bab 21

187 43 4
                                    


Echidna mondar-mandir di depan pagar rumahnya. Ia khawatir pada Eden. Rasa cemasnya muncul ketika melihat Elias kembali sendirian sambil mengendarai kuda Royce. Ke mana Eden kalau suruhan suaminya pulang duluan. Menurut Elias, Eden ditemani Royce untuk mengambil tanaman. Elias disuruh pria itu untuk mengurusi kudanya dan pulang.

Mendengar perkataan Elias, Echidna seperti terkena serangan jantung. Hampir saja ia menyusul ke Hutan kalau tak suaminya cegah. Sebagai ganti kekesalannya, Elias ia omeli selama berjam-jam sampai hatinya merasa puas.

"Ya Tuhan." Ucapnya penuh syukur ketika melihat Eden datang bersama Royce. "Ke mana saja kau ini. Kenapa baru pulang sekarang?" Sejak berjalan dari depan tadi, wajah Eden sudah ditekuk masam. Eden berjalan sambil memberengut seperti sedang kesal dengan seseorang.

"Aku mengambil semua tanaman pesananmu." Sorcha menyerahkan tas yang dibawanya.

"Jangan terlalu cemas Echidna. Aku yang menjaganya."

Karena Royce yang menjaganya makanya Echidna diserang rasa was-was sampai tidak memperhatikan kalau mereka membawa orang lain.

"Kau tidak apa-apa?" tanya Echidna sambil melihat seluruh badan Eden, meneliti apakah pelayannya luka atau tidak.

"Kau kira aku akan menyakitinya?" Echidna melotot marah.

"Apa maksudmu menyuruh Elias pulang?"

"Dia ketakutan karena bertemu Beruang. Hampir saja pria malang itu jadi mayat."

Kemarahan Echidna belum reda tapi ia masih mau melanjutkan omelannya kalau tidak melihat anak-anak yang berada di belakang Royce.

"Siapa ketiga anak ini, Royce."

"Mereka anak-anak yang aku temukan di Hutan. Yang laki-laki bernama Robin, adik perempuannya bernama Laurent sedang yang kecil bernama Candice. Aku bawakan mereka khusus untuk membantumu."

Echidna tersenyum tulus ketika melihat ketiga anak itu menatap ke arahnya. Kemarahannya seketika sirna. "Pelayan di rumahku sudah banyak. Aku tidak butuh pelayan tambahan tapi mereka boleh tinggal di sini."

"Oh tidak bisa begitu. Kau akan membutuhkan pelayan sebab Eden akan jadi pelayanku. Mereka akan membantumu mengurus kebun."

Echidna langsung terperanjat sampai melompat mundur. Kalau suaminya sekarang ada di sini. Royce akan ia beri acungan pedang.

"Eden pelayanku. Kau tidak bisa seenaknya mengakuinya."

"Sekarang dia pelayanku. Kau pernah bilang kalau aku bisa menjadikan Eden sebagai pelayanku kalau Eden-nya mau. Dia sudah bersedia."

Untuk hal ini Echidna perlu diyakinkan.

"Kau sudah gila ya? Kau sendiri yang bilang menolak untuk jadi mistresnya."

"Aku jadi pelayan bukan wanita simpanannya Madam. Itu dua hal yang berbeda. Aku mau karena aku punya alasan tersendiri."

Royce langsung menepuk pundak Eden agar wanita itu tak mengungkapkan alasannya. "Segera kemasi barangmu lalu pindah ke Kastil sekarang." Perintah Royce mutlak karena tak mau Echidna mengubah pikiran Eden.

"Tapi.."

"Sekarang aku majikanmu jadi kau harus menuruti perintahku. Kemasi barangmu dan ikut aku ke Kastil."

Eden dan Echidna sama-sama bermuka kesal tapi keduanya hanya bisa saling melihat tapi tidak berani membantah. Royce tersenyum menang melihat pemandangan itu dan cepat atau lambat Eden akan jadi miliknya.

**

Sorcha di tempatkan di kamar pelayan, bersama pelayan Kastil lain. Begitu Sorcha datang, semua pelayan muda menatapnya waspada. Ruangan di sini di penuhi dipan tunggal yang ditata saling berhadapan. Sorcha mendapatkan dipan di pojok paling selatan. Semua barang-barangnya di letakkan di kotak kayu bawah dipan.

"Kau akhirnya berada di sini juga?"

Sorcha dikejutkan dengan kedatangan Mae, wanita yang pernah satu sel kereta dengannya.

"Ku kira kau akan selamanya di rumah Sir Gerald."

"Aku baru pindah malam ini."

"Syukurlah. Akhirnya aku punya teman. Keadaan di sini sangat tegang dengan persaingan antar pelayan. Kau tahu wanita yang ada di sebelah sana." Tunjuknya pada dipan yang dibalut sprei sutra. tempat tidur wanita itu terlihat mencolok. "Namanya Celia, ia pelayan kesayangan ksatria agung." Sorcha melihat Celia, wanita yang cantik berambut emas dan bermata biru, ramping dan juga sangat cantik.

"Di sini tak ada yang mengganggu dirinya. Lihat semua perhiasannya sangat mewah. Sang Ksatria memberinya sebagai hadiah. Nasib Celia sangat beruntung, aku juga mau mendapatkan perhatian Ksatria Agung. Celia sangat berkuasa di sini. Semua pelayan takut padanya."

"Hey...Mae!"panggil seorang wanita tua yang bertugas sebagai pemimpin pelayan area dapur. "Kembali ke tempat tidurmu!"

Mae menuruti sambil mengomel tanpa suara. Akhirnya Sorcha mendapatkan waktu istirahatnya. Sorcha tidak peduli. Yang penting ia bisa mengumpulkan uang dan mendapatkan kebebasannya untuk pergi ke Joset. Masalah para pelayan bukan urusannya apalagi sampai harus berebut kekuasaan.

**

"Kau masih marah karena Eden di bawa pergi Royce? Kau kesal?" tanya Sir Gerald baik-baik sebelum tidur pada Echidna yang sedang melamun sambil mengamati bulan setengah.

"Tentu tapi aku tak bisa berbuat apa-apa karena ucapanku sendiri. Tidak ku sangka Royce secerdas itu." Menukar Eden dengan tiga orang anak. Echidna tak tega menolak, Eden juga hanya pasrah karena tak punya pilihan. Tak usah dijelaskan Echidna sudah tahu kalau Eden mengorbankan dirinya.

"Kenapa juga kau harus jadi murung hanya karena salah satu pelayanmu diambil Royce. Eden hanya budak, seperti yang lain."

Echidna jadi memikirkan apa yang suaminya pikirkan. Eden tak berarti apa-apa untuknya. Kenapa Echidna jadi marah dan tidak terima seolah Eden itu putrinya. Memang wajah Eden mengingatkannya pada seseorang. Seseorang yang dekat apalagi saat wajah Eden ditekuk masam dan cemberut.

"Ya Tuhan... Aku ingat sekarang. Eden mengingatkanku pada Eleanor, sepupuku."

"Sepupumu yang selalu manja dan tak pernah merasa puas itu? Putri Baron Joset terdahulu. Eden lebih cantik dari pada sepupumu yang selalu marah itu."

"Mereka sangat mirip ketika cemberut. Mungkinkah Eden putri Eleanor. Eleanor sekarang pun tinggal di Falaise. Dia istri Baron Gerham. Eden bilang ingin ke Joset. Joset tempat pamannya, adik Eleanor. Mungkinkah Eden adalah putri Eleanor. Dia terlihat elegan, bisa membaca, menulis dan cerdas. Dia bersikap seperti wanita terhormat."

Sir Gerald malah menguap. "Kau terlalu jauh berpikirnya. Kalau Eden putri Goldwil. Mana bisa dia pergi sejauh ini. Ku dengar dia calon istri Raja. Goldwil akan menjaganya seperti burung langka. Eden sudah bersamaku hampir sebulan. Kenapa Goldwil tidak mengerahkan seluruh pasukannya untuk mencarinya?"

Yang dikatakannya benar tapi Echidna punya pikiran lain. "Kalau putri Eleanor hilang maka Goldwil akan bersikap hati-hati dalam pencariannya. Tolong kau kirimkan orang ke Falaise untuk mencari informasi."

"Ya Tuhan Echidna, kita akan melakukan hal yang sia-sia. Sekarang sudah malam, kita sebaiknya tidur."

Echidna mau terus mendesak tapi suaminya terlanjur kesal dan tidur menghadap berlainan arah dengannya. Entah kenapa ia punya keyakinan kuat kalau Eden memang bukan pelayan biasa.

**

Greywolf castleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang