"Aw!" Ringisan pria itu tertahan karena mereka tidak boleh mengeluarkan suara yang lebih kencang. Setelah memastikan Juna takkan membuat keributan dengan tiba-tiba menciptakan monster baru. Namun, baru beberapa langkah keluar dari tempat persembunyian, pria itu justru menginjak sebuah kaleng minuman dan berakhir dapat pukulan dari Juwi.
"Awas ah gue aja yang di depan," bisik Juwi sembari menarik pria itu agar berjalan di belakangnya saja. Dia lupa kalau Juna pria yang tingkat kecerobohannya hampir menyamai level Theo.
"Cewek di tengah aja."
"Gak mau gue depan."
Nathan yang berdiri di belakang mereka, hanya bisa menghela napas. Apa mereka sungguh harus menyelesaikan misi pengumpulan senjatanya bertiga? Melihat bagaimana mereka bertengkar di awal, dia tak yakin semuanya akan berjalan baik.
"Saya aja." Nathan yang sebenarnya sangat takut karena tak punya satu pun pengalaman menghadapi monster, tetap memberanikan diri dibanding harus terus di sana dan menyaksikan pertengkaran Juwi juga Juna yang nampaknya takkan ada habisnya. Yang ada, mereka akan mulai ribut karena kemunculan monster tiba-tiba nantinya.
Waktu yang mereka punya pun tak banyak karena berpacu dengan waktu keluarnya monster dari luka Juna. Dia tak mengerti bagaimana bisa mereka berdua bertengkar di saat waktu yang mereka punya sangat sedikit?
"Serius?" tanya Juna kemudian tersenyum dan memberikan senjata yang tadi ada di tangannya. Meski sebelumnya memang dia seperti pemimpin dalam kelompok. Namun, sekarang dia merasa perannya itu lebih membebankan. Apalagi, ketidak percayaan yang terlihat jelas dari semua orang, membuatnya merasa tak pantas jadi pemimpin.
"Apa sih, Ju?" Juna mengusap kepala belakangnya yang lagi-lagi jadi korban pukulan Juwi.
"Monsternya gak akan nyerang lo kayak terakhir kali. Jadi lo lebih baik di depan." Juwi mengambil alih pistol itu dan mengembalikannya pada Juna.
"Oh ... Jadi gue ada di sini buat tameng?"
"Ih tumben pinter." Juwi mengacak rambut pria itu kemudian memintanya untuk melanjutkan langkah. Lokasi yang diyakini memiliki banyak senjata itu kebetulan ada di belakang tempat persembunyian mereka. Mereka hanya perlu memutar untuk bisa mencapai tempatnya. Jadi, merekalah tim yang pertama pergi.
"Jadi ... Mereka gak nyerang Juna?" tanya Nathan dengan suara pelan. "Apa itu berlaku buat semua yang kena infeksi?"
"Gak tau sih, tapi terakhir kali monsternya emang gak nyerang dia," jawab Juwi.
"Mending jalan biasa aja gak sih?" Sungguh tangan Juwi yang berpegangan pada jaketnya cukup membuat geli. Padahal tanpa mengendap-endap pun, monsternya takkan langsung menyerang. Mungkin.
"Iya juga ya," ujar Juwi kemudian berjalan di samping Juna.
"Bang, gue tau lo masih belum percaya sama gue. Tapi ... Bukti nyatanya Juwi sama bang Theo masih selamat," jelas Juna. Apalagi, sekarang matahari sudah mengintip. Jadi, sudah jelas monsternya akan memilih bersembunyi.
"Maaf."
"Normal kok, gue juga gak percaya sama diri gue," ujarnya kemudian menghentikan langkah kala mendapati sesuatu. "Itu ...."
"Mobil patroli?" gumam Juwi yang kemudian membulatkan mata dan menarik Juna serta Nathan bersembunyi di balik sebuah semak-semak. "Kok mereka di sini?"
"Apa seseorang ...." Kalimat itu belum sempat diselesaikan Juna. Pria itu segera menatap Nathan curiga hingga membuatnya segera menggeleng dan mengelak bukan dia pelakunya. "Oh ... Dia berarti."
"Dia siapa?" tanya Juwi yang kemudian membuat Juna memutar malas matanya.
"Gak usah gue sebut juga harusnya tau sih."
KAMU SEDANG MEMBACA
Pulang [End]
Science Fiction[Proses Penerbitan] "Kita emang bakalan pulang, tapi entah pulang ke rumah atau benar-benar pulang ke tempat yang seharusnya." Harapan agar Indonesia lebih maju dalam segala aspek, justru malah membawa petaka setelah sampel makhluk yang diyakini seb...