36 : Memilih Diam

94 14 36
                                    

Jakarta, Maret 2023

"Bangkok?"

Seorang gadis berbalut pakaian putih dengan rambut terikat serta berponi itu mengangkat tangan. Jangan lupakan soal masker yang menjadi teman setianya selama merantau demi menuntut ilmu.

Penelitian itu benar-benar dipantau ketat. Setiap orang yang terlibat benar-benar diperiksa agar tak membawa satu pun alat yang mungkin bisa merekam kegiatan mereka. Termasuk Danti yang dapat nama samaran 'Bangkok' selama penelitian tersebut.

Banyak aturan tertulis yang membuat mereka semua akhirnya terlihat cukup mirip. Termasuk dengan poni yang wajib ada. Dia juga sebenarnya tak paham fungsi poni itu untuk apa. Yang jelas, dia terlalu tak sabar untuk melihat dan mempelajari secara langsung makhluk yang katanya hidup di zaman purba itu. Dia bahkan rela belajar 2 kali lebih banyak demi lolos tes dan jadi perwakilan.

Hal yang sudah jadi makanan sehari-harinya selama ini adalah tabung-tabung besar berisi beberapa laba-laba berukuran lebih besar dan agresif di dalamnya. Beberapa tabungnya terlihat bernoda yang mirip dengan kekentalan darah manusia. Namun, warnanya tak semerah darah.

Danti mengerutkan dahi saat salah satu makhluk itu diletakkan di atas meja dengan setiap kaki kecilnya diikat sesuatu dan membuatnya terus bergerak agresif agar terlepas.

Beberapa sampel diambil dan hal paling mengejutkan bagi Danti adalah saat setetes darah manusia diteteskan pada sampel telur milik makhluk purba itu. Beberapa saat memang belum ada reaksi. Namun, perlahan ada semacam akar hitam muncul di sana yang bisa Danti taksir ukurannya akan semakin membesar seiring berjalannya waktu.

"Mau coba?" tanya seorang gadis yang memiliki tanda pengenal 'Hanoi'. Dia memberikan tabung berisi sampel akar hitam yang sudah dia ambil. "Masukin sini. Nanti kasih ke tim yang sebelah sana."

"Oh oke." Danti sebenarnya cukup merinding melihatnya. Namun, dia merasa semuanya terlihat sangat menarik. Dia bahkan sampai menelan ludah beberapa kali sebelum berhasil mengambil sampel itu. Selanjutnya, dia benar-benar memberikan sampel tersebut pada tim lain.

"Makasih." Seorang pria yang tadi nampak sibuk menandai sampel, segera menerima sampel yang Danti bawa.

"Boleh tanya gak, kak? Ini untuk apa ya?"

"Saya juga kurang tau sih, tapi katanya buat nyari cara ngehentiin perkembang biakannya. Pas dateng ke sini, objeknya cuma satu, tapi sekarang jumlahnya hampir ada 10," jelas pria itu sembari meletakkan sampel yang sudah dia tandai. "Satu hal yang bikin kita semua bingung adalah ... Objek ini sama sekali gak bisa dilumpuhin. Bahkan obat bius dosis tinggi aja gak ngasih pengaruh apa-apa."

Danti memang pernah membacanya sebelum menanda tangani kontraknya. Dia pikir itu hanya semacam karangan. Ternyata saat melihat langsung, makhluk itu terlihat lebih menyeramkan. Apalagi soal bagaimana makhluk itu memang sulit dikendalikan.

"Kok dia ...."

"Dia katanya punya luka dari objek penelitian kita dan lukanya gak sembuh-sembuh. Ini juga yang jadi alesan utama ada penelitian terpisah buat nyari pelumpuhnya karena katanya dari luka itu, muncul monster baru," jelas pria itu sebelum Danti sempat menuntaskan kalimatnya. "Katanya sih dia anaknya prof New York."

"Ngeri juga ya."

"Makanya kita harus hati-hati banget karena sekalinya kena luka nih, kita bakalan berakhir mati. Dia masih idup karena punya privillage anaknya prof."

"Ah ... Jadi ini toh alesannya penelitian ini bener-bener disembunyiin? Bahkan sampe bikin surat perjanjian kalo di luar sini kita harus pura-pura ndak tau apa pun. Ternyata makhluknya seberbahaya ini. Gimana kalo ada lepas?" gumam Danti dalam hati sembari menatap satu demi satu makhluk yang terkurung di dalam tabung-tabung besar itu. Baru memikirkannya saja sudah sangat membuatnya merinding. Mungkin jika makhluk-makhluk itu memang lepas, mereka semua akan menghadapi kekacauan yang besar.

Pulang [End] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang