"Jadi rekanita saya."
Hening. Ucapan satu kali tarikan nafas Adrian membuat Nindhy tersentak. Gadis itu menatap dalam Adrian. Yang ditatap sudah gemetar. Terakhir dia hampir ditampar anak gubernur ini. Lah sekarang, dia main minta Nindhy jadi rekanitanya. Pastinya kalau tidak beneran ditampar ya disiram minuman Nindhy yang sisa setengah itu.
"Bercanda, Dek. Saya cuma mau ngajak kamu ke bioskop, kita nonton, yuk." Daripada salah satu kemungkinan antara ditampar atau disiram terjadi, Adrian lebih memilih menarik ucapannya. Melihat wajah Nindhy yang berangsur-angsur normal, Adrian juga ikutan lega.
"Nggak boleh nolak, ini yang saya maksud nggak gratis. Saya udah bantu kamu, jadi kamu harus bayar, ya ini bayarnya kita nonton. Simple kan?"
Nindhy memutar bola matanya malas. Satu sifat taruna yang sudah sangat Nindhy hafal di luar kepala. "Aku nggak bisa, udah janji sama temenku," jawab Nindhy menghilangkan binar-binar bahagia di wajah Adrian.
"Lain kali aja ..." terusnya. Tak tega melihat Adrian yang seketika lesu akan penolakan tadi.
Meski begitu Adrian tampaknya tidak senang. Wajahnya masih lesu, "padahal saya udah bantu tadi. Sampai teman saya itu yang di pojok, saya tinggal demi bantu kamu. Kok gini balasan kamu?"
Cara terakhir. Adrian yakin kali ini berhasil. Semoga wajah tampannya yang dibuat semelas mungkin mampu menggugah hati Nindhy dan membuat dia akhirnya mengalah.
"Harusnya impas, semalam kamu bikin aku diputusin pacarku. Sampai sekarang aja kamu nggak ada itikad baik buat minta maaf. Jangan kira aku lupa, nggak bakal aku lupain. Jadi udah kita main enak aja, aku bakal maafin kamu karena tadi bantu aku. Tapi aku nggak bisa kalau harus ke bioskop bareng kamu."
"Okey, buat yang semalam saya minta maaf. Saya cuman dapat dare dari permainan truth or dare bareng temen-temen saya. Saya juga nggak nyangka pacar kamu main putusin kamu. Padahal niatnya setelah saya bilang kamu pacar saya itu, saya langsung mau minta maaf. Tapi pacar kamu main pergi, kamu juga ikutan pergi."
Adrian tahu berbohong itu dosa. Tapi ada alasan lain yang mendasari ia bertindak seperti itu semalam. Namun itu tidak bisa Adrian jelaskan sekarang ke Nindhy. Dia cukup tahu bahwa Nindhy juga tidak baik-baik saja meskipun tidak terlihat seperti orang yang baru diputusin pacar.
"Udah ya, saya udah minta maaf. Jadi sekarang kamu harus ikut saya." Nindhy menggeleng kuat. "Kenapa?" tanya Adrian.
"Intinya aku nggak mau. Meskipun kamu udah baik bantu aku, tapi tindakan kamu semalam ... aku nggak bisa terima." Nindhy bersiap pergi. Ia menenteng totebag berisi laptop dan melangkahkan kakinya menjauh, keluar dari cafe.
"Nin?!" Adrian berlari mengejar.
Nanda yang sedari tadi diberi tontonan drama korea versi kearifan lokal itu menghela nafas. "Ck, kenapa pindah lokasi sih? Nggak tau apa gue di sini udah serius nontonnya."
"Si dodol satu ngapain lagi sih itu? Udah gue ingetin jangan aneh-aneh juga."
Taruna satu kamar dengan Adrian itu memutuskan kembali duduk. Dia membuka handphone dan menelepon temannya yang lain untuk menemani dia di sini. Jangan sampai dia dikira taruna gadungan karena sendirian di tempat umum.
***
Nindhy memilih pulang dan meminta Selica untuk menemuinya di rumah. Dia lelah terus berhubungan dengan Adrian. Dan tahu alasan Adrian membuat dirinya dan Haris putus, entah mengapa Nindhy merasa sedikit kecewa.
"Kamu diputusin Haris?"
"Hmm ..." Nindhy hanya bergumam. Selica menaikkan alisnya, tak puas dengan jawaban Nindhy yang hanya bergumam saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Still, San!
General Fiction" ... pacarnya ngambekan, mending sama saya aja, Dek. Taruna loh saya, ganteng, gagah ... kurang apalagi coba?" "Taruna? Iiyeuhh ... sorry nggak minat!" tandas gadis yang dikenal paling ilfeel sama taruna/tentara/polisi/abdinegara. "Alah sok-sokan...