Jimmy meredam teriakan setelah sikunya tak sengaja membentur rak. Dia terlalu bersemangat memilih makanan yang harus dia bawa. Padahal, Fajrin sudah mengingatkan untuk tak terlalu membawa banyak agar bisa dibawa. Namun, pria itu malah tak mendengarkan. Dia mengambil beberapa makanan yang tak ada dalam daftar juga.
Tim yang dikerahkan untuk persediaan makanan sebenarnya adalah Mira, Fajrin, dan Jihan. Namun, karena Jimmy terus memaksa untuk ikut, alhasil mereka berempat yang pada akhirnya turun dari mobil untuk mencari makanan dan bertahan hidup.
Awalnya Surya juga ingin ikut dan menggantikan Jihan karena sebelumnya gadis itu mencari mobil untuk mereka. Namun, Fajrin memintanya untuk diam di mobil dan menjaga Raisa serta Tasya.
"Jadi ... Ini persediaan yang bakalan nemenin kita," bisik Jimmy sembari mengarahkan kameranya ke keranjang yang sudah dia isi dengan berbagai makanan ringan. Meski agak gelap karena listriknya padam, pria itu masih saja merekam perjalanan mereka menghadapi monster itu dengan kameranya.
Jimmy meringis saat seseorang gadis yang rambut hitamnya tergerai, memukul lengannya. "Kenapa?" tanyanya berbisik.
Tanpa menjawab, Mira mengambil kembali beberapa makanan ringan yang diambil Jimmy. "Kita gak bakalan mukbang selagi bertahan dari monsternya. Beberapa gak dibutuhin." Gadis itu kemudian beralih pada rak lain untuk mengambil beberapa hal yang menjadi tanggung jawab mereka berdua.
"Karena kita gak tau sampe kapan kita ada di sini," bisik Jimmy yang kemudian mengembalikan beberapa makanan ringan yang tadi disimpan Mira ke rak.
Sejauh ini tak ada tanda-tanda monster itu ada. Mereka memilah makanan-makanan dengan tenang sembari mengecek apakah makanannya masih layak atau tidak karena sebagian besar memang sudah rusak.
Jimmy menelan ludah saat merasa ada siluet hitam berada tak jauh dari tempatnya berdiri. Dengan degub jantung yang kian meningkat serta keringat yang mulai membasahi, pria itu perlahan menoleh. Tubuhnya semakin gemetar hebat kala mendapati sosok monster laba-laba yang ukurannya kecil, sama seperti yang tiba-tiba muncul di ruangan rumah sakit.
Namun, bukannya lari untuk menyelamatkan diri lebih dulu, Jimmy malah mengarahkan kameranya ke arah monster kecil yang kelihatannya sedang membersihkan diri layaknya kucing. Semakin dipikirkan, makhluk aneh itu memang semakin terlihat aneh baginya. Hingga kemudian dia disadarkan kembali bahwa makhluk kecil itu cukup berbahaya. Matanya segera membulat kala makhluk itu bersiap untuk melompat ke arahnya. Dia tak bisa berteriak dan memilih berlari bersama keranjang belanja yang sejak tadi ada di tangannya.
Mira hanya menggeleng saat pria itu berlari di balik rak yang membatasi mereka berdua sekarang. Dia yakin itu hanya untuk kebutuhan kontennya.
"Udah?" tanya Jihan yang kemudian mendapat anggukan dari Mira. Namun, saat keduanya akan melangkah menuju mobil, sesosok monster tiba-tiba muncul. Belum sempat berlari, kaki Jihan justru dijeratnya hingga gadis itu tak bisa berkutik.
"Ra ...." Jihan mengulurkan tangan, berharap gadis itu mau menerima uluran tangan dan menolongnya. Namun, gadis dengan rambut hitam yang tergerai itu malah meraih keranjang belanja dengan rasa takut kemudian memilih meninggalkan Jihan.
Jihan berusaha untuk melepas jeratan itu. Namun, sayang sekali semakin dirinya bergerak, semakin kuat lilitan yang dia rasakan di kakinya. Namun, dia tak menyerah. Dia melempar apa pun yang ada di sekitarnya meski itu malah membuat monster tersebut mengikat kakinya kuat. Hingga Jihan berada pada titik pasrah. Apalagi, dia tak tahu Fajrin ada di mana.
Jihan menutup mata kala tahu makhluk itu akan menusuknya. Dia tak membawa senjata atau apa pun yang bisa membantunya. Kakinya pun terasa semakin sakit. Dia benar-benar akan jadi santapan makan siang monster itu.
Dor!
Satu tembakan terdengar, membuat Jihan kembali membuka matanya. Sungguh, dia hampir menangis karena membayangkan skenario paling buruk yang akan dia alami.
Suara tembakan itu terdengar beberapa kali yang diloloskan oleh Fajrin, menandakan kalau minimarket tersebut telah berubah jadi sarang monster yang sesungguhnya. Beberapa kali dia melepaskan tembakan untuk melenyapkan monster-monster yang muncul beriringan dengan suara tembakan yang terdengar.
"Lo gak kenapa-napa 'kan? Ada yang luka gak?"
Bukannya menjawab, Jihan segera menangis, membuat pria dengan balutan almamater sama dengannya segera memeluknya.
"Kalian berdua gapapa 'kan?
"Udah, ayo. Di sini mungkin masih banyak monster yang lain." Surya mengusap punggung Jihan agar gadis itu bisa lebih tenang. Dia kemudian membantu Jihan untuk kembali berdiri. Namun, lilitan itu nampaknya cukup membuat kakinya sakit.
Surya berbalik. "Naik punggung gue."
"Serius?"
"Udah cepetan."
Surya segera berlari masuk saat Jimmy kembali dan mengatakan ada monster di minimarket. Beruntung, dia bisa segera menemukan keberadaan Jihan dan membantunya. Jika terlambat, Jihan mungkin takkan tertolong.
Sementara Surya menggendong Jihan di punggungnya, Fajrin menjaga mereka berdua dengan senjata yang selalu siap. Dia terlalu fokus mencari gas hingga tak tahu ada kekacauan di sana.
"Gue gak berat 'kan?"
"Han, lo masih sempet nanya gitu?"
"Habisnya kalo gue cape jawaban lo selalu gitu."
Fajrin membukakan pintu mobil sembari tetap siaga. Bisa saja secara tiba-tiba monster itu muncul dan menyerangnya.
"Lo gapapa, kan, Han?" tanya Raisa yang duduk di depan.
"Dia kelilipan semen makanya nangis," ujar Surya sembari memeriksa kaki Jihan. Dia meringis saat mendapati kaki gadis itu membiru. Ternyata lilitan makhluk itu cukup kuat.
Fajrin mengembuskan napas saat kembali duduk di bangku kemudi. Dia mencoba menenangkan diri setelah kejadian tadi. Mungkin jika Surya tak nekad masuk, Jihan akan kehilangan nyawa. Beruntung, tak ada korban jiwa dan tim mereka masih utuh.
"Lo udah aman." Surya menggenggam tangan Jihan yang terlihat jelas masih gemetar. Dia yakin kejadian tadi memang cukup membuat gadis itu ketakutan. Apalagi, bukan kali pertama Jihan harus mendapat serangan seperti itu.
Di kursi belakang, nampaknya ada seseorang yang tak sepenuhnya senang saat tahu Jihan kembali. Dia menghela napas sembari menatap jalanan saat mobilnya mulai melaju lagi.
"Liat 'kan? Tadi beneran ada monster. Tuh." Jimmy mengarahkan kameranya ke arah jendela yang agak retak. "Beneran kayak di film."
"Bisa gak sih rekamnya nanti?" tanya Mira dengan nada kesal. Tentu saja ini membuat Jimmy memilih mematikan kameranya diam-diam.
"Yaudah sih ngomongnya baik-baik."
Jihan menoleh saat merasa seseorang menyentuh bahunya. Senyum kemudian terutas di bibirnya saat Tasya memberikan sebuah permen yang dibawakan Jimmy.
"Makanan manis bisa bikin hati membaik, karena bikin haus, satu aja ya," ujar Tasya setelah memberikan permen lunak favoritnya.
"Makasih."
"Ada semua 'kan?" tanya Fajrin sembari melihat ke arah spion, memastikan tak ada yang tertinggal selagi mereka masih berada di sekitar sana. Tujuan mereka selanjutnya adalah tempat dengan banyak senjata. Meski ditolak oleh pengungsian karena ketakutan tak berdasar, mereka harus bisa bertahan setidaknya sampai semua kekacauan ini berakhir dengan kekuatan mereka sendiri.
"Ah ya, apa kita gak akan nyari orang-orang yang ilang?" tanya Jihan saat ingat soal beberapa mahasiswa yang hilang setelah demonstrasi pertama. Dia sungguh berharap mereka semua masih hidup.
"Nyawa kita juga terancam. Gimana kita mau mikirin nyawa orang lain yang bahkan kita gak tau mereka beneran idup atau enggak. Baik sih boleh, tapi ... Terlalu baik juga malah bikin celaka. Belajar egois dan gak usah so suci," ujar Mira dari jok belakang.
*****
23 Sep 2023
KAMU SEDANG MEMBACA
Pulang [End]
Science Fiction[Proses Penerbitan] "Kita emang bakalan pulang, tapi entah pulang ke rumah atau benar-benar pulang ke tempat yang seharusnya." Harapan agar Indonesia lebih maju dalam segala aspek, justru malah membawa petaka setelah sampel makhluk yang diyakini seb...