Still, San! - Chapter 10

233 22 0
                                    

Nindhy bercermin untuk melihat tampilannya yang mengenakan pakaian yang telah disiapkan Ibunya untuk acara ramah tamah di Akmil sore ini. So far, terlihat pas di tubuhnya juga nyaman Nindhy mengenakannya. Brokat modern berwarna brown itu terlihat cantik di kenakan Nindhy.

Rambut hitam yang curly di bagian bawahnya juga menambah kecantikan Nindhy. Ia menatap puas penampilannya kali ini. Dan tak sabar untuk bertemu dengan Ketua Umum Persit KCK.

Tak lama, Ibunya—Asmarini, datang untuk meminta Nindhy segera bersiap karena mereka akan berangkat tak lama lagi.

"MasyaAllah ... cantik sekali anak gadis ibu," puji Ibu tiga empat anak tersebut. Mendekat dan menyentuh lengan putrinya.

Rona merah muncul di pipi Nindhy, "terimakasih ibu. Ibu juga nggak kalah cantik. Apalagi pakai seragam persit ini."

"Bisa aja kamu, Nak." Asmarini tersenyum lebar. "Ayo kita berangkat, Ayah udah nunggu di depan," lanjutnya.

Kemudian ibu dan anak itu keluar dari kamar Nindhy di Rumdis Ayahnya. Hadi menyambut dua perempuan yang memiliki tahta tertinggi di hidupnya tersebut dengan senyuman lebar. Semakin lebar begitu melihat wajah Nindhy yang sumringah.

"Sumringah banget itu Bu, anak gadisnya." Hadi menggoda Nindhy.

"Mau ketemu idola loh, Yah, makanya jadi sumringah. Kan Nindhy fans beratnya Ibu Hanny."

Hadi terkekeh, "pantes ya, tumben-tumbenan mau main ke Akmil. Ternyata karena ada Ibu Hanny Sasena."

"Iya dong, Yah. Kapan lagi bisa ketemu langsung sama beliau kalau nggak sekarang.  Ibu nanti tolong bantuin ngomong ke Bu Hanny ya buat foto bareng."

"Kalau nggak lagi ribet ya, Dek." Nindhy mengangguk mengerti.

Mereka pun lalu masuk ke mobil dinas Gubernur Akmil yang sudah siap di halaman Rumdis. Yang akan membawa mereka ke Akademi Milter untuk acara ramah tamah sore hari ini.

***

Akmil sore itu terlihat berlipat kali lebih hidup dengan suasana kekeluargaan dan kehangatannya yang begitu terasa. Para taruna juga taruni, dari tingkat junior sampai senior saling berbaur dan berbincang penuh keakraban. Banyak juga dari para cadet itu mengabadikan momen dengan bidikan kamera. Karena acara ini, para taruna dan taruni diperbolehkan menggunakan ponselnya masing-masing namun dengan batas tertentu.

"Enak banget, Suh, kuenya. Nyesel gue cuma ambil satu. Harusnya lima kalau nggak enam sekalian." Cakra berseru menyesal setelah menyelesaikan kunyahan kue nona manis satu-satunya.

Toyoran langsung Dimas hadiahi pada Cakra. "Malu-maluin lo, Suh! Kaya nggak pernah makan yang enak-enak aja!" seru Dimas, agak sewot.

"Biarin ngapa, Dim, biar seneng tuh bocah alay satu itu," sambung Nanda lalu tergelak bersama Dimas. Mereka langsung ber-high five.

"Lo nyari apaan deh, Suh? Tengok kanan kiri mulu dari tadi."

"Bidadari."

"Asem-asem!!" balas Cakra. Menyesal mengajukan pertanyaan itu ke Adrian. Lebih baik ia menghabiskan sisa-sisa makanan yang tak disentuh oleh kawan-kawannya.

Dimas berdecak seraya menggelengkan kepalanya, "ini lagi! Emang ya kalo lagi jatuh cinta bikin tingkat kewarasannya ilang lima persen."

"Lima persen masing mending ketimbang 50 persen. Alias setengahnya sendiri. Siapa dia? Ya benar paduka Dimas ..."

Cakra hampir tersedak, "buhahahhaa ... mampus kena juga kan lo. Thanks, Yan!"

"Gue nggak belain lo, sorry ..."

Still, San!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang