"udah dua bulan loh ini Hira" Sera datang jauh-jauh dari luar kota setelah beberapa hari lalu Cerelia mengabarkan soal Hira lewat pesan.
Dia tadinya merajuk karena baru di beritahu belakangan. Namun, Hira yang mengabaikannya dan Cerel yang tidak peduli dengan ambekannya itu memilih tidak memperpanjang.
Memang, temannya dua biji ini punya rasa peduli yang kurang.
"Kenapa emang?" Hira menjawab malas, ia duduk diatas sofa yang mengarah pada jendela, menampakkan pemandangan sore hari dari atas apartment.
"Harsa yang brengsek dan kakak lo yang enggak tau malu itu biarin aja, lo juga harus cari bahagia lo lagi mulai sekarang." Sera yang tanpa bisa di cegah begitu marah dengan apa yang terjadi pada Hira.
"Kok lo marah sih? dari awal kan Harsa itu sama Hera." Ucap Hira cuek, itu selalu ia ulang-ulangi di kepalanya agar ia ingat dan bisa sedikit mengontrol dirinya.
"Iya! Tapikan mereka batal nikah gara-gara kakak lo kabur!" Sera menjawab dengan nada emosi
"Udahlah Sera, buang-buang tenaga ngurusin mereka. Mending sekarang gimana kalau kita liburan?" Ucap Cerel, yang rencana ini sudah ia susun jauh-jauh hari. Hira sudah dua bulan tidak kuliah, apalagi ia tau dari Cerelia kalau Harsa sudah kembali mengajar. Hira benar-benar memutus segala akses, ia juga hanya berkomunikasi dengan Fiona soal Bunga, dan tidak pernah datang lagi kerumah. Memang nasibnya terlalu sial. Ia membuat keputusan menggantikan Hera, dan sekarang ia di buang begitu saja. Lalu Hera dan Harsa akan tetap kembali bahagia bahkan sebentar lagi punya anak.
"Kemana? Bali yuk?" Hira berdecak, sekarang sumber pendapatannya hanya beberapa dari sisa uang di rekeningnya dan gaji kecil yang ia dapat hasil bekerja di salah satu kafe teman Cerel. Yang Hira ambil dan terima dari pada kuliah demi kembali memulihkan mentalnya agar tidak terjebak pada masalah itu saja. Bodo amat dengan kuliah, untuk sekarang yang penting hatinya sembuh dulu.
Lalu apa Sera? Bali? Sekarang saja, kalau bukan Cerel yang menampung, dari kemarin dia sudah jadi gembel.
"Lo aja berdua, udah tau gue janda miskin. Lo ajakin ke Bali lagi." Sera tertawa keras, dan Cerelia menutup mulutnya sendiri agar tidak ikut menyemburkan tawa. Bagaimana tidak tertawa kalau cara Hira menyampaikan juga lucu.
"Emang udah ketuk palu?" Kata pengacara yang Hira percayakan sepenuhnya dan tidak ingin muncul menatap Harsa ataupun pihaknya. Perceraian itu sudah selesai urusannya.
Melihat Hira mengangguk, Cerel dan Sera memilih percaya.
"Ke Bali aja yuk, gue bayarin Hira. Cerel bayar sendiri kan dia kaya" Cerel memutar bola matanya di sebut kaya oleh Sera.
"Gue kan kerja, masa baru sebulan udah bolos." Jawab Hira yang sebenarnya memang tidak mau kemana-mana. Ia hargai kedua temannya ini yang berusaha membantu move on dan melupakan masalahnya.
"Izin aja, nanti gue bilangin deh si Athar." Nama teman Cerel yang memberikan Hira pekerjaan memang Athar. Dia teman les Cerel sewaktu smp dan masih akrab karena mereka tetangga.
"Jangan deh, gue enggak enak." Sera dan Cerel memilih diam. Mana bisa juga Hira di paksa.
"Yaudah, lo beneran enggak mau kuliah lagi nih?" Bunga tidak bekerja diluar, tapi harta yang di tinggalkan almarhum ayahnya lebih dari cukup untuk di pakai hingga Hira wisuda.
"Males" Hira menjawab pendek, percuma dia blokir seluruh akses Harsa kalau di kampus ada dia. Hira juga sudah tidak tau apapun lagi mengenai kelanjutan mereka. Harsa dan Hira. Mungkin mereka akan menikah mengingat Hera sedang hamil dan tidak mau anaknya lahir tanpa ayah.
_______
Hira sudah bilang ia tidak pernah lagi pulang dan jarang berkomunikasi dengan Bunga. Tapi malam ini, Bunga memohon melalui panggilan telepon yang sialnya Fiona berikan. Fiona adalah satu-satunya yang tetap Hira hubungi di rumah. Hanya lewat Fiona ia dapat tau keadaan Bunga tiap harinya, tapi malah Fiona membaginya dengan Bunga.
KAMU SEDANG MEMBACA
FEEL BLUE
ChickLitDia itu seperti air, aku tidak bisa tanpanya, tapi juga bisa mati karenanya.