Still, San! - Chapter 9

252 25 1
                                    

Long weekend telah berakhir dengan banyak kenangan yang Nindhy dapatkan.

Nindhy dan Dihyan baru saja sampai di Rumah Dinas Ayahnya setelah mengantar Kakak kedua mereka, Aksa kembali ke tempat dinasnya. Si sulung Gala sudah lebih dulu kembali ke Jakarta sore kemarin dengan pesawat terbang. Nindhy pastinya ikut mengantar ke Ahmad Yani Airport.

Sementara Dihyan, dia akan kembali ke Ksatrian petang nanti.

"Gerahnya ..." keluh Dihyan. Berjalan semakin ke dalam. Sesaat kemudian kembali dengan hanya menggunakan kaos oblong. Sementara bawahannya masih sama.

Nindhy yang duduk di salah satu sofa ruang tamu Rumdis Ayahnya, hanya melirik kemudian fokus dengan handphone di genggaman tangan. Sedang memilah foto terbaik untuk di-upload. Yang nantinya hanya bisa dilihat oleh orang-orang yang masuk dalam close friends-nya di instagram.

Setelah berhasil mengunggah pembaruan story, Nindhy lalu melihat-lihat story teman-temannya dalam menikmati long weekend. Beberapa ia tap tanda suka. Spesial untuk dua sahabatnya, Inu dan Selica, Nindhy menambahkan komentar.

Inuuu ... mau grombyang-nya

Send.

Aduhh sunset-nya kalah indah sama kamu Seliiii🫶🏻

Send.

Merasa cukup, Nindhy menyudahi kegiatannya. Netranya menyapu setiap sisi ruang tamu rumah dinas Gubernur Akmil ini. Sampai akhirnya berhenti di satu titik tak jauh dari sofa tempat Dihyan duduk. Alisnya bergerak, merasa tak asing dengan bingkai foto yang tergeletak terbalik di nakas samping sofa utama.

Nindhy berdiri, berpindah duduk di dekat Dihyan yang fokusnya teralihkan ke gerak gerik adiknya.

"Kenapa, Dek?" tanya pemuda itu.

Adiknya tak langsung menjawab. Nindhy mengambil bingkai tersebut dan menatapnya kemudian. Dan benar. Bingkai tersebut adalah fotonya saat masa kecil dulu. Berpose tersenyum manis dengan rambut berponi dan memakai bandana rajut berwarna oranye. Di dalam foto itu, di bagian paling bawah tertulis sebuah informasi tentang Nindhy.

Nindhy Fadhillah Nayaka
21 September 2006

"Kok fotoku ada di sini?" tanya Nindhy pada Dihyan. "Bang Dihyan ya yang bawa ke sini?" lanjutnya dengan menuduh Dihyan.

"Hah?"

"Jangan hah heh hoh! Ish, Bang Dihyan nyebelin banget deh. Kenapa fotoku di bawa ke sini coba? Ntar kalo ada yang lihat gimana?"

Dihyan semakin tak mengerti, "foto apa sih, Dek?"

Nindhy menunjukkan bingkai foto tersebut pada Dihyan dengan muka masam.

"Foto ini kan selalu aku taruh kamar Bang. Kok tiba-tiba ada di ruang tamu sih. Yang naruh sini siapa coba."

"Ya Abang mana tau, Dek. Orang Abang juga baru ngeh itu bingkai isinya foto kamu. Kamu kali yang naruh tapi lupa. Coba ingat-ingat lagi ..."

Nindhy memberengut. Ia merasa tak pernah membawa foto tersebut ke luar kamar. Foto itu selalu berada di kamarnya. Untuk apa coba dia menaruhnya di ruang tamu. Mana ruang tamu rumah dinas Ayahnya yang pasti selalu ada tamu-tamu sejawat Ayahnya. Belum kunjungan dari taruna-tarunanya.

Demi apa Nindhy tidak ikhlas foto masa kecilnya itu telah dilihat oleh orang yang tidak ia kenal.

"Kenapa sih, Dek? Orang kamu lucu dan cantik gemesin gini. Nggak malu-maluin tau," terang Dihyan. Terus menatap foto masa kecil Nindhy yang menggemaskan. "Lagian tadi kan fotonya ke balik ..."

Still, San!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang