"Mira ...." Kalimat itu terhenti bahkan sebelum tangannya berhasil menyentuh bahu gadis itu. Rasa sakit yang melebihi rasa sakit apa pun dalam hidupnya, mulai menjalar dimulai dari dadanya. Kakinya kemudian menekuk beriringan dengan ditariknya sesuatu dari dadanya. Bak merasa lega setelah membalas dendam, monster itu segera pergi setelah menusuk seseorang yang telah membantai temannya.
Surya yang tadi tengah berlari menuruni anak tangga untuk mencegah monsternya menyerang, segera membulatkan mata dengan kaki yang kemudian melemas. Bahkan, pria itu berakhir berlutut setelah melihat bagaimana tubuh pria berseragam tentara tersebut tumbang.
Surya mempercepat larinya, mencoba membangunkan Fajrin meski usahanya sangat sia-sia. Dia terlambat. Bahkan, denyut nadi tak lagi dia rasakan.
Melihat hal ini tentu saja membuat Mira yang baru akan masuk ke mobil, terkejut. Bukan hanya Mira. Harsa serta Nathan yang kebetulan belum masuk ke ruko itu, terkejut. Bahkan, mereka berdua sampai berpikir semua yang mereka lihat bukanlah yang sebenarnya.
Surya yang tersulut emosi segera mencengkram almamater gadis itu dan mendorongnya ke arah mobil hingga Mira meringis. "Lo tau apa yang lo lakuin?!"
Mira masih menatap Fajrin yang kini terbaring di atas aspal dengan pandangan yang memburam. Dia bahkan tak bisa mengatakan apa-apa karena kejadiannya tepat di depan mata. Dia melihat sendiri bagaimana monster itu merenggut nyawa Fajrin.
"G-gue ... Gue ...."
"Serangannya tepat di sekitar jantung. Ini bener-bener fatal," ujar Nathan sembari memeriksa kembali denyut nadi pria itu. Namun, hasilnya tetap sama. Dia tak bisa merasakan denyut nadinya. Dari darah yang keluar saja, sudah menjelaskan bahwa pria itu sudah tiada.
"Jadi ini monster yang mereka maksud?"
Nathan segera meletakkan telunjuknya di bibir, meminta Harsa agar tak membicarakannya. Memang mustahil mereka tak tahu apa-apa. Apalagi, tim yang dikepalai Fajrin itu lebih lama menghadapi monster itu. Namun, Nathan merasa akan lebih baik jika mereka juga terlihat tak tahu apa-apa.
Surya hampir melayangkan pukulan pada Mira. Namun, dia berunjung menghantamkan kepalan tangannya pada kaca mobil untuk melampiaskan kemarahan. Dia sudah sangat kesal saat gadis itu bertingkah menyebalkan. Bahkan, saat dirinya akan pergi menyelamatkan Jihan, Mira malah mengatakan bahwa gadis itu sudah tak bisa lagi diselamatkan. Sekarang, secara tak langsung Mira juga jadi penyebab kematian Fajrin.
Raisa meminta yang lain memberi jalan untuk tahu bagaimana kondisi Fajrin. Dia menutup mulutnya tak percaya dengan air mata yang tak lagi bisa dia bendung. Dia juga mencoba untuk membangunkannya. Bahkan menggenggam tangannya dan meletakkannya ke pipi. "Tangannya masih anget."
Jihan mendongak untuk menahan air matanya sebelum menyentuh bahu Raisa. "Ca, udah."
Surya meraih senapan yang sejak awal selalu bersama Fajrin. Gejolak sedih itu mulai muncul kala ingat bahwa Fajrin selalu jadi orang yang menyelamatkan hidupnya. Bahkan, Fajrin sempat menentang keras dirinya yang bersikeras untuk mencari mobil agar mereka bisa pergi. Dia bahkan belum sempat membalas kebaikan pria itu.
Bahkan, Jimmy sampai tak berani turun dan tetap di sana karena tak kuat untuk melihat Fajrin. Dia masih ingat bagaimana pria itu selalu tersenyum dan mengutamakan yang lain. Bahkan, Fajrin sempat bergurau kala dirinya ketakutan karena hampir jadi santapan monster itu saat di rumah sakit.
"Ayo, kita harus masuk sebelum monster lain muncul," ujar Surya meski sebenarnya dia juga masih berat meninggalkan Fajrin. Namun, melihat bagaimana korban yang ada di pengungsian, kemungkinan besar Fajrin juga akan sama. Bahkan, dia bisa melihat bagaimana akar hitam mulai muncul pada area luka tusukannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pulang [End]
Science Fiction[Proses Penerbitan] "Kita emang bakalan pulang, tapi entah pulang ke rumah atau benar-benar pulang ke tempat yang seharusnya." Harapan agar Indonesia lebih maju dalam segala aspek, justru malah membawa petaka setelah sampel makhluk yang diyakini seb...