10 : Inc

131 19 38
                                    

"Permisi ...." Suara itu terdengar sangat lemah. Seorang pria dengan beberapa luka di wajah, mencoba memanggil seseorang. Dengan sisa tenaga yang dimiliki, dia berdiri, mengintip dari lubang di pintu untuk memastikan apakah ada orang yang bisa dia mintai tolong atau tidak.

"Demamnya makin tinggi." Gadis dengan rambut coklat sebahu melepas almamater yang masih dia kenakan kemudian menjadikannya selimut untuk seseorang yang tubuhnya kini mulai menggigil.

Di dalam penjara dingin itu, terdapat 6 orang. 2 orang diantaranya mengenakan pakaian khas laboratorium, sisanya berbalut almamater universitas ternama. Mereka juga sebenarnya masih tak mengerti apa alasan mereka harus berakhir di sana.

Nathan Saputra. Pria dengan wajah babak belur itu mencoba mencari cara agar mereka setidaknya bisa keluar dari ruangan tertutup itu. Sudah beberapa hari mereka berada di dalam sana, diminta mengakui sesuatu yang bahkan tak mereka lakukan sama sekali.

"Kuncinya susah dijangkau." Nathan mencoba membuka pintu besi itu. Namun, apalah daya tangannya tak sepanjang itu untuk meraih gemboknya.

"Coba." Seorang gadis dengan rambut pendek, mencoba untuk meraih gemboknya. Ternyata memang gemboknya cukup sulit untuk dia raih.

"Kalian ...."

"Kami ndak mungkin bisa bantu," sela gadis dengan rambut hitam sebahunya. Meski mengenakan sneli, keduanya bukanlah dari jurusan kedokteran. Mereka berasal dari universitas yang ada di Jawa Tengah yang datang ke Jakarta setelah mengikuti seleksi. Namun, bukannya ikut dalam penelitian seperti yang dijanjikan, mereka berdua berakhir di sana setelah mengikuti penelitiannya selama 1 minggu.

Nathan menghela napas. Tidak mungkin dia membiarkan kondisi Harsa semakin memburuk. Namun, dia tak bisa melakukan apa-apa karena mereka benar-benar terkunci.

Kemarahan Nathan memuncak hingga membuat mereka terkejut. Bagaimana tidak? Pria itu tiba-tiba memukul pintu besinya dengan keras. Padahal, sebelumnya Nathan sudah terlihat sangat lemas karena terus menahan lapar.

Kali ini pria tersebut duduk di depan pintu, mengacak rambutnya dengan perasaan penuh penyesalan. Mungkin, jika dirinya tak meminta Harsa, Yona atau Naya tutup mulut, mungkin semuanya takkan berakhir begini. Namun, membuat pengakuan malah nantinya akan membuat mereka semakin terjebak.

Nathan melepas almamaternya kemudian memberikannya pada Naya agar Harsa bisa sedikit membaik. Begitupun dengan Yona yang berusaha membantu pria itu untuk membuka gemboknya.

"Harusnya biarin suhunya dingin gak sih?" tanya gadis dengan rambut coklat bergelombang. Gadis pemilik kulit seputih lagi susu itu beranjak menuju kamar mandi, mengambil seember air serta satu handuk kecil. "Suhunya mungkin bakalan turun kalo kita kompres."

"Ya ampun ...." Naya memukul dahinya. Gadis pemilik gigi kelinci itu meraih handuk yang dibawa Danti kemudian memerasnya sebelum meletakkannya di dahi Harsa.

Nathan sedikit menyesali keputusannya untuk menyelidiki penelitian tertutup itu. Sebagai kelompok yang sering menyelidiki hal-hal mencurigakan yang dilakukan pemerintah, tentu membuat Nathan tak bisa melewatkan kasus satu ini.

Namun, dia tak menyangka mereka berempat akan berakhir seperti ini. Bahkan, diminta mengakui soal organisasi mereka yang menyimpang dan melakukan penentangan. Padahal, mereka hanya mengungkap hal-hal curang juga salah yang dilakukan orang-orang di kursi pemerintahan.

Kelompok itu beranggotakan 10 orang. Namun, karena saat penggeledahan hanya ada mereka berempat yang kebetulan merupakan pengurus inti, merekalah yang akhirnya tertangkap dan berakhir di sana.

Mereka menamai diri mereka sebagai Inc yang merupakan 3 huruf awal Incognito. Meski pada akhirnya penyelidikan mereka selalu berakhir tak selesai, Nathan selalu yakin suatu saat kelakuan mereka akan terbongkar. Satu-satunya kasus yang pada akhirnya selesai adalah soal korupsi proyek pulau buatan yang 'katanya' akan menjadi solusi atas kepadatan penduduk di ibu kota.

Pulang [End] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang