Cahaya menyilaukan membuat Juwi menutup mata dan menghalanginya dengan lengan. Selanjutnya terdengar suara percikan air dari langkah beberapa orang secara bergantian. Apa mereka akan diselamatkan?
Theo segera menarik Juwi yang masih berada di tengah jalan. Bahkan kegelapan membuat mereka secara tak sadar hampir berlari menuju jembatan. Beruntung mereka sempat berhenti karena bertanya-tanya soal kemunculan monster itu secara tiba-tiba.
"Ditemukan penyintas di sini." Salah satu dari mereka nampak mulai berkomunikasi dengan seseorang lewat Ht. Sebagian yang lain menghampiri mereka dan memberikan emergency blanket. Meski sudah tak terlalu deras, masih ada rintik gerimis yang turun. Jadi, rasanya tetap dingin. Bahkan, Juwi sampai menggigil.
"Ayo," ajak salah satunya sembari membantu Juwi berjalan menuju mobil mereka.
Dor!
Tubuh gadis itu tersentak saat tiba-tiba suara tembakan mulai terdengar. Dia sedang melamun dan membayangkan apa yang harus dia lakukan saat pulang? Juga, memikirkan bagaimana kondisi sang kakak. Itulah mengapa dia cukup terkejut.
Seperti sudah menjadi SOP, mereka mulai diperiksa. Salah satunya dengan suhu tubuh. Bahkan, Juwi bisa melihat selembar kertas berisi ciri-ciri orang yang terinfeksi. Dari luka yang tak kunjung kering, suhu tubuh yang terlalu panas dan terlalu dingin, hingga wajah yang pucat.
"Gimana kalo Juna ketauan?" guman Juwi dalam hatinya. Pasalnya, sebelumnya suhu tubuh Juna benar-benar tak terkontrol. Kadang sangat panas seperti sedang demam atau sangat dingin seperti baru keluar dari gudang penuh es.
Benar saja. Hasil pemeriksaan suhu Juna tidak bagus. Ini bisa terlihat jelas dari ekspresi mereka. Bahkan, yang memegang alat pengukur suhu sampai mengeceknya 2 kali untuk memastikan.
Juwi diam-diam menghampiri Theo setelah pemeriksaannya selesai kemudian berbisik, "Juna kemungkinan gak akan dibawa. Saya liat selembaran soal gejala yang kena infeksi."
Theo melirik pria itu. Tak tahu apa-apa membuat Juna duduk dengan santai pada bagian belakang mobil. Padahal saat ini dirinya sedang dibicarakan oleh anggota patroli. Kemungkinan besar, Juna memang takkan dibawa.
"Ini, diminum dulu biar anget," ujar seorang gadis yang merupakan anggota patroli. Nampaknya, mereka masih belum percaya suhu tubuh Juna serendah itu.
"Makasih." Juna tersenyum kemudian menyesap teh hangat itu. Begitupun dengan Juwi serta Theo yang ikut menikmati teh hangat tersebut setelah menerjang hujan karena monster yang tiba-tiba muncul. Mereka sangat berharap Juna juga akan diselamatkan.
Terus bersama membuat mereka berpikir akan lebih baik jika mereka bisa pulang dengan selamat bersama. Memang, Juwi dan Theo terkadang takut Juna menyakiti mereka karena luka yang dia dapatkan dari monster itu. Namun, Juna selalu berhasil memastikan mereka selamat. Bahkan Juna menerjang monster demi menyelamatkan Theo atau mendahulukan Juwi agar gadis itu tak terluka. Jadi rasanya akan sakit jika mereka harus meninggalkan Juna sendirian.
Pengukuran suhu itu diulang. Namun, ekspresi mereka masih sama herannya, membuat Theo semakin yakin Juna memang akan jadi satu-satunya orang yang tidak akan diselamatkan karena punya luka yang disebabkan oleh monster itu.
"Kalian kenapa sih?" tanya pria itu dengan nada gurau. Dia hanya bingung mengapa Juwi serta Theo terus menatapnya dengan tatapan kasihan dan sedih seperti itu.
"Mikir gue bakalan jadi zombie lagi? Iya? Gue bakalan ngambek kalo emang iya," ancam Juna kemudian meniup segelas teh yang ada di tangannya.
"Kami hanya bisa menyelamatkan 2 dari kalian." Pernyataan itu sudah cukup membuat Juna hampir tersedak teh. "Maaf, kamu gak bisa ikut kami."
KAMU SEDANG MEMBACA
Pulang [End]
Science Fiction[Proses Penerbitan] "Kita emang bakalan pulang, tapi entah pulang ke rumah atau benar-benar pulang ke tempat yang seharusnya." Harapan agar Indonesia lebih maju dalam segala aspek, justru malah membawa petaka setelah sampel makhluk yang diyakini seb...