis itu sebagai pengkhianat sesungguhnya karena tak mau buka suara. "Apa kita bisa dapetin informasi di laboratorium?"

Mona menggeleng diakhiri helaan napas. Mereka memang berkesempatan ikut dalam penelitiannya. Namun, mereka tak tahu soal informasi lengkapnya. Mereka hanya di sana, melihat bagaimana beberapa monster berwujud mirip laba-laba itu di dalam tabung besar yang transparan.

Harsa hampir saja meluapkan kembali emosinya. Pria yang rambutnya agak panjang dan berantakan itu akhirnya dihentikan oleh Naya. Gadis itu meraih lengannya sembari menggeleng, membuatnya memilih untuk kembali duduk.

"Monsternya disimpen di tabung," sahut Danti dengan nada medok khasnya. "Ndak ada informasi lain."

"Dengan kalian di sini harusnya jelas, kalian berdua punya informasi yang bahaya kalo kesebar," ujar Yona yang kini mulai tersulut emosi. Masalahnya, dia sudah bertanya baik-baik sebelumnya. Namun, Mona dan Danti memilih untuk menelan informasi itu bulat-bulat. Kemudian secara tiba-tiba mereka mengatakan soal monster yang bahkan tak mereka ketahui asal-usulnya bagaimana, kemampuannya seperti apa, dan mengapa harus disembunyikan? Dia merasa semuanya terlalu mencurigakan.

"Karena cuma kami berdua, pihak luar yang ikut dalam penelitiannya," jawab Mona sembari menunduk. Padahal informasi yang dia miliki hanya itu. Apa lagi yang perlu dia katakan agar tak dibentak terus menerus? Apalagi Yona punya tatapan yang tajam. Meski ruangan itu agak temaram karena lampu yang mati, dia tetap tahu tatapan tajam dari gadis itu.

"Jadi ... Sisanya?" tanya Naya sembari meminta Yona untuk kembali duduk. "Kalo misalnya kalian gak mau bocorin juga gapapa. Sebenernya, kita udah ngantongin beberapa nama. Cuma buat mastiin."

"Kami ndak saling kenal," jelas Mona.

"Mustahil kalian gak tau nama mereka," ujar Yona diakhiri decihan. Dia sungguh gemas karena informasi yang mereka bocorkan hanya setengah sejak tadi. Haruskah dia menggertak lagi?

"Profesor Suroso masuk 'kan?" tanya Nathan dengan nada ragu. Dia cukup yakin profesor terkenal satu ini akan masuk karena sudah terbiasa melakukan penelitian dan penemuannya pun selalu luar biasa. Contohnya saja vaksin. Meski tak digunakan, ini cukup menunjukkan Indonesia mampu. Namun, ketidak percayaan diri membuat penemuan itu digantikan oleh vaksin dari luar.

Danti menggeleng. Selama penelitian mereka memang tak saling mengenal karena menggunakan nama samaran. Termasuk para profesor lain yang ada di sana karena mereka memang mengenakan masker. Jadi, sulit untuk mengenali yang lain meski ada profesor terkenal atau orang penting lainnya di sana. "Kami pake masker. Jadi ndak tau satu sama lain."

"Satu-satunya yang saya kenal yo cuma Danti."

"Mereka niat banget nyembunyiinnya sampe kayak gini. Meski kita dapet informasi-informasi dan bukti kalo mereka ngelakuin penelitian rahasia, kita gak tau siapa aja yang terlibat di dalamnya," ujar Naya diakhiri helaan napas. Dia lantas menatap Mona dan Danti lalu tersenyum. "Makasih, sebenernya kita berempat baru mau nyelidikin soal penelitian rahasia itu, tapi karena ketauan, kita juga jadi berakhir di sini. Satu informasi yang kita dapetin adalah objek penelitiannya itu dari luar. Kita gak nyangka kalo objek penelitiannya monster."

"Nay ...."

"Sa, mereka juga udah bagi informasi. Apa salahnya kita bagi informasi juga?"

Suara dari luar sana membuat Nathan mengintip. Dia yakin telinganya tak salah mendengar. Dia baru saja mendengar suara orang yang tengah bicara.

Dor!

Suara itu cukup membuat mereka semua terkejut dan menutup telinga. Bahkan, Mona dan Danti langsung menghampiri Naya, Yona, serta Harsa karena keterkejutan mereka. Namun, lain halnya dengan Nathan yang membuat suara agar mereka menyadari keberadaan mereka.

Pulang [End] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang