Umur Hira dua belas tahun saat pertama kali mengenal Harsa. Waktu itu, Harsa yang baru saja pindah ke komplek perumahan yang sama dengannya datang ke rumah bersama ibunya, berkenalan sebagai tetangga baru yang di sambut senang oleh Bunga. Masih jelas di ingatan Hira bagaimana Harsa hari itu mengenakan kaos berwarna cream berkenalan dengan singkat dan berusaha terlihat ramah. Tapi umur dua belas tahun, Hira sudah mengerti kalau sebenarnya Harsa malu waktu itu.
Waktu demi waktu berlalu, Harsa yang awalnya diam dan malu-malu perlahan mulai mencair. Ia mau bermain dengan anak-anak sebayanya di komplek, termasuk Hera dan Hira.
satu hal yang Hira sadari, mungkin setelah satu tahun mengenal Harsa sebagai teman bermain sekaligus tetangga yang sering membantunya. Misal saat Hira nebeng pada Harsa karena sekolahnya searah, atau saat Hira minta diajari matematika yang rumit, atau saat Hira datang kerumah Harsa meminta makan karena di rumah tidak ada orang, atau banyak sekali pertolongan lain yang selalu dengan tanpa mengeluh Harsa iyakan. Hira mulai mengakui, bahwa ia menyukai Harsa. Suka yang awalnya ia sepelekan, suka yang awalnya tidak ia pikirkan, suka yang lama kelamaan semakin menjadi. Namun, bertepatan dengan itu, Hira mendapati fakta bahwa Harsa ternyata menyukai Hera. Yang tidak Hira tau, mereka sering bertemu di luar, Harsa semasa SMA selalu berangkat dan pulang bersama Hera, keluar jalan-jalan berdua tanpa Hira tau karena Hera baru mulai terbuka soal kedekatan mereka saat mereka resmi berpacaran.
Dengan ekspresi senang yang begitu kentara, Hera mengatakan bahwa ia dan Harsa sudah resmi berpacaran dan Hira yang bingung sedih sekaligus kecewa hanya bisa menerima.
Dan hari ini, Hira menjadi khawatir. Ia belum selesai dengan rasa cintanya di masa lalu dan kembali dibuat jatuh oleh orang yang sama. Meski memang Harsa adalah suaminya dan ada di sekitarnya, pada dasarnya Harsa bukan miliknya. Ia tau dan mengerti bahwa Harsa masih mencintai Hera, ia masih menunggu Hera. Itu bukan sekedar asumsi, itu benar-benar fakta yang menjadi semakin nyata saat tanpa sengaja di pagi hari yang cerah Hira tidak sengaja membaca sebuah notifikasi di ponsel Harsa yang ia letakkan diatas nakas.
Sampe kantor telpon gue, ada info soal Hera.
Suasana hati Hira yang mulanya melambung karena di puji cantik oleh Harsa kemarin malam berubah mendung hanya dalam waktu kurang dari satu menit. Hira diawal sudah bersiap, ia sudah memasang pertahanan untuk hati dan dirinya sendiri. Tapi melihat sendiri bagaimana Harsa masih berusaha ternyata memang sakit.
Hira mendudukkan dirinya di tepi kasur, mood untuk membuat sarapan seketika sirna. Ia segera beranjak mengambil tasnya, memasukkan ponsel juga dompetnya buru-buru meski Hira sadar rambutnya belum ia keringkan. Tapi dalam situasi ini, dalam keadaan hatinya yang sedang tidak baik-baik saja, dalam keadaan dirinya yang menjadi semakin tidak mengerti dengan dirinya sendiri, bertemu dengan Harsa adalah bukan pilihan yang tepat.
Harsa keluar dari kamar mandi dalam keadaan telah rapi, menatap Hira yang sedang buru-buru.
"Aku gak masak, kamu makan di kantor aja atau terserah" ucap Hira dalam satu tarikan nafas lalu keluar kamar setelahnya. Harsa bahkan belum sempat merespon.
Jujur, meski Hera adalah kakak kandungnya, Hira sudah berhenti mencari keberadaan Hera sejak Harsa selesai mengucapkan ijab kabul nya hari itu. Hira menelpon ratusan kali, mengirim pesan sampai mungkin Hera akan pusing membacanya, menelpon satu persatu teman Hera yang ia tau sebelum ia dan Harsa harus menikah. Hira berhenti total. Hanya Bunga yang kini masih mencari. Hira lupa bahwa ada Harsa yang masih mencintai Hera yang tentunya tidak akan pernah terima bagaimana cara Hera meninggalkannya dan rencana pernikahan mereka.
__________________
Jujur, kejadian tadi pagi membuat Hira marah. Posisinya sebagai istri yang tau bahwa suaminya masih mencari keberadaan mantannya agak sedikit membuatnya tersentil.
KAMU SEDANG MEMBACA
FEEL BLUE
ChickLitDia itu seperti air, aku tidak bisa tanpanya, tapi juga bisa mati karenanya.