Sorcha, putri Baron Goldwil dari kastil Gerham di Fraline memiliki impian menjadi ratu Raja John. Sedari kecil Sorcha, diajari ibunya membaca, berhitung, menjadi nyonya rumah yang baik, diberi perbekalan ekstra tentang keterampilan mengatur negara...
Perjalanan ke Kastil Luwdon terasa mencekam dengan Royce dan Sorcha berada di satu kereta. Royce memilih duduk jauh di sebelah kanan sementara Sorcha berada di ujung bangku sebelah kiri. Atas pertimbangan dan demi keamanan, Sorcha kembali bersama Royce naik kereta dengan penjagaan saudara-saudara Sorcha yang berada di luar.
“Jadi sekarang aku harus memanggilmu Sorcha?” Sorcha terkejut, Royce memulai pembicaraan yang sensitif.
“Iya. Aku Sorcha putri Goldwil dan Eleanor dari Joset.”
Royce yang tertawa namun tawanya mengandung kesedihan. “Putri Baron, pemilik dua Kastil, nenek moyangmu termasuk Ksatria yang mendampingi Raja Arthur, garis keturunanmu dekat dengan Istana dan kau calon Ratu.” Ucapan itu bukan pujian tapi merupakan hinaan tersirat. “Darah kebangsawananmu begitu kental. Pantas saja kau sangat keras kepala, gemar melawanku, menolak kemewahanku. Kau punya segalanya. Tidak ada di dalam diriku yang bisa ku tawarkan.” Kecuali cinta Royce tapi Sorcha tidak akan mengucapkannya. Semua sudah sangat terlambat.
“Dari awal aku memang sudah menolakmu.”
“Harusnya kau bilang sejak awal siapa dirimu berikut alasan menolakku. Sehingga kita tidak sampai sejauh ini. Kalau tidak ketahuan, Kira-kira berapa lama kau akan jadi pelayan di kastilku?”
“Aku sudah bilang, aku akan pergi ke Joset setelah menebus hutangku dan memiliki bekal.”
“Itu akan makan waktu berapa lama? Menunggu perutmu besar karena mengandung anakku,” ucap pria itu sinis. Wajah Sorcha langsung memerah menahan malu.
“Sejak awal aku sudah menolakmu. Tujuanku hanya tinggal sebentar dan kemudian pergi.”
“Iya aku yang nekat mengejarmu, aku yang salah. Bahkan aku hampir menikahimu. Aku ini yang tidak tahu diri, mengharapkan seorang calon ratu.” Royce membuang muka, wajahnya sangat keruh. “Aku juga tidak yakin kalau perasaan kita nyata? Aku terlalu percaya diri beranggapan bahwa kau menyukaiku. Kau menempuh bahaya demi diriku. Apa tujuanmu melakukan semuanya?”
“Semua yang ku lakukan tulus, tidak ada niat lain”
“Iya. Kau benar. Sekarang aku tahu lawanku yang sebenarnya siapa. Tidak ada petani bahkan pengembala ternak. Lawanku Raja negeri ini. Pria yang sangat berkuasa. Aku juga tahu yang kau tunggu apa? Kau ingin menjadi Ratu, Ratu Sorcha. Aku harus menundukkan wajahku kalau kita nanti bertemu di Istana,” ucapnya sinis.
“Menjadi Ratu adalah impianku Royce. Apa yang terjadi di antara tidak mempengaruhi keputusanku. Supaya tidak terjadi konflik Apa yang terjadi di antara kita biar jadi rahasia.” Untuk hal itu baik mata Sorcha mau pun Royce berkaca-kaca menahan emosi. Semua kenangan mereka, tawa, hal-hal yang lucu, peristiwa yang terjadi hanya akan jadi kenangan yang tersimpan rapat di hati masing-masing. Royce yang hatinya mulai terbuka kini harus ditutup kembali. Sorcha yang mulai merasakan jatuh cinta harus mengorbankan hatinya demi ambisinya menjadi Ratu.
“Bagaimana dengan akibatnya, Sorcha?”
“Aku sudah bilang, aku akan mengurusnya. Aku paham ilmu pengobatan, jadi kau jangan khawatir. Pikirkan saja rakyatmu, Pikirkan pengangkatanmu sebagai Baron. Jangan pernah berani memikirkan diriku bahkan memimpikanku saja, kau tidak boleh,” ucapnya sambil meneguhkan hati. Kemarin ia masih membenci Royce tapi sekarang hatinya remuk ketika mengatakan ini.
“Oh.. ini perintahmu?” Royce mulai mencari gara-gara. Keadaan mereka yang tidak memungkinkan untuk mereka terus bersama. Royce harus menjadi Baron. Rakyatnya butuh kepastian, rakyatnya butuh kedamaian. Pria ini tak boleh mengabaikan semua itu demi perasaannya pada Sorcha.
“Iya. Aku memerintahmu sebagai calon Ratu sekaligus Putri Baron Falaise. Sekarang kau yang harus tunduk dan mengerti.” Royce tidak bisa berkata-kata sebab ia ingat pernah mengintimidasi Sorcha dan sekarang keadaanya terbalik.
“Aku paham dan mengerti. Kedudukanmu lebih rendah dari pada dirimu tapi ingat satu hal Sorcha. Keputusanmu menjadi Ratu memang mulia tapi kau juga bodoh. Kau mempertaruhkan hidupmu untuk menjadi istri seorang pria bejat. Kau menukar kebahagiaanmu dengan kekuasaan. Ku kira kau wanita behati lembut tapi tabiat aslimu kelihatan. Aku menyukai Eden, bukan sosok Sorcha yang kaku dan ambisius..”
Ia mengeraskan rahang karena merasa ditantang. Sorcha tak butuh nasehat. Ia tahu Bagaimana John. Ibunya telah membekalinya ilmu pengetahuan dan politik, yang bertujuan untuk menguasai negara dan mengendalikan Raja.
“Inilah aku, Sorcha bukan Eden pelayanmu yang dapat kau kendalikan, perintah lalu kau tiduri seenak jidatmu. Aku punya kuasa, kendali atas diriku. Kau merasa marah karena sekarang tidak dapat memilikiku? Aku di luar jangkauanmu.” Ucapan Sorcha benar, Royce marah karena tak bisa lagi memiliki wanita ini.
“ Yang kau ucapkan benar bahkan kita tidak pantas berada dalam satu kereta, Yang Mulia.”
Sorcha langsung memalingkan muka dengan ketus. Ia tak mau berbicara lagi dengan Royce. Perjalanan mereka menuju Kastil hanya diisi keheningan. Ketika sampai pun Royce enggan membantunya turun dari kereta.
**
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.