HIRA. 45

20.3K 1.7K 61
                                    

Sera sebentar lagi wisuda. Dan apakah Hira iri? Jawabannya adalah tidak. Bukankah semua orang punya pencapaian yang berbeda-beda? Dan kebetulan Hira tidak ada keinginan untuk mencapai apa yang sudah Sera capai duluan.

Jam makan siang, Sera dengan semangat menarik paksa Cerel dan Hira menuju salah satu restoran di dalam mall yang merupakan favoritnya. Kendati perempuan itu sudah tau bahwa Hira harus kembali hari ini juga. Jika kalian tidak lupa, Sera kuliah di luar jakarta. Dan kejam sekali Harsa karena ia tidak mengijinkannya menginap. Tapi sebagai gantinya, Harsa menyewa mobil beserta supirnya sekalian untuk mengantarnya kemanapun.

"Bisa gak sih lo bujukin suami lo? Pulangnya besok saja, abis ini kita after party." Sera sedang tidak mabuk, dia hanya memesan jus buah yang di campur dengan sayur-, yang sebenarnya Hira ingin muntah setelah mencicipinya.

Tapi ucapannya barusan terdengar tidak masuk akal. After party katanya? Dia baru saja lulus sidang, bukan kelar wisuda. Kenapa tiba-tiba ada after party?

"Jangan terlalu senang dulu, segala ada after party. Mending lo lebih giat lagi deh" Sera mendengus mendengar nasehat dari Cerelia.

"Lagian mas Harsa gak ijinin" Hira sudah meminta izin lagi subuh tadi sebelum penerbangannya jam enam, tapi Harsa memang mau dia pulang hari ini.

Pada akhirnya, Hira benar pulang selepas makan siang itu. Sangat amat sebentar. Hira tertidur di pesawat sepanjang perjalanan dan tiba dirumah sudah gelap.

Harsa pastinya sudah pulang jam segini, Hira melihat pintu rumah tidak tertutup dengan rapat. Maka Hira memutuskan langsung masuk begitu saja, menemukan Harsa yang duduk di meja makan mengusap pelan punggung seorang wanita yang duduk di sebelahnya. Hira tertawa sinis, sampai mengigit bibirnya menahan kesal.

Ia mendekat, dan yang lebih mengejutkan lagi-, yang duduk disana adalah Riska. Wajahnya basah karena air mata, Harsa langsung berdiri dari duduknya menemukan keberadaan Hira.

"Hira? Kapan sampai?" Pertanyaan sampah. Hira tidak menjawab, ia menatap dingin pada Riska yang nampak biasa saja. Tidak terusik dengan kedatangan Hira

"Ngapain lo di rumah gue?" Riska melirik pada Harsa, dengan tampang sombongnya dia kembali menatap Hira.

"Ini rumahnya mas Harsa kan? Yang di bangun buat Hera dulu?" Wow, jawaban yang sangat amat tidak ia duga.

"Riska, ini juga rumah Hira. Saya mengerti kamu sedang ada masalah. Tapi__

"Kamu mau bantu aku kan?" Hira semakin merasa kesal ketika tangan Riska memegang lengan Harsa.

Hira tidak suka situasi ini, ia berbalik kembali rumah. Tetap melangkah cepat meski Harsa terus memanggil namanya.

"Hira, mau kemana?" Tangannya di tahan Harsa, dengan kesal yang berusaha di tahan-, Hira menghempas kasar tangan Harsa dari lengannya.

"Kamu tuh emang gak ada keinginan buat menghargai aku ya?" Hira menatap tajam Harsa yang seperti kebingungan.

"Riska datang karena___

"Aku gak peduli dia punya masalah apa! Kenapa harus kesini?! Kamu tau kan Riska gimana ke aku?! Harus banget kamu duduk berdua usap-usap punggung dia di rumah ini saat gak ada aku?! Kamu bego atau gimana sih?! Menurut kamu etis gak kamu berduaan dengan orang lain di saat istri kamu gak ada dirumah?!" Harsa terdiam, ucapan panjang Hira seolah menghipnotis. Hira tau Harsa marah mendengar ucapannya barusan, terlihat jelas dari rahangnya yang mengeras. Tapi bukan dia yang berhak marah disini.

"Masuk, kita bicarakan baik-baik." Namun meski kesal itu seolah hampir memenuhi hatinya, dengan sisa-sisa sabar yang ada, Harsa masih berusaha berucap pelan dan baik-baik.

FEEL BLUETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang