HIRA.40

22.9K 1.6K 28
                                    

"Cerel"

Cerelia yang sedang fokus memoleskan kutek diatas kukunya-, hanya menoleh sekilas pada Hira. Siang tadi Hira datang ke apartment dengan dalih bosan. Ia belum pulang hingga hari mulai sore.

"Cerel!"

"Apa Hirayaaaaa, ngomong aja gue denger." Tidak lihat kah Hira bahwa dia sedang sibuk?

"Menurut lo masalah gak kalau kita udah nikah tapi belum punya anak" Cerel menghela nafas, apalagi pemicu Hira berfikir begitu.

"Lo nikah belum ada setahun Hira, santai aja sih, di kejar siapa?" Di kejar oleh rasa takutnya sendiri. Rasanya Hira ingin menjauh saja dari keluarga Harsa karena itu tidak baik untuk mentalnya. Tapi ini hanya Riska, Hira harusnya tidak usah terlalu kepikiran. Apalagi Cerel benar, ini belum satu tahun.

"Tapi gimana kalau udah setahun tapi enggak punya juga?" Ucap Hira lagi, membiarkan pikirannya di ketahui oleh Cerel.

"Ya berarti bakal dua tahun, tiga tahun. Enggak papa." Iya itu tidak apa-apa Hira. Sekarang hanya belum, tidak tau nanti. Hira bersandar pada sofa. Sebenarnya ia ingin mengajak Harsa berdiskusi, soal apa yang salah hingga mereka belum punya anak. Tapi sikap Harsa yang seolah tidak peduli itu membuatnya urung.

Atau mungkin memang belum saatnya saja ini di bahas, masih terlalu dini membahas anak diantara mereka. Tapi, tetap saja Hira kepikiran.

"Udah sana pulang, katanya di suruh ke rumah mertua." Oh Hira hampir lupa, andai ia punya alasan. Hira sebenarnya ingin mangkir saja dari pertemuan keluarga ini.

Dirumah orang tua Harsa, karena kebetulan ini adalah ulang tahun pernikahan orang tua Harsa. Tidak ada perayaan, hanya akan ada makan malam biasa. Dheana mengundang Bunga, tapi Bunga menolak halus untuk tidak datang dan lebih memilih menemani Hera.

Andai ada yang mengajaknya naik gunung Semeru sekarang juga, akan Hira iyakan dan benar pergi. Lebih baik mendaki gunung dari pada bertatap muka dengan Riska juga sialnya-, mamanya alias adik dari Dheana juga ada disana.

Hira menolak di jemput Harsa, ia memutuskan naik taksi karena mobilnya di pinjam Cerel, ia juga menolak diantar Cerel karena Cerel itu pengemudi yang lambat.

Sampai dirumah, Hira bergegas ke dapur dan membantu apapun yang sedang Dheana lakukan. Mereka masak lumayan banyak untuk makan malam kali ini.

"Salah Hira, potong dagingnya jangan terlalu tebal." Itu komentar Tessa-adiknya Dheana alias mamanya Riska. Itu bukan komentar pertama, Hira baru lima menit disini, tapi Tessa sudah lebih dari lima kali mengomentari kegiatannya.

"Gak papa, potong dua lagi aja Hira." Dheana yang berdiri di samping Hira membisik pada Hira. Ia sudah peringati Hira untuk tidak usah menghiraukan Tessa karena ia juga tau bagaimana adiknya itu

"Mas Harsa kok belum sampai ya? Bukan katanya tadi udah di jalan?" Riska juga ada disana, dia sedang mengupas kentang berdua dengan mamanya.

"Mungkin masih di jalan" Dheana menjawab, ia mengerti Hira agak tidak nyaman disini. Makanya ia memberikan pekerjaan yang ringan untuk Hira. Ia mengambil alih daging yang tadinya tugas Hira, menukarnya dengan meminta Hira memotong beberapa sayuran.

"Hera gimana keadaannya?" Hira menoleh sekilas pada Tessa, ia tau pertanyaan itu tertuju padanya.

"Udah membaik tante" ya, setidaknya Hera sudah mau makan. Sudah mau minum susu dan minum vitamin. Meski beberapa kali Bunga perlu membujuk. Bunga yang sebenarnya juga kesal pada apa yang dilakukan Hera pada anaknya yang tidak bersalah. Tapi Bunga mengesampingkan itu demi agar anak dalam kandungan Hera tidak kenapa-kenapa. Karena dia tidak bersalah

FEEL BLUETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang