Dengan napas tersengal, Theo bersembunyi di balik salah satu mobil yang ada. Sebuah showroom menjadi pilihan tepat menurut Theo. Namun, dia lupa soal jumlah monster yang justru lebih banyak di sini karena memang tempatnya sangat sempurna untuk bersembunyi.
Theo meletakkan telunjuknya di bibir, memberi kode pada Raisa juga Harsa yang berada tepat di belakangnya untuk tak bersuara. Meski cukup gelap, dia bisa tahu ada beberapa monster yang mengintai mereka di sana. Dia kemudian mengedarkan padangan, mencari sesuatu untuk mengalihkan perhatian semua monster yang ada di sana. Jika menggunakan pistol, rasanya terlalu boros. Mereka harus menggunakan lebih sedikit peluru agar bisa bertahan. Memang, Juna dapat beberapa senjata. Namun, akan lebih baik jika mereka berhemat menggunakan peluru yang ada.
Theo merangkak perlahan ke mobil lain yang tak jauh dari tempat mereka bersembunyi. Setelah menyorot senter ke sana, dia melihat sebuah botol berisi air di sana. Dia bisa menggunakannya untuk mengalihkan perhatian monster-monster yang ada di sana.
Tang!
Suara botol mengenai tiang besi membuat suara cicitan terdengar kemudian. Dengan segera Theo mencari mobil yang kosong begitu pun dengan Harsa juga Raisa. Mereka sudah merencanakan siasat itu sebelum sampai. Makanya mereka bisa dengan cepat bergerak tanpa saling menunggu.
Namun, sebuah pikiran untuk kabur tiba-tiba muncul di pikiran Harsa. Dia membawa satu senapan juga bersamanya sekarang. Apalagi yang dia tunggu? Dibanding terus bersama orang yang terinfeksi, menurutnya akan lebih baik jika dirinya bertahan sendiri meski harus menghadapi monster-monster itu. Tak masalah, selagi ada senjata bersamanya, dia bisa selamat, bukan?
Sementara Sana dan Theo mencari mobil yang cocok, diam-diam Harsa melangkah keluar dari showroom. Dibantu dengan sebuah senter, Harsa benar-benar melancarkan aksi kaburnya. Sesekali dia melihat ke belakang, ke kanan, serta kiri saat mendengar suara. Namun, dia tetap melanjutkan langkah menuju mobil hasil curian Juna sebelumnya.
Harsa mengembuskan napas lega kala berhasil mencapai mobil tersebut. Dia kemudian mencoba menenangkan diri karena situasi barusan cukup membuat tangannya gemetar. Siapa yang mau terjebak dengan puluhan monster dengan cicitan menyeramkan itu? Apalagi kondisi sekitar mereka sangat gelap. Dia menyesal menyarankan sore untuk mencari kendaraan. Dia tak menyangka mereka bertiga akan kemalaman karena tak kunjung dapat kendaraan.
Tubuh Harsa segera membatu kala mendengar suara cicitan yang begitu dekat juga jelas. Dia terus meyakinkan diri bahwa suara itu tak berasal dari dalam mobil. Namun, pikiran positif apa pun dalam kepalanya segera musnah kala monster itu justru berjalan di wajahnya. Dia berusaha keras untuk diam, menahan napas, dan meminimalisir gerakan apa pun yang bisa membuat monster tersebut menyakitinya. Bahkan, dia sampai mencengkram kuat celananya karena monster tersebut malah berdiam di kepalanya.
Sementara itu, Theo bersiul sembari melempar-lempar kunci mobil di tangannya. Setelah mencocokan tiap mobil dengan kunci yang dia punya, akhirnya dia bisa menemukan mobil yang pas.
"Gimana?" tanya Theo dengan setengah berbisik. Namun, Raisa segera menggeleng karena belum menemukan mobil yang seharusnya. Dia bisa menemukan mobilnya dengan cepat, tapi dengan catatan mobilnya akan berbunyi. Itu malah akan membuat mereka dalam bahaya 'kan?
"Harsa mana?"
Pertanyaan Theo itu membuat Raisa harus menahan umpatan karena lagi dan lagi pria itu malah membuat masalah. Sungguh, dibanding Harsa dia akan memilih Jimmy saja meski pria itu selalu merekam segala hal. Setidaknya Jimmy takkan membuat masalah seperti ini.
Mereka juga tak mungkin memanggil-manggil nama Harsa karena itu malah akan mengundang monsternya menyerang mereka.
"Gimana nih?" bisik Theo yang membuat Raisa hanya memutar malas matanya. Ternyata memang lebih baik Surya saja yang ikut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pulang [End]
Science Fiction[Proses Penerbitan] "Kita emang bakalan pulang, tapi entah pulang ke rumah atau benar-benar pulang ke tempat yang seharusnya." Harapan agar Indonesia lebih maju dalam segala aspek, justru malah membawa petaka setelah sampel makhluk yang diyakini seb...