Lamaran secara resmi sudah di laksanakan beberapa jam yang lalu. Dengan perasaan campur aduk, Hira menyetujui lamaran. Itu tentu atas bujukan semua keluarga termasuk Bunga yang bahkan tidur bersamanya sebelum siang harinya lamaran diadakan.
Harsa kebanyakan diam, pria itu tidak mengeluarkan kalimat apapun kecuali saat di perlukan. Selebihnya ia hanya diam.
Hira paham, Harsa maunya Hera bukan dirinya. Tapi perempuan yang Hira anggap sempurna itu justru pergi entah kemana. Keluarga Harsa seakan tidak ingin menunggu lama-lama, maka pernikahan resmi akan di gelar seminggu dari sekarang. Hira pusing memikirkannya, meski satu sisi hatinya bilang kalau Harsa akan jadi miliknya, tapi tetap saja bukan seperti ini seharusnya. Hira tau kalau Harsa sebenarnya pasti dan masih akan sangat memikirkan Hera yang cara perginya tidak memberikan penjelasan apa-apa. Hira tidak mau suatu hari dia datang dan meminta Harsa kembali, sementara Hira dengan pasti mengetahui bahwa Harsa masih sangat mencintai Hera.
Harsa mencintai Hera, bukan dirinya makanya. Pria itu pasif sekali terhadapnya. Meski setuju dan memohon pada Hira, tetap saja Harsa juga pasti merasa bahwa bukan seperti ini yang ia inginkan.
Hira memandang layar ponselnya, memperlihatkan room chatnya dengan Hera yang isinya penuh dengan pertanyaan dimana keberadaannya. Tapi sama sekali tidak ada jawaban. Ponsel Hera mati, entah kenapa Hira merasa bahwa ini memang telah di rencanakan.
"loh, kok belum tidur"? Bunga masuk dengan niat ingin mengecek putrinya. Akhir-akhir ini Bunga yang memang punya riwayat penyakit asma jadi lumayan sering kambuh, padahal sebelumnya tidak sesering itu.
"belum ngantuk" jawab Hira pendek, ada kesal di hatinya karna justru Bunga meminta menggantikan Hera.
Hera lagi Hera lagi.
Apa kalau Harsa memilih perempuan lain untuk menggantikan Hera, kamu akan baik-baik saja? Hira menggeleng menjawab pertanyaan hatinya sendiri
"bu, emang mbak Hera gak pernah ngomong sesuatu ke ibu"? karna Hera dan Bunga itu sangat dekat, sama dekatnya seperti Hira dan ayah. Tapi ayah sudah tiada sekarang.
Mata Bunga yang memang sudah sayu dan sembab karna kebanyakan menangis menatap sendu pada Hira. Sebenarnya ia juga tidak mau begini, Hira harus berkorban menggantikan Hera padahal anaknya ini pasti punya tujuannya sendiri
"Hera gak ada bilang apa-apa, dia gak ada tanda-tanda apapun" jawab Bunga dengan nada sedih, jujur ia sendiripun kecewa dan malu akan sikap Hera. Bunga merasa di permalukan. Apalagi ia sudah berbangga diri sana-sini untuk pernikahan ini, bahkan depan Hira sekalipun.
Inilah alasan kenapa Hira memilih mengesampingkan kesalnya dulu, karna kondisi Bunga juga tidak memungkinkan untuk menerima kekesalan Hira. Meski keluarga Harsa mengenal dan menerimanya dengan baik, tetap saja Hira merasa aneh. ia tetap merasa sedih
"kamu istirahat ya, besok banyak yang harus kamu kerjain" rencananya, Hira akan pergi bersama Harsa untuk mencetak undangan dan melihat baju pengantin. Keluarga Harsa sengaja mengganti penjahit dan desainer sebelumnya agar Hira merasa nyaman.
Sekalian juga Hira bertemu dengan Sera dan Cerel teman-temannya yang meski dalam lingkungan yang sama tapi jarang berkumpul bersama.
"ibu tidur disini aja" Bunga mengangguk lalu ikut berbaring di samping Hira
_______
Harsa menunggu di ruang tamu tidak selama saat menunggu Hera, Hira tiba dengan pakaian santai. Hanya celana kain hitam dan baju berwarna putih yang bagian depannya ada gambar bunga berwarna hijau.
Dibandingkan Hera, Hira memang lebih natural. Tidak terlalu menggunakan make up bahkan mungkin tidak sama sekali. Tapi tidak bisa di pungkiri, Hira itu sedikit lebih cantik dari Hera. karna Hira memiliki kulit putih alami yang terawat tetap bersinar dan bersih walau tidak pakai makeup berlebihan. Cara berpakaian mereka juga beda, Hera lebih senang pakai rok dan dress karna dia memang feminim. Dari dulu Hira memang terkenal tomboy dan lebih suka pakai celana panjang.
Dan Harsa pikir, ia harus mulai berhenti membandingkan antara Hera dan Hira karna mereka berdua berbeda meski bersaudara. Untuk membuat Hira nyaman, Harsa tidak akan membahas soal Hera walau sampai detik ini ia masih menyisihkan sedikit waktunya untuk mencari Hera. Sama halnya hari ini sebelum kesini, Harsa sempat mampir ke kantor tempat Hera bekerja dan ternyata, Hera sudah berhenti bekerja bahkan jauh sebelum dia kabur. Harsa semakin penasaran sekaligus marah, sebenarnya ada apa? kenapa Hera tidak pernah menceritakan apapun?
"bu, aku keluar dulu" suara Hira menyadarkan Harsa dari lamunannya. Ia ikut pamit pada Bunga yang memang nampak sedang sakit ini. Hera benar-benar melukai hati banyak orang
Sepanjang perjalanan, tidak ada percakapan. Meski mereka dulunya cukup akrab karna pernah bertetangga, nyatanya sejak tau kalau Harsa sudah jadi pacar Hera, Hira memutuskan membuat sedikit jarak. Lagi pula Harsa juga sudah tidak sebanyak bicara dulu waktu mereka masih tetangga.
Tujuan pertama hari ini adalah, mencetak undangan yang desainnya hasil pilihan Hera. Harsa sempat meminta Hira untuk menggantinya kalau mau, tapi karna Hira tidak ribet jadi dia tidak keberatan pakai itu saja. Tinggal ubah nama dan memajukan tanggal saja.
"kuliah kamu sudah semester berapa"? karna Harsa juga paham kalau mereka sudah tidak terlalu dekat sejak Hira SMA. Jadi sekarang Harsa tidak tau jenjang pendidikan Hira sudah sampai mana.
Hira mengumpat dalam hati, ia lupa memikirkan soal kuliahnya. Astaga bagaimana sekarang?
"Hira"? Hira menoleh pada Harsa yang menatapnya sekilas lalu kembali melihat jalan
"semester dua mas" bisa dibilang, Hira masih berada di awal kuliah, karna harus menikah dengannya untuk menyelamatkan nama keluarga masing-masing, Hira jadi harus menikah padahal sarjana saja belum.
"saya janji kuliah kamu gak akan terhambat" Hira mengangguk samar, iya. Hira hanya akan menikah dan bisa menunda anak sampai nanti dia lulus atau punya pekerjaan sendiri, tapi apa Harsa mengijinkan? tidak perlu di tanya, toh dia hanya menggantikan Hera. Setelahnya kehidupan akan kembali berjalan normal. Tidak perlu ada anak karna Harsa hanya mencintai Hera dan bukan dirinya. Mana mau Harsa memiliki anak dengan orang yang tidak dia cintai.
"teman kuliah kamu mau di undang"? mungkin Hira akan mengundang Sera dan Cerelia atau beberapa dosen saja. Karena Hira juga tidak terlalu punya banyak teman di kampus
"beberapa" jawab Hira lagi, ia bingung mau bagaimana membangun komunikasi. Harsa orang baik, Hira tau. Tapi sekarang keadaannya sedang berbeda. Hira tau kalau sekarang saja Harsa pasti menyimpan amarahnya.
_______
Pukul empat sore semua keperluan sudah beres, Hira sudah memilih kebaya sendiri tanpa meminta di jahitkan seperti Hera. Hira adalah orang yang simple, jadi dia memilih rekomendasi kebaya yang di perlihatkan oleh pemilik butik dan meminta ingin memakai itu saja.
"aku turun di kampus aja" Hira sudah ada janji dengan Sera untuk bertemu di restoran ayam cepat saji di depan kampusnya.
"kamu ada kelas"? tanya Harsa sembari membelokkan mobilnya kearah kampus Hira. Demi agar tidak terlalu canggung, Harsa pun sedang berusaha untuk membangun ulang komunikasi pada Hira
"ada janji sama teman, tapi mau ke kampus dulu" Hira tidak tau kenapa harus bohong, mungkin karna Hira merasa Harsa tidak benar-benar ingin tau
"yaudah, jam berapa selesainya? Saya jemput" Hira memandang Harsa tidak percaya, setau Hira kalau tidak salah Harsa itu punya kantor yang ia dirikan sendiri. Selain itu ia juga merupakan dosen di salah satu kampus ternama di kota ini. Dia pasti sibuk. Apalagi menjelang pernikahan begini banyak yang harus diurus sebelum cuti.
"gak usah mas, nanti temen ku aja yang antar aku pulang" jadi sudahlah, Hira tidak mau merepotkan orang
"dia laki-laki"? Harsa bahkan lupa bertanya, apakah Hira punya pacar atau belum? Atau mungkin seseorang yang dekat? atau bisa jadi Hira sudah punya calon suaminya sendiri. Walau di makan malam lalu Harsa juga dengar sendiri kalau Hira tidak punya pacar saat Bunga menyinggung
"perempuan. Namanya Sera" mobil berhenti tepat di depan gerbang kampus. Hira sudah melepas seatbeltnya dan siap turun
"kamu punya pacar"? Hira terdiam beberapa detik, lalu menggeleng. pacar? boro-boro
"aku duluan mas" Harsa mengangguk, ia tidak tau kalau Hira sesantai itu
"kabari saya kalau sudah dirumah"
⭐⭐⭐?
KAMU SEDANG MEMBACA
FEEL BLUE
ChickLitDia itu seperti air, aku tidak bisa tanpanya, tapi juga bisa mati karenanya.