Bab 14

206 39 3
                                    

Royce terjaga sepanjang malam ketika tidur di ranjangnya sendiri. Bukan ranjang ini tak nyaman atau ia rindu berbaring di padang ilalang. Ada yang mengganggu pikirannya, ada bayang-bayang yang menyelinap melalui mimpinya. Baru saja ia menikmati pelayanan dari Celia, salah satu pelayan Kastil yang bersedia menghangatkan tempat tidurnya, memenuhi kebutuhan biologisnya. Tapi entah kenapa pelayanan Celia tidak memuaskan dahaganya padahal Royce sudah tidak bercinta dalam kurun waktu yang sangat lama.

Ketika menikmati pelayanan Celia, ia dibayangi mata Hazel besar yang menatapnya dengan marah. Pertemuan terakhirnya dengan Eden memberikan pengaruh berat untuk hasratnya. Eden tidak akan marah ketika ia memilih bercinta dengan wanita lain, gadis itu menolak mentah-mentah tawarannya. Lalu kenapa Royce pusing memikirkannya. Ia pemilik Kastil, Ksatria Raja. Ia bisa memilih siapa saja. Satu penolakan Eden hanya merusak sedikit rasa percaya dirinya. Lebih baik Royce memilih memejamkan mata melupakan kalau Eden pernah ia tawari menjadi misstresnya tapi Tuhan kadang bisa sangat kejam. Yang coba dilupakan malah muncul sebagai sebuah mimpi erotis yang membuat Royce merasakan dahaga.

**

Sorcha tidak bisa bangun kesiangan lalu mendapatkan pelayanan penuh dari mencuci muka, mengenakan gaun atau menggunakan sepatu. Ia terpaksa melakukan semuanya sendiri dan bangun lebih pagi. Bangun tidur ia harus mandi lebih dulu baru menyiapkan air hangat untuk mandi Sir Gerald dan Echidna. Soal membuat makanan untuk sarapan sudah ada si tua Gena yang mengambil alih kekuasaan di dapur. Untuk masalah cucian sudah ditangani Lucinda, janda beranak satu yang dipekerjakan sebagai pelayan. Sorcha tidak tahu apa tugas yang harus ia kerjakan setelah ini. Ia dipersilakan untuk sarapan roti dengan keju dilengkapi secangkir teh hangat. Setidaknya kerja kerasnya dihargai dengan pantas.

"Kau harus mengurus kebunku. Mulai dari mencabuti rumput, menggali tanah, memberi pupuk lalu menyiraminya. Tanaman-tanaman ini sangat berharga, kau harus menjaganya dengan nyawamu. Cabut tanaman yang sudah mati lalu kau bisa ke tempat penyemaian untuk mengambil bibit baru." Perintah Echidna yang merasa bahwa pelayan barunya dapat memenuhi standartnya. Eden memang cantik tapi perempuan ini harus tahu posisinya tetap sebagai pelayan rendahan.

"Baik Madam."

"Ku dengar dulu kau bekerja pada Galia di tempat pelacuran. Kau tidak bisa melakukan pekerjaan lamamu di sini. Kalau kau terlibat hubungan terlarang dengan lelaki, aku akan langsung mengusirmu. Apa kau mengerti?"

"Mengerti Madam," jawab Sorcha dengan disertai anggukan.

"Oh satu lagi. Aku hampir lupa. Setelah kau menyelesaikan tugas di kebun. Kau harus membantuku di Kastil untuk menghitung dan mencatat benda-benda yang dibawa Royce. Akan ada banyak barang, kau harus teliti dan hati-hati. Segeralah ke kebun dan kerjakan pekerjaanmu. Jangan malas, aku tahu kalau kau melalaikan tugasmu."

"Saya mengerti Madam dan saya akan bekerja dengan sungguh-sungguh. Maaf, saya permisi dulu."

Sorcha berbalik setelah membungkuk. Menurut Echidna dari gelagatnya, gadis itu jelas bukan pelayan biasa. Tata kramanya terlihat mengagumkan, tingkah lakunya sesuai etika dan cara bicara Eden menunjukkan kalau gadis itu bukan dari kalangan kelas bawah. Kalau gadis itu pelayan rendahan, tak mungkin Eden bisa membaca, menulis dan berhitung dengan sangat akurat. Yang mengganggu tentu wajahnya. Eden memang cantik tapi wajahnya mengingatkan Echidna pada seseorang di masa lalunya.

**

Royce tidak pernah bangun sesiang ini. Para pelayan tidak mengetuk pintunya. Mungkin mereka tahu tubuh Royce membutuhkan banyak istirahat. Hari ini prajurit diberi hari libur jadi tidak ada latihan di bukit. Royce bangun dengan badan yang lebih segar tapi ketika mencoba duduk. Ia tersipu ketika melihat tubuh bagian bawahnya yang basah. Ini bukan air kencing karena teksturnya bukan cair melainkan  lengket. Sialan ia sudah lama tak mengalami mimpi basah sejak usianya menginjak tujuh belasan. Royce harus membereskan kekacauan ini sebelum pelayan datang.

Wajah Eden muncul di dalam mimpinya dengan mata hazelnya yang besar, yang terus Royce selami kedalamannya. Dalam mimpinya Royce bercinta dengan perempuan itu, dengan ritme senada yang memuaskan. Royce mengerang ketika ingat. Ia tidak bisa memiliki wanita itu, wanita itu menolaknya. Royce tidak bisa merendahkan harga diri, ia pria yang diinginkan setiap penghuni Kastil. Eden harus mengerti posisinya sebagai pelayan dan tidak ada tawar menawar.

