Bab 26 : Atensi

147 19 1
                                    

Selama ini di sekolahnya Aquera hanya siswi biasa yang tidak terlalu mencolok. Hanya di kenal oleh beberapa guru dan teman sekelasnya saja. Di kelas dia menjadi anak yang pintar dan ramah, itu sebabnya tak ada yang dapat di benci dari gadis sepertinya.

Namun, berita kecelakaannya mudah sekali menyebar di lingkungan sekolah, ada beberapa murid kelas lain dan juga semua guru yang penasaran dengan dirinya. Dari mulut ke mulut tersebarnya identitas Aquera yang membuat hampir seisi sekolah sekarang tahu keberadaannya di sekolah itu. Ada yang menyayangkan karena tidak mengenalnya sebelum ini, tentu saja itu karena mereka seakan baru saja menemukan berlian di tumpukan kaca karena Aquera merupakan gadis yang cantik, yang bisa saja menjadi incaran seluruh siswa disana.

Selama satu bulan Aquera izin sakit, dia tidak tahu saat dia tidak ada, ada banyak yang membicarakannya. Sampai kini dia saat berjalan masuk ke dalam kelas, teman sekelasnya langsung menyambutnya dengan gembira seakan tokoh utama mereka telah kembali lagi. Aquera merasa senang. Ya, siapa juga yang tidak senang mendapat perlakuan baik dari orang lain.

Saat masuk ke kelas, yang pertama memeluk Aquera pastilah Teresa. "Yaampun gue kangen banget sama lu, Aquera."

Aquera meringis. "Padahal kemarin kamu membantuku menyiapkan perlengkapan sekolah."

Teresa melepaskan pelukannya, gadis itu tiba-tiba tertawa renyah. "Pokoknya habis ini lo harus gue pantau selama di sekolah." Ujar gadis itu meletakan kedua tangannya di pinggang.

Aquera hanya tertawa kecil, merasa lucu dengan tingkah sahabatnya ini. Kemudian berlalu untuk berjalan menuju bangkunya yang berada di barisan ke dua dekat dengan jendela yang mengarah ke koridor.

Banyak teman Aquera yang langsung menyerbu Aquera dengan pertanyaan. Mereka semua menanyai kondisi Aquera saat ini, bahkan mereka menghalangi Teresa yang ingin duduk di samping Aquera.

"Ih kalian minggir dulu, gue mau duduk di samping Aquera." Kesal Teresa mencoba mendorong beberapa temannya. Namun, murid-murid itu tak memperdulikannya bahkan mereka malah menggoda Teresa, membiarkan gadis itu merasa diabaikan.

"Aquera tangan lu apa udah bisa digerakkan? Kemarin masih di gips padahal." Tanya salah satu murid di sana, dia mengingat kondisi Aquera yang saat itu belum siuman. Sangat memprihatinkan.

Aquera mengangkat tangan kanannya lemah. "Lukanya tidak terlalu parah, hanya retakan kecil saja. Aku hanya jangan beraktivitas yang berat, untuk menulis tak masalah."

Beberapa murid di sana meringis ngilu. "Aku gak mau bayangin tanganku yang patah." Celetuk murid perempuan itu.

"Siapa juga yang mau heh." Balas murid lain.

Pembicaraan mereka berakhir saat guru yang mengajar hari itu masuk ke kelas. Yang menarik perhatiannya pertama adalah keberadaan Aquera.

"Aquera apa sudah sembuh?" Tanya guru perempuan tersebut dengan lembut. Aquera membalasnya dengan mengangguk dan tersenyum.

Pelajaran pun di mulai. Aquera kembali mengikuti pelajaran di bangku miliknya selama ini, duduk bersama salah satu murid perempuan di kelasnya. Untuk Teresa, gadis itu duduk dengan murid laki-laki yang terbilang nerd. Dan Inggit duduk dengan perempuan yang menjadi ketua kelas di sana. Mereka sengaja tidak duduk satu bangku, itu karena mereka berpikir mereka harus berbaur dengan yang lainnya. Tidak selalu berada di zona nyaman yang hanya berteman dengan itu itu saja.

Jam pelajaran pun kini diganti dengan jam istirahat. Banyak murid yang pastinya berbondong-bondong menuju kantin untuk makan siang.

Begitu juga Aquera yang dengan cepat di ajak menuju kantin oleh Teresa. Gadis itu merangkul tangan Aquera dengan posesif karena takut sahabatnya itu lebih dulu diajak ke kantin oleh temannya yang lain. Sedangkan Inggit mengikuti Teresa dari belakang.

I'm (not) MAMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang