Beberapa hari belakangan, Harsa tau kalau Hira sedang menghindarinya. Hira juga jadi jarang mengeluarkan suara kecuali penting. Jujur saja Harsa menjadi bingung juga kepikiran, apakah tanpa dia sadari ia telah membuat kesalahan yang membuat Hira tidak suka?
Pagi ini Hira bangun lebih pagi dari jumat biasanya. Hampir 2 bulan menikah, Harsa mengamati Hira jarang bangun pagi di hari jumat karena kelasnya akan di mulai di siang hari. Tapi jam 7 pagi Hira sudah duduk di meja makan dengan secangkir black tea kesukaannya
"Kelas kamu mulai jam 2 siang kan?" Kata Harsa tanpa basa-basi, tidak tau saja gadis itu kalau Harsa sudah memegang jadwal kuliah Hira dengan lengkap.
Hira selalu penasaran, dari mana Harsa tau jadwalnya?
"Ada yang bocorin jadwal kuliah ku ke kamu ya?" Harsa menggeleng, ia meraih nasi goreng seafood yang di buat ART-nya
"Mau kemana?" Melihat Hira telah rapi pagi ini tentu membuat Harsa penasaran.
"Ada paket kemarin, aku lupa kasi tau" jawab Hira tidak nyambung, ia lebih ingin membahas paket atas nama Hera yang kembali datang
Paket yang sebenarnya ingin Hira buang saja rasanya, tapi Hira juga penasaran apa isinya. Sayangnya, Hira tidak berani membuka paket itu tanpa izin Harsa
Harsa yang mendengar Hira hanya santai dan tetap mengunyah sarapannya, Hira sampai sebal di buatnya.
"Mas Harsa?" Harsa menatap Hira, mendapati gadis itu menatapnya sengit.
"Saya tanya kamu mau kemana, bukan ada paket atau ngak." Harsa dan ketenangannya itu kadang memang menyebalkan.
"Mau antar Sera ke bandara, dia mau ke Surabaya" jawab Hira malas, ia menyendok nasi goreng ke mulutnya.
"Kenapa gak bilang saya? Gak penting izin saya?" Harsa mengatakannya ringan tanpa menatap Hira
"Ini aku bilang" Jawab Hira yang tidak mau kalah
"Kamu punya banyak waktu semalam, kenapa baru bilang sekarang?" Ya karena Hira masih malu. Ia malu untuk semua kebodohan dan kecerobohannya selama tinggal bersama Harsa. Hira khawatir Harsa akan berfikir betapa ia bodoh juga ceroboh.
Insiden terakhir saat ia di pergoki Harsa berenang sudah membuat Hira berjanji pada dirinya untuk lebih hati-hati. Ya meskipun sebagian dari hatinya mengatakan bahwa Harsa tidak peduli dengan itu. Toh, Harsa juga tidak menaruh perasaan padanya sedikit pun. Lalu kenapa?
Hira menghindari Harsa sejak hari itu, meski mereka sekamar Hira selalu berusaha untuk tidur lebih dulu supaya tidak perlu ada momen dirinya menatap Harsa, Hira bahkan membelakangi Harsa sepanjang malam meski kemudian ia bangun dalam keadaan pegal.
"Ya maaf aku lupa" Hira menjawab cuek
"Lupa kalau punya suami?" Hira tadinya enggan menatap Harsa, tapi ucapan pria itu kenapa semuanya menyebalkan?
"Yaudah aku izin mau antar Sera ke bandara, boleh gak mas Harsa?" Hira memasang senyum manis, memasang ekspresi genit di depan Harsa demi tak memperpanjang masalah.
"Habis itu langsung ke kampus?" Harsa melihat Hira mengangguk, pria itu kemudian mendorong piring kosongnya menjauh.
"Kamu boleh pergi, kabari saya kalau sudah di kampus" Hira mengangguk walaupun belum tentu melakukan permintaan Harsa. Buat apa juga kan?
"Denger gak?" Pria itu memusatkan perhatiannya pada Hira yang juga sudah selesai makan
"Denger mas Harsa" Hira tersenyum lagi, senyum yang hanya 3 detik
Harsa mengangguk kemudian berdiri lebih dulu meraih tas berisi laptop miliknya. Sebenarnya Hira ingin mengatakan sesuatu tapi malu. Bagaimana ya caranya meminta uang pada Harsa? Seperti dugaannya, Hira sangat boros dalam menghabiskan uang pemberian Harsa, sebenarnya masih ada dan Hira bisa mengatakan itu cukup untuk sebulan kemudian, tapi minggu depan Bunga ulang tahun dan Hira sudah punya rencana membeli kado untuk Bunga, tapi uangnya tidak akan cukup.
KAMU SEDANG MEMBACA
FEEL BLUE
ChickLitDia itu seperti air, aku tidak bisa tanpanya, tapi juga bisa mati karenanya.