Waktu demi waktu berlalu, Aquera menjalani sekolahnya seperti sedia kala walau tambahan kepopulerannya yang kadang menarik atensi murid dan guru di sana. Dia pernah mengikuti lomba membuat karangan pendek dan mendapat juara.
Soal sticky notes itu, Aquera sudah membaca semua tulisan pria itu. Dia semakin di buat jatuh hati. Namun sayang, sudah beberapa lama Aquera menunggu pria itu mengirimkannya lagi pesan, tidak ada sama sekali pesan yang dia terima setelah hari pertama dia kembali sekolah. Bahkan Aquera meminta tolong pada penjaga perpus itu untuk memberitahu pada temannya bahwa Aquera menunggunya membalas pesan yang Aquera simpan dalam buku tersebut. Tapi sama sekali tidak ada balasan apapun. Aquera juga tidak bisa menerka-nerka siapa orang itu, meski Aquera tahu bahwa pria itu masih selalu memperhatikannya. Seperti yang di katakan pria itu di dalam sticky notes berwarna biru langitnya.
'Aku hanya akan melihatmu saja.'
Kini Aquera sudah naik kelas menjadi kelas 11. Dia masih Aquera yang sama seperti dirinya yang berada di kelas 10, Aquera yang selalu baik dan ramah. Tidak sedikit juga orang yang menganggap bahwa keramahannya itu hanya untuk menimbulkan rasa kagum, dan ada juga yang merasa iba karena harus bersikap ramah padahal kadang itu membebaninya. Namun, bagi Aquera, hanya tersenyum pada seseorang yang tersenyum pada kita itu tidak merugikan, tidak juga memberatkan. Hanya yang memberatkan Aquera itu adalah pesan-pesan yang mereka kirim melalui media sosialnya atau pun bentuk surat secara langsung.
Yang Aquera inginkan hanya pria yang memberikannya sticky notes itu. Tidak ada satu pun surat yang tulisan tangannya sama persis dengan pria itu, dan tidak ada satu pun akun sosial media yang memiliki gaya bahasa yang sama persis dengan pria itu. Aquera berpikir bahwa dia sedang dibuat menunggu, dia seakan yakin bahwa akan ada waktu dimana dia bisa bertemu pria tersebut.
"Aquera!" Panggil salah satu murid perempuan di kelasnya. Aquera yang awalnya sedang mengobrol dengan Teresa, Inggit dan juga teman sebangkunya itu pun menengok ke arah suara tersebut.
"Iya?" Sahutnya.
"Dipanggil pak Benny tuh di perpus."
Aquera segera beranjak dari tempat duduknya. "Oke, terima kasih ya." Segera Aquera pergi menuju perpustakaan.
Pak Benny adalah wali kelasnya saat ini, mereka kadang berbicara mengenai sebuah artikel yang suka Aquera buat. Pak Benny sangat mendukung kesenangan anak muridnya itu dan Aquera merasa mendapat dukungan dari gurunya tersebut. Hingga kadang pak Benny sering meminta Aquera untuk mengikuti beberapa perlombaan membuat essay, seperti saat ini.
Aquera tadinya ingin langsung menuju perpustakaan untuk bertemu pak Benny, tapi di pertengahan jalan ada yang mencegatnya dan mengatakan bahwa dia dipanggil oleh kepala sekolah. Dengan itu Aquera lebih dulu untuk menemui kepala sekolahnya.
"Aquera." Tegur wanita baya itu yang menjadi kepala sekolah di sekolahan Aquera. Wanita itu sangat menyukai gadis seperti Aquera yang pintar dan ramah. Itu sebabnya kadang kepala sekolah menyempatkan untuk mengobrol dengan Aquera masalah lomba atau pun pendidikan.
Aquera memberikan salam. "Iya bu." Ujarnya. Aquera di persilahkan duduk di kursi yang berhadapan dengan kepala sekolah, meski terhalang meja kerja kepala sekolah.
"Ada kesempatan emas buat kamu, sekolah daftarin kamu untuk mengikuti lomba membuat esai. Temanya sosial humanity. Itu ma hampang buat kamu." Wanita itu berbicara dengan intonasi yang terdengar bersemangat. Sehingga membuat Aquera juga menjadi ikut bersemangat mendengarnya.
"Saya akan mengikuti lomba itu dan berusaha untuk menjadi yang terbaik."
Wanita baya itu mengangguk setuju. "Saya sudah memberitahukan pak Benny untuk menjadi pembimbingmu."
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm (not) MAMA
Teen FictionAquera mengambil cuti kuliahnya di luar negri untuk pulang ke rumah. Saat berkumpul dengan temannya di sebuah cafee, saat itu ada seorang anak kecil berusia 5 tahunan yang berlari ke arahnya dan memanggilnya dengan sebutan "Mama!" Jelas saja dia ter...