Tapi kadang pikiran, hati dan tindakan memiliki keputusan berbeda. Kalau ia sudah meyakini dengan penuh percaya diri yang ada dalam pikirannya. Kenapa juga Royce melangkah ke tempat Sir Gerald setelah selesai sarapan dan mandi.

"Oh Sang Ksatria Agung. Kenapa Anda kemari?" tanya si tua Gena yang Royce temui ketika melangkah di depan pintu masuk.

"Aku ingin menemui Sir Gerald," jawaban itu lebih bisa diterima akal.

"Sir Gerald belum meninggalkan kamarnya sejak kemarin. Echidna juga hanya memberi perintah lalu kembali ke kamar," bisik Gena sambil mengedipkan mata. Gena menganggap seolah sang Greywolf adalah teman sejawatnya, sesama tukang gosip. "Mereka tidak bertemu berbulan-bulan. Bukannya hari ini anda memberinya libur? Mereka sedang melepas rindu. Kau bisa kembali siang nanti."

Royce meringis karena merasa datang sebagai pengganggu. "Baiklah. Aku bisa mengobrol sebentar denganmu."

"Aku merasa sangat tersanjung."

"Kau sudah setua ini tapi masih giat bekerja. Memangnya kau tidak mau beristirahat? Apa rahasiamu bisa tetap cantik dan awet muda."

Gina merapikan tatanan rambutnya dan mengelus celemek gaunnya agar lebih rapi. Ia merasa gembira dengan perhatian sang Greywolf. "Aku lebih suka bekerja. Aku cantik karena sering pergi ke gereja dan berderma. Lagi pula sekarang pekerjaanku jadi lebih ringan. Ada Lucinda dan pelayan baru bernama Eden. Lucinda mengurus cucian, sedang Eden mengurus kebun di belakang."

Royce meringis ketika diingatkan dengan gereja. Ia sudah lama tak ke sana. Pada hakikatnya ia tak percaya Tuhan sejak semua terenggut dari hidupnya. Gereja di Kastil juga bisa dibilang kecil jika dikategorikan sebagai gereja utama tapi karena mengobrol dengan Gena, Royce jadi mendapatkan jawaban yang dicarinya. "Boleh aku minta minuman Gena. Aku haus."

"Oh ya ampun aku sampai lupa memberimu minuman. Tunggulah di sini. Akan ku ambilkan anggur segar yang baru diperas dan roti hangat yang ditaburi gula."

Begitu Gena pergi ke dapur. Royce langsung mencari keberadaan Eden di kebun. Kebun milik Echidna bisa dibilang lengkap. Ada kebun bunga, buah dan tanaman herbal yang digunakan untuk mengobati orang di Kastil. Royce memberi dukungan penuh atas tanaman-tanaman yang Echidna budidayakan. Baginya memiliki sumber makanan yang bernutrisi tinggi sangat berguna untuk menunjang kesehatan penghuni Kastil.

Royce melihat gadis yang dicarinya sedang menggali tanah dan memasukkan bibit tanaman baru. Eden tekun dengan pekerjaan walau gadis itu sering mengelap keringat. Teriknya panas matahari tak membuat semangatnya terpatahkan. Eden terlihat berbeda, jauh lebih indah dari bayangannya. Bukan hanya mata Hazel Eden yang elok, bibir gadis itu berwarna merah muda merekah pun sama menggodanya untuk dinikmati. Rambut Eden ikal dan berwarna hitam. Rambutnya dikepang memanjang. Gaun gadis itu terlihat kebesaran di tubuhnya yang ramping. Kulit Eden yang putih bersih seolah memancarkan pesona yang membuat mata Royce buta. Bentuk tubuh Eden sesuai dengan gambaran dalam mimpi erotis Royce. Apakah tekstur kulit gadis itu sama lembut dengan yang ia mimpikan?

Hari sangat terik. Sorcha sangat haus tapi yang ada hanya air bening dalam gentong. Ia tak bisa bermalas-malasan. Kebun di Kastilnya tidak sebesar ini. Sorcha di Kastilnya hanya menjadi pengawas tanpa pernah terjun langsung menangani tanaman. Telapak tangannya perih karena menggali tanah menggunakan cangkul kecil. Kukunya kotor, kulit arinya mengelupas. Sorcha hampir menangis tapi ia tidak boleh menjadi cengeng. Ia harus tegar. Sorcha memupuk dendam pada ayah dan saudaranya yang menjadikannya seperti sekarang. Jalan menjadi ratu masih panjang dan tidak mudah tapi Tuhan  maha baik. Sepertinya hujan akan datang di musim semi hingga mendung dikirimkan. Sorcha jadi tidak kepanasan.

Tapi bayangan ini tampaknya bukan awan. Ada sebuah tangan terulur, menyentuh dagunya supaya ia melihat ke atas. Royce ada di hadapannya, menatapnya seolah wajah Sorcha merupakan pemandangan yang harus dinikmati lekat-lekat. Mata Biru pucat pria ini memancarkan pesona yang aneh, membuatnya menurut tanpa memerintah. Mungkin ini sebab Greywolf dapat menjadi pemimpin yang tegas serta ditakuti. Sorcha tenggelam dalam penelusuran Royce, jemari pria ini membelai wajahnya dengan cara yang lembut. Sorcha menganggap seolah pria itu awan pelindung yang menghalau terik matahari. Sampai ia menyadari saat bibir Royce menyentuh bibirnya lalu melumatnya tanpa peringatan.

***

Greywolf castleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang