Bab 11

196 41 2
                                    


Royce kembali di saat ia baru saja kehilangan Sella. Ia berangkat ke medan pertempuran bergabung bersama Raja Richard untuk menumpas pemberontakan orang Gaelic di Utara. Orang Utara bertubuh besar, bertenaga prima membuat para Ksatria ketakutan namun Royce seolah menantang kematiannya sendiri. Ia menebas kepala tanpa takut dan ampun. Sayatan pedang tak Royce hiraukan. Ia terus melaju, mengantarkan kemenangan atau nyawa. Royce mendapatkan kemenangan namun ketika berbalik banyak mayat bergelimpangan. Pedang berserakan, kubangan dari dari para prajurit yang gugur. Perasaan menang ini terasa hampa ketika ingat salah satu temannya mati tertebas pedang. Padahal istri temannya sedang mengandung dan berharap suaminya pulang dengan selamat.

Sejujurnya peperangan mendatangkan banyak duka, istri kehilangan suami, ibu kehilangan anak, seorang ayah yang mengantarkan putranya dengan bangga lalu harus menelan pil pahit ketika melihat putranya pulang tinggal nama.


"Dia sedang bermimpi buruk."

Sorcha mendapati kesialan. Ia belum sampai ke Kastil Luwdon namun tugas pelayannya sudah dimulai. Ia dibangunkan dari tidur nyenyaknya dan harus menunggu Royce yang  mengalami halusinasi. Kali ini mata pria itu tertutup namun bibir pria itu bergumam kata-kata makian, kaki dan tangannya bergerak ke segala arah. Royce sempat berteriak, menyerukan perintah perang.

"Ramuan itu menggali semua kenangan buruk lalu mewujudkannya menjadi mimpi buruk."

"Teh Chamomile tidak bereaksi?"

"Teh itu memulihkannya sedikit demi sedikit Sepertinya Mandrake yang digunakan lumayan banyak," ujar Sorcha sambil mengamati tubuh sang Greywolf yang lebih tenang.

"Sialan pelacur itu! Harusnya Galia ku penggal."

"Memangnya di mana dia sekarang?"

"Ku tahan di bawah pengawasanku." Sorcha mengambil kain lalu mencelupkan kain itu ke dalam air. Kainnya untuk membasuh dahi Royce yang basah oleh keringat.

"Bajunya harus diganti. Bajunya basah. Badannya harus di lap."

"Lakukan yang perlu dilakukan."

"Kau mau aku yang membasuh seluruh tubuhnya? Itu tidak pantas dilakukan."

"Tidak pantas untuk siapa? Kau kan pelayan. Lakukan saja. Milik Royce sama dengan milik lelaki lainnya."

Sorcha membanting kain lapnya dan ia hampir mengumpat namun percuma saja karena Sir Gerald sudah hilang di balik tenda. Royce tidak ditempatkan di kamar penginapan namun di pindah ke tenda di tengah-tengah pasukan. Keadaan Greywolf sedang lemah dan paling aman menempatkannya di sini. Sorcha belum pernah melihat badan telanjang pria. Kalau pun diteriakkan. Sir Gerald tak akan percaya.

Sorcha bingung harus membuka pakaian pria ini dari sisi mana. Pertama ia membuka selimut yang membungkus pria ini. Dibalik selimut, Royce hanya menggunakan celana dan bayan bersulam emas yang dibiarkan terbuka. Sorcha bisa membasuh yang atas tanpa membuka yang bawah. Toh Sir Gerald tidak akan tahu kalau tugasnya hanya dilaksanakan separuh.

Sorcha tak berkedip menatap tubuh milik Royce. Tubuh pria ini keras, kekar dan dipenuhi luka sayatan pedang. Tubuh yang terpahat bak dewa perang apolo. Tubuh dambaan kaum perempuan. Tubuh yang bisa ia belai tanpa merasa berdosa dan malu. Sorcha menahan jemarinya agar tak berkeliaran terlalu jauh namun jarinya tak punya mata sehingga bisa bergerak mengikuti insting.

"Siapa kau?" Tangan Sorcha dipegang dengan erat. Ia tak sadar kalau Royce sudah bangun.

"Aku?" ucapnya terbata. "Aku pelayan yang disuruh membasuhmu."

Royce menatapnya lama sekali seolah Sorcha itu mahluk dari belahan dunia lain. Ketika Royce bangun, ia melihat sepasang mata besar berwarna hazel yang indah sedang menatapnya sambil membelainya. Jemari perempuan ini membasuh tubuhnya dengan lembut dan pelan. Apa ia sudah mati lalu berada di surga, dilayani para bidadari.

"Karena kau bangun. Akan ku panggilkan Sir Gerald."

Sorcha meringis karena tangan Royce tak mau melepasnya dan si pria menoleh ke kanan kiri. Royce menyadari kalau ia masih hidup dan berada di tenda, di bawah perlindungan Sir Gerald.

"Lanjutkan apa yang kau lakukan."

"Yang benar saja." Sorcha bergumam lirih, ia takut menolak permintaan Greywolf. "Aku sudah selesai."

"Yang bawah belum," ucapnya sambil melepas tali celananya yang terbuat dari kulit rusa.

"Bisakah kau membasuhnya sendiri?"

"Aku masih terlalu lemah."

Tentu itu hanya alasan. Untunglah Sir Gerald punya insting yang baik hingga datang tepat waktu. Sir Gerald cemas karena meninggalkan Eden berdua dengan Royce yang lemah. Sir Gerald merasa kewaspadaannya menurun. Eden wanita asing yang mungkin akan menyakiti sang Greywolf.

"Kau sudah bangun?"

"Heem," jawabnya dengan suara tak enak. Gerald mengganggu pendekatannya dengan si pelayan.

"Syukurlah. Aku sangat khawatir ketika kau mengalami mimpi buruk hingga berteriak sambil menendang-nendang."

Alis Royce bertaut. Ia tak sadar apa yang telah dilakukannya. Tapi kalau tingkahnya membahayakan kenapa malah perempuan ini yang ada di tendanya.

"Lalu siapa perempuan ini. Kenapa dia yang ada di sisiku?"

"Namanya Eden. Dia orang yang menyelamatkanmu dari racun yang Galia beri. Aku mendatangkannya untuk mengobatimu."

Royce hanya bergumam oh lalu mengamati Sorcha dengan tatapan yang lebih hormat. "Terima kasih karena telah menolongku. Pasti banyak pria yang rela sakit demi diobati oleh gadis secantik dirimu."

Pipi Sorcha langsung merah karena tersipu. "Aku bukan Tabib. Kebetulan aku tahu beberapa jenis tanaman obat. Posisiku tetap saja seorang pelayan. Galia hanya salah meramu minuman. Mandrake dapat sangat berguna tapi juga dapat membahayakan. Kalau boleh aku permisi, ingin melanjutkan tidurku." Harusnya Royce mengijinkan. Karena pria ini Sorcha jadi harus begadang. Ia terbiasa tidur dengan jam teratur. Kenikmatan yang beberapa hari ini tak ia dapatkan.

"Silakan."

Sir Gerald hanya menggelengkan kepala. Sifat Royce yang suka menggoda kembali lagi. Eden memang sangat cantik dan menarik namun wanita itu berada dalam bahaya kalau Greywolf sampai tertarik padanya.

"Dapat dari mana perempuan secantik itu?"

"Eden awalnya budak milik Galia lalu aku membelinya."

"Aku sampai lupa dengan perempuan sundal itu. Aku belum menjatuhkan hukuman untuknya." Royce sangat menghormati perempuan namun pengecualian untuk perempuan yang mengincar nyawanya.

"Apa yang akan kau lakukan?"

"Aku akan mengirimkan surat pada Baron Tures untuk mengawasi bisnis Galia. Secara tidak langsung biarkan Albert atau pesuruhnya mengendalikan bisnis Galia. Aku akan meminta Budak Galia dibebaskan, pelacurnya tidak disiksa dan pelayannya harus diberi upah dengan layak." Keputusan Royce sangat bijak mengingat tempat Galia berbisnis bukan di bawah kekuasaannya. "Dan satu lagi. Beri koin emas pada wanita yang ku serang. Ku harap aku tidak sampai melukainya sampai parah"

"Kenapa tidak kau berikan saja sendiri. Perempuan itu baru saja pergi dari tendamu."

Royce terpaku karena memikirkan sesuatu. "Ya Tuhan." Ucapnya sambil mengusap wajahnya. Ia sudah menyerang Eden, namun wanita itu malah menolongnya. Parahnya Royce masih menggodanya padahal Eden bersedia membasuh badannya yang lengket karena berkeringat. Sekantung koin emas tidaklah cukup sebagai tanda terima kasih.

Greywolf castleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang