Hira tentu masih ingat Leo, mereka baru bertemu dirumah Bunga tiga hari yang lalu. Hira terkejut ketika Leo mendatangi tempatnya bekerja dan memesan satu cappucino yang dimana ia meminta untuk Hira saja yang mengantarkannya. Maka atas profesionalitas bekerja, Hira yang sedang dalam jam istirahat memilih mengalah.
"Silah__
"Duduk dulu Hira, ada yang mau gue tanyain." Ucap Leo memotong ucapan Hira, Hira hanya menatapnya sekilas dan tidak duduk seperti kata Leo.
"Lo siapa ya? Jangan sok akrab sama gue bisa gak?" Hira tidak suka sekali gayanya, datang seolah mereka adalah teman lama. Kalau dia kenal Hera, ya Hera saja. Kenapa harus sok ramah padanya?
"Gue Leo, temennya Hera. Masa lo lupa" Hira memutar bola matanya
"Mau ngomong apa? Yang cepet aja gue lagi sibuk." Jawab Hira ogah-ogahan. Malas sekali sebenarnya bicara dengan orang sok asik seperti dia.
"Well, sebenarnya gue kesini karena Hera gak bisa di hubungi. Gue datang ke rumahnya juga dia enggak ada, jadi mending lo sekarang telpon dia terus kasih ke gue." Hira menatapnya kesal, gaya santai Leo yang seperti seenaknya menyuruhnya itu membuat Hira muak.
"Lo kalau ada masalah sama mbak Hera, urus aja sendiri! Jangan bawa-bawa orang lain." Ucap Hira, meski ia ingin teriak, tapi harus di tahan karena kafe sedang ramai dan Hira belum ingin di pecat.
"Ok, kalau gitu tolong bilang ke Hera, cepet bayar utang dia atau gue benar-benar bakal ngelakuin apa yang pernah gue bilang ke dia" Hira tidak langsung menjawab, ia memerhatikan penampilan Leo di depannya. Jujur, dia seperti gelandangan. Pakaiannya lusuh, kotor, dan sedikit bau. Rambutnya acak-acakan, ia kurus seperti tidak terurus. Apa-apaan Hera berhutang ke orang seperti dia?
Leo kemudian meneguk minumannya sekali, mengeluarkan uang lusuh dari saku celananya dan meletakkannya di meja.
"Mbak Hera utang sebanyak itu buat apa?" Dan apakah Bunga tau itu? Setau Hira, meski mereka tidak kaya raya. Hidup mereka berkecukupan. Hingga rasanya tidak pantas jika Hera sampai berutang sedemikian banyaknya.
"Hira, uang enggak cuma buat beli barang. Bisa juga supaya rahasia kita tetap aman" lalu Leo pergi dari sana setelah menepuk sekilas bahu Hira.
"Orang gila" ucap Hira mengambil gelas bekas Leo dan kembali bekerja.
______
Selepas jam kerjanya usai, Hira duduk di dalam mobilnya dan mendial nomor Hera yang ia dapat dari Fiona.
Panggilan pertama dan kedua tidak di jawab, hingga Hira memutuskan mengirimkan pesan memberitahu kalau dia Hira dan ingin bicara.
"Mbak?" Ucap Hira ketika Hera mengangkat panggilannya yang ketiga.
Ya? Kenapa?
"Tadi aku ketemu Leo, dia bilang bayar utang mbak cepet, atau Leo bakal__
Itu bukan urusan kamu Hira! Enggak usah ikut campur!
Lalu panggilan di putus oleh Hera. Hira menatap layar ponselnya tidak percaya, dia bahkan belum selesai. Kenapa Hera harus semarah itu? Hira juga menyadari suaranya terdengar panik. Ada apa dengan dia sebenarnya?
______
Hera membanting ponselnya diatas kasur, ini semua gara-gara tindakan cerobohnya. Ia tidak akan berutang uang 200jt dengan pria brengsek seperti Leo andai saja dia tidak ceroboh.
Harusnya itu menjadi mudah andai saja Bunga mau memberikan sertifikat rumah ini untuk ia gadaikan. Tapi Bunga malah menamparnya dan tidak mau ikut campur mengenai hutangnya. Semua tidak akan rumit seperti sekarang andai Harsa sudah menikah dengannya, maka mudah baginya untuk mengambil 200jt saja darinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
FEEL BLUE
ChickLitDia itu seperti air, aku tidak bisa tanpanya, tapi juga bisa mati karenanya.