Bab 34 : Rumah singgah

155 16 1
                                    

Keesokan harinya berita panas di sekolah itu kini mengenai Aquera dan Elang yang berdansa di cafe. Ada seseorang yang menangkap foto mereka dan menyebarkannya. Setelah itu, banyak pihak yang mendukung karena mereka terlihat sangat serasi, tapi bukan berarti seluruhnya mendukung hal itu. Ada juga yang beropini Aquera mendapat perhatian Elang karena insiden kecelakaannya dulu yang membuatnya terkenal. Dan menjudge hal itu adalah sesuatu yang memalukan. Karena Elang disini terkenal karena kepintarannya sedangkan Aquera hanya seorang siswi yang tak sengaja populer dan hanya memiliki visual saja.

Aquera tak pernah menggubris hal apapun itu, sebenarnya dia sendiri tidak tahu apa yang mereka bicarakan di belakangnya. Tapi Teresa berbeda, gadis itu karena sering bergabung dalam geng-geng cewe penggosip dia jadi gemas saat mendengar ucapan tak mengenakan dari beberapa teman penggosipnya mengenai Aquera. Dia sudah membuat pembelaan tapi apalah manusia iri seperti mereka pasti akan susah untuk diberi tahu.

Ditambah kini setelah pengumuman pemenang dari perlombaan membuat esai itu yang mengatakan bahwa Aquera dan Elang mendapat juara 2 antar sekolah. Aquera bukannya mendapat nilai positif, dia malah lebih mendapat nilai negatif dari beberapa murid disana yang berpikir Aquera tidak akan mendapatkan juara jika partner kerjanya bukanlah Elang. Atau Elang tidak akan mendapat juara 2 jika mendapat partner yang lebih pintar dari pada Aquera.

Kecaman itu sungguh memuakan bagi teman-teman Aquera yang sudah mengetahui sisi baik dari seorang Aquera.

"Aquera, mending lu jangan deket lagi sama kak Elang deh. Reputasi lu hancur di sini, Ra."

Aquera yang sedang menggambar motor scoopy favoritnya itu terhenti saat mendengar ucapan Teresa yang sedari tadi mendumel karena membaca pesan grup penggosipnya. Inggit sudah beberapa kali mencoba menegur Teresa untuk menghentikan kelakuannya ini dari pada membuat gadis itu darah tinggi tapi sama sekali tidak dihiraukan oleh sahabatnya ini.

"Jika reputasiku akan lebih hancur dari ini karena dekat dengan Elang. Aku tidak masalah." Setelah mengatakan itu Aquera kembali melanjutkan menggambarnya. Dia tidak tahu bahwa ucapannya akan menjadi sebuah penyesalan bagi dirinya suatu hari nanti.

Aquera menengok ke arah jendela di luar. Awan mendung menghiasi langit di siang hari seperti ini. "Hujan?" Gumamnya.

"Tumben hujan." Ujar Teresa melihat keluar, pasalnya sudah beberapa hari ini hujan tidak turun. Dan kini hujan turun cukup lebat karena telah menampung air begitu banyak setelah beberapa hari ini. Orang-orang berlari menuju kelas masing-masing saat hujan mulai turun sangat lebat.

"Mana bentar lagi pulang. Ais." Gerutu Teresa, dia menyayangkan waktu pulangnya jika hujan turun dengan lebatnya, itu artinya dia harus menunggu hujan ini reda terlebih dahulu. 

"Gue minta jemput nyokap gue aja, lu mau ikut?" Tanya Inggit kepada Aquera dan Teresa.

"Maulah. Motor gue simpen aja di sini aman kali, ya?"

"Aku enggak." Ujar Aquera menarik perhatian kedua sahabatnya itu.

"Lu mau hujan-hujanan atau tinggal di sini?" Tanya Teresa sinis kepada Aquera, sebenarnya dia sedikit kesal padahal Inggit sudah memberikan perhatiannya kepada mereka. Tapi Aquera malah menolaknya.

Aquera merasa tidak enak setelah mengatakan hal itu. Dia tersenyum ke arah Inggit dan Teresa. "Terima kasih tumpangannya, aku sudah janji pulang dengan Elang."

Teresa dan Inggit saling melempar tatapan. "Ekhm, yasudah deh. Awas lu kalau sampai hujan-hujanan."

Aquera mengangguk dan terseyum hangat seperti biasanya. Teresa sebal karena itu dia jadi tidak bisa marah lama-lama kepada Aquera.

I'm (not) MAMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang