8 : Pria Aneh

121 16 35
                                    

Suara notifikasi membuat mereka segera memeriksa ponsel. Bukannya kabar yang ingin mereka dengar, pesan yang baru masuk malah pemberitahuan soal lockdown yang kini semakin diperluas. Selain Jakarta, Depok dan Bekasi kini juga menjadi daerah yang diterapkan lockdown. Pesan itu berisi agar mereka yang tinggal di daerah yang disebutkan, diam di rumah hingga waktu yang belum bisa dipastikan.

"Apa monsternya makin banyak?" gumam Juna. Dia jadi semakin memikirkan sang bunda juga sang kakak. Bagaimana kondisi mereka sekarang? Dia harap tak ada hal buruk yang menimpa mereka di mana pun mereka berada. Setelah ayahnya tiada, Juna menjadi satu-satunya lelaki di dalam keluarga kecilnya. Dia menyesal karena malah keras kepala dan selalu membuat masalah.

Begitu pun dengan Juwi. Apalagi, dia tahu sang kakak ikut dalam demonstrasi itu. Dia harap sang kakak sudah pulang ke rumah dengan selamat. Dia mungkin takkan dicari oleh sang ibu. Jadi, dia akan memastikan sang kakak baik-baik saja agar ibunya juga tak khawatir.

Juwi sungguh iri saat Juna menghubungi bundanya dan langsung diangkat. Sedangkan dia? Dia bahkan sangat yakin sang ibu takkan menjawab teleponnya. Dia akan selalu jadi putri yang dicap sebagai pembawa sial setelah menyebabkan ayahnya kecelakaan. Padahal dia juga tak mau itu terjadi.

"Apa yang bakalan lo lakuin waktu nyampe rumah nanti?" tanya Juna secara acak. Bisa saja ini kali terakhir mereka bersama. Setelah pulang, mungkin mereka takkan seakrab sekarang dan kembali sebagai 2 orang asing seperti sebelumnya.

Juwi pura-pura tidur. Dia memilih menghindari pertanyaan itu. Apa yang akan dia lakukan saat pulang? Dia bahkan belum memikirkannya karena setengah hatinya bahagia, tapi setengahnya lagi tidak.

"Dapat!" Pria dengan suara bariton itu memamerkan kunci mobil yang berhasil dia dapatkan setelah merelakan satu peluru terakhir yang mengendap di pistol rampasannya. Dengan hati bahagia, pria itu mencoba menyalakan mesin. Namun, dia segera menoleh sembari tersenyum kikuk.

"Ada masalah lagi?" tanya Juna yang kini mencoba menebak apa yang salah dari mobil itu.

"Bensinnya ... Habis. Demi Tuhan pas ke sini bensinnya masih ada."

"Bang, lo lama-lama ngeselin sumpah. Mau pake tangan kanan atau kiri nih?" tanya Juna sembari melipat kedua lengan jaketnya.










"Sialan."

Jihan tertawa setelah menjahili Surya dengan menyorot wajahnya dengan senter dari gawainya. Dia sangat tahu Surya paling takut pada kegelapan juga hantu. Namun, mendadak listrik di sana padam. Entah disengaja atau memang hanya kebetulan.

Rumah sakit itu belum bisa dipastikan aman atau tidak. Hanya ada satu senjata, membuat mereka harus terus bersama. Makanya, Fajrin juga tak bisa memeriksa tempat itu. Dia hanya dibekali satu senjata dan pistol curian Raisa sudah kehabisan peluru.

Sebuah ruang rawat inap yang kosong, menjadi pilihan. Jendelanya tertutup, jadi kemungkinannya monster itu tak bisa masuk. Kemudian, mereka sama sekali tak melihat tanda-tanda keberadaan monsternya di sana.

"Kita akan istirahat di sini, sambil menunggu Tasya membaik." Fajrin meletakkan tasnya, membuat Jihan memberi hormat.

"Siap, komandan."

Tak ada sesuatu yang bisa mereka pakai untuk penerangan. Hanya gawai yang bahkan dayanya sudah hampir habis. Mereka tentu akan dalam bahaya jika sama sekali tak ada lampu yang membantu.

Suara perut membuat mereka saling lirik. Kemudian, dengan tanpa dosa Jihan tersenyum sambil mengangkat tangannya. Tentu saja ini membuat yang lainnya tertawa. Perut Jihan terlalu jujur. Padahal, mereka semua sama-sama belum makan.

"Ah iya, Juwi ikut gak 'kan?" Jihan sejak tadi benar-benar penasaran soal sang adik. Namun, karena kondisi gadis pemilik mata bulat dan tahi lalat bawah kiri bibirnya itu tak baik, jadi Jihan memilih menunda pertanyaannya.

"Dia ikut, tapi ... Aku gak tau dia di mana."

Jawaban itu tentu membuat jantung Jihan mulai berdegup kencang. Rasa takutnya ternyata malah menjadi nyata. Padahal, dia berharap Juwi tak ikut-ikutan.

"Tapi ... Kamu tau dia selamat atau enggak 'kan?"

Tasya segera menggeleng. Dia juga khawatir dengan kondisi sahabatnya itu. Mereka terpisah begitu saja karena Juwi mencarikan inhaler miliknya yang terjatuh. Namun, setelah memberikan inhaler itu, Juwi terjatuh. Dari situ mereka benar-benar terpisah. Dia sibuk bersembunyi karena monster yang dia lihat cukup menyeramkan. Entah berapa banyak orang yang dia lihat dengan mata kepalanya sendiri tertusuk lidah tajam dari monster itu.

"Sekarang makan dulu. Saya yang jaga. Jadi ... Kalian bisa tidur setelah ini."

Suara benda jatuh dari luar sana, membuat mereka menoleh bersama. Jihan segera mendekati Fajrin dan bersembunyi di balik bahunya yang lebar. Tasya juga sama, dia mendekati Raisa dan menggenggam tangannya. Lain halnya dengan Surya yang malah memutar malas matanya. Dia tahu Jihan pernah tergila-gila pada kamu 'halo dek', tapi kali ini gadis itu terlalu kentara.

"Aduh, maaf, nih, gue kepeleset. Jadi ... Seperti yang kalian tau nih ... Rumah sakit ini yang ada ada di video itu. Kita cari, apa monster itu ada?"

Suara itu membuat mereka mengerutkan dahi. Ada seseorang di luar?

"Nah ... Ini ruangan yang persis seperti yang ada di video itu." Pria dengan tripod serta ponsel yang dilengkapi senter itu segera berteriak kala mendapati beberapa orang ada di sana. Mereka terlihat cukup kacau. Kecuali Fajrin yang masih terlihat rapi.

Tak hanya pria aneh itu yang berteriak, tapi mereka juga ikut berteriak karena terkejut. Namun, setelah menyadari sesuatu, mereka berhenti berteriak.

"Cepet masuk," ujar Jihan kemudian menutup pintu. Beruntung dia bisa dengan cepat menutup pintu geser itu. Hanya dalam hitungan detik, terdengar sesuatu yang berusaha mendobrak pintu diiringi dengan suara cicitan mirip tikus.

Dak! Dak! Dak!

Suara itu terdengar berulang. Bahkan, Jihan tak bisa beranjak dari tempatnya. Dia masih memegangi pintu sembari mencoba mencari kunci dari pintu itu. Hingga kemudian Surya menemukan kuncinya.

"Apa itu?" Tak heran pria itu mendapat sebutan pria aneh. Dia malah menyorot makhluk mengerikan itu dengan gawainya, membuat makhluk tersebut semakin brutal hingga kemungkinannya, kaca pada pintu itu bisa pecah.

"Kalo lo mau selamat, duduk," ujar Surya yang nampaknya mulai tak nyaman dengan kehadiran pria itu. Apalagi, pria tersebut hampir membuat nyawa mereka melayang andai tak membuat keributan.

"Jadi ... Itu monster yang diomongin orang-orang? Wah ... Ternyata keren, kayak di film," ujarnya yang malah nampak senang alih-alih takut. Pria itu bahkan tersenyum seolah menghadapi monster bukanlah hal yang mengerikan.

"Jimmy, Jimmy, Jimmy." Pria itu menjabat tangan Tasya, Raisa, juga Fajrin dengan santai. "Masa sih gak tau gue? Gue youtuber loh."

"Youtuber?"

"Iya, subscriber gue udah 100," jelasnya sembari tersenyum sampai matanya menghilang.

"Ribu?" tanya Jihan yang kemudian membuat Jimmy menggeleng.

"Juta?"

"Biji," jawabnya dengan percaya diri. Pantas tak ada satu pun dari mereka yang kenal. "Eh, ngomong-ngomong ... Itu beneran monsternya 'kan?"

"Tunggu, lo bukan orang sini? Terus, dari mana lo tau soal monsternya?" tanya Raisa sebab pertanyaan Jimmy benar-benar memperlihatkan pria itu memang baru melihatnya lewat media. "Ada internet?"

"Ada ... Tapi dibatas. Kenapa?"

"Artinya ini emang sengaja disembunyiin? Sekarang gimana? Informasinya udah bocor dong," gumam Raisa dalam hatinya.

*****

Jimmy dateng2 bikin keributan😭🤣🤣


8 Sep 2023


Pulang [End] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang