bab 34

223 36 3
                                        

Angin kencang bertiup lalu rintik hujan mulai jatuh ke tanah. Royce mengumpat. Ia bersama Roul mengejar Rusa sampai jauh hingga terpisah dari para prajurit. Rusa tidak didapat. Mereka malah kelelahan, beristirahat sebentar dan hanya mendapat daging kelinci. Ketika hendak kembali langit mulai menjadi gelap, hujan malah datang.

"Kita harus berteduh dulu. Di dekat sini ada rumah berburu." Roul mengangguk karena Royce lebih tahu tempat ini tapi saat hendak membelokkan kekang. Blackthorn, kuda Royce malah mengamuk.

"Kudamu takut dengan air?"

"Bertahun-tahun dia bersamaku hujan mau pun badai. Blackthorn tidak pernah seperti ini."Roul terlihat cemas tapi sebenarnya ia cukup senang. Ia mengambil botol biru Annelis untuk diberikan pada kuda Royce. Kalau ia meracuni Royce, Roul akan langsung ketahuan. Kalau Blacthorn yang ia beri racun maka kematian Royce akan terlihat seolah kecelakaan terjatuh dari kuda.

Blackthorn semakin agresif. Kuda itu mengangkat kakinya tinggi-tinggi. Ramuan itu membunuh secara perlahan, merusak lambung, otot, otak dan saraf. Royce tidak mungkin bisa mengendalikannya. Blackthorn malah mengamuk, berlari ke segala arah sebelum akhirnya melempar Royce ke salah satu tebing sungai. Itulah yang Roul tunggu.

"Roul!" sayangnya Royce selalu diberi keberuntungan. Pria itu tidak sampai jatuh, masih bisa berpegang pada batu yang licin. Hujan mungkin akan membuat pria itu hanyut tapi Roul harus memastikan kalau Royce benar-benar tamat.

"Bantu aku naik."

Roul hanya diam dan menjadi penonton.

"Cepat bantu aku!"

"Tidak! Aku mau melihatmu mati agar aku bisa mengambil kembali Agrapia yang seharusnya menjadi milik ayahku. Ayahmu telah mengusirnya," ucapnya dengan kilat mata berapi-api. Roul menyimpan dendam. Tinggal selangkah pembalasannya akan berhasil.

"Kau masih berambisi menjadi pemimpin padahal kau tahu itu bukan hakmu."

Royce melihat Roul. Mata sepupunya itu seperti pembunuh berdarah dingin. Pria itu menunggunya jatuh dan mati. Harusnya ia mendengar nasehat Sir Gerald agar senantiasa berhati-hati dengan Roul. Royce berusaha dengan keras untuk naik. Ia kuat, batuan tebing yang licin bukanlah penghalang yang besar tapi Roul membaca niatnya. Roul tak akan membiarkannya selamat.

"Tutup mulutmu!" Roul mengeluarkan pedang. Pria itu tidak sabar ingin membunuhnya. Ia harus mengulur waktu.

"Jika aku menikah dengan Annelis maka pemilik Agrapia adalah keponakanmu sendiri. Darah keturunanmu akan menjadi pemimpin berikutnya."

"Itu hal yang berbeda karena aku ingin menjadi pemimpin Agrapia. Hanya aku!"

Pedang Roul terangkat, bersiap menebasnya. Royce sepertinya sudah siap mati. Hujan semakin deras dan Royce tebak air sungai pun hampir meluap. Tiba- tiba Roul malah menjerit keras. Ada anak panah yang menancap pada tangan sepupunya itu. Telapak tangan Roul berdarah.

"Sialan!" Roul mengaduh tapi saat berbalik ia sudah diacungi anak panah oleh Sorcha.

"Pergi atau akan ku panah kau tepat di jantungmu." Sorcha berusaha tegak, mengumpulkan keberanian padahal ia ketakutan kalau Roul menyerangnya secara tiba-tiba. Ia dan Royce malah bisa mati bersama.

"Perempuan sialan!" satu anak lagi melesat ke kaki Roul. Tidak dalam namun cukup membuat kaki Roul pincang selama berbulan-bulan. Roul meraung kesakitan. Ia tertatih-tatih menuju ke kudanya. Air hujan menambah rasa perih pada setiap luka yang diberikan Sorcha.

Sorcha langsung berlari ke tempat Royce setelah memastikan kalau Roul tidak akan menyerang mereka dari belakang.

"Royce!" Ia langsung mengulurkan tangan yang langsung disambut oleh Royce. Dengan sekuat tenaga Sorcha menarik Royce untuk naik. Pria itu langsung memeluknya dengan erat ketika mereka berhasil selamat.

Greywolf castleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang