"Gue nggak tahu salah gue dimana," bisik Kris pada Yono yang sedang mengisi udara pada ban motor Djiwa. "Tapi gue masih di musuhin sama Mas Djati sampai sekarang. Berbulan-bulan lamanya," ujarnya. Celingukan kanan kiri. "Bulan lalu dia kumat lagi. Mata gue mau di colok pakai sumpit waktu kita lagi makan mie tek-tek bareng. Terus kemarin, sebelum dia ke Solo ... Mas Djati sengaja banget matiin lampu kamar mandi waktu gue lagi berak."
"Ah, perasaan lo aja kali," sahut Yono, berpindah mengisi angin di ban belakang. "Mas Djati kan tampangnya emang begitu."
"Enggak. Ini bukan soal tampangnya, ini soal akhlaknya. Lo tanya aja sama Boy kalau nggak percaya. Soalnya pas Mas Djati matiin lampu kamar mandi dan ngunciin gue di dalem, Boy juga lihat," ujar Kris ngotot. Sibuk menerka-nerka. "Gue curiga, apa jangan-jangan Mbak Mahika naksir gue ya?" terkanya sesuka hati. "Soalnya Mas Djati selalu kumat begitu tiap kali Mbak Mahi main kesini. Habis bininya balik, gue pasti langsung di bully."
Yono mengernyit, mendongak dengan wajah jijik.
"Ya lo lihat sendiri kan, Mas Djati sensi banget sama gue? Siapa tahu gara-gara itu," tebaknya. "Gini-gini, gue kan lebih muda dari Mas Djati. Nggak menutup kemungkinan Mbak Mahi mau ganti suasana."
"Gue nggak mau menghina ciptaan Tuhan, Kris," desah Yono pelan. "Tapi gue yakin Mbak Mahika nggak rabun. Cewek secantik itu, lo jadi kang ngelap sendalnya aja kurang pantes."
"Kali aja," gumam Kris masih curiga. "Biasanya cewek cakep tuh seleranya emang yang standar-standar," lanjutnya. "Mbak Mahika sendiri buktinya," kerjapnya. "Kita sama-sama tahu secakep apa dia. Padahal kalau mau, Mbak Mahi bisa aja tuh, ngegebet artis kipop dengan muka dan body begitu? Tapi enggak, kan? Dia malah kecantol sama Mas Djati."
"Mas Djati ganteng," sambar Yono, membela bosnya. Ia berdiri, menuntun motor Djiwa kearah lain usai dipastikan kedua bannya terisi angin dengan sempurna. "Dan pekerja keras. Cewek tuh suka sama laki-laki yang pekerja keras."
"Dan calon politikus hebat." Kini Rusdi menimpali. Ia muncul dengan beberapa kawan yang lain, membawa pesanan nasi bungkus untuk makan siang ke meja bersama. "Gue punya feeling Mas Djati bakal ngikutin jejak Pak Saleh."
"Kata gue sih Mas Raffan." Sekarang Karto yang ikut-ikutan menyambar. Ia menata gorengan di piring plastik, di letakkan di tengah-tengah meja.
"Kok nggak ada yang milih Mas Djiwa?" Boy mengernyit. Duduk duluan di kursi. "Gue pegang Mas Djiwa," katanya.
"Mas Djiwa cocoknya jadi pemimpin kita-kita aja." Yono mengambil lap untuk membersihkan tangannya sebelum bergabung duduk. Meraih satu nasi bungkus bagiannya, melanjutkan. "Kalau orang selugu Mas Djiwa kumpul sama gerombolan singa, yang ada dia di mangsa. Emang baiknya Mas Djiwa itu jadi kepala di bengkel kita." Ia membuka bungkus nasinya dan mulai menyendok setelah komat-kamit berdoa.
"Mas Raffan kayaknya yang bakal naik nanti." Karto menambahi, masih ngotot dengan pemikirannya. "Kalian nggak lihat beritanya? Rame banget," bisiknya mendekatkan kepala. "Katanya Mas Raffan bakal nemenin Bapak ke acara kenegaraan di luar negeri. Kan biasanya yang diajak ke acara gituan, dia yang bakal di majuin ke kursi tinggi?" tebaknya.
"Manuver politik emang macam-macam, To. Niat mereka nggak bisa di simpulin dari satu gerakan aja. Ada banyak hal yang bisa berubah di masa depan. Senggol-senggolan di politik itu makanan sehari-hari buat mereka." Rusdi berujar seraya meletakkan satu gorengan di atas nasinya. "Tapi feeling gue masih sama. Kayaknya bukan Mas Raffan deh," gumamnya. "Orang yang paling cocok masuk kandang singa ya sesama singa, bukan elang," imbuhnya. "Ibaratnya hewan, Mas Raffan itu elang. Mas Djati itu singa, nah Mas Djiwa rusanya," katanya. "Mau elang bisa terbang nembus awan pun, kalau dia di kerubungi singa ya kekuatannya nggak akan setara. Sama aja kayak Singa yang di taruh di kandang elang, mau dia raja hutan ya tetep aja dia nggak akan bisa terbang. Ada tempatnya masing-masing."
KAMU SEDANG MEMBACA
Narasi patah hati
RomancePernikahan yang ada di depan mata hancur berantakan dalam semalam. Mimpi, cinta, usaha dan segala hal yang selama ini ia tapaki seolah runtuh bersama dengan pengkhianatan yang ia terima. Mahika tak pernah menyangka hidupnya yang adem ayem akan menca...