Bab 8 : Anya

210 23 0
                                    

Pukul 12 siang, waktu untuk istirahat bagi pegawai kantoran seperti Anya. Meski dia masih magang di perusahaan tersebut, namun atasan di kantornya tidak membabukan anak magang seperti dirinya, dia diperbolehkan mengambil jam istirahat, pulang, dan libur sama hal dengan pegawai di sana.

"Anya, simpan dulu berkas itu. Kita makan siang." Ajak pegawai wanita yang di tempatkan di divisi yang sama dengan Anya. Dia adalah rekan kerja Anya.

Anya yang sedang berkutat di depan layar komputer itu pun mendonga, dia lalu melihat ke arah jam tangannya. "Ah. Sepertinya aku tidak ikut makan siang." Jawabnya, lalu dia berdiri dari kursinya tersebut.

"Ada rencana lain?" Tanya rekan kerja yang lain, seorang pria.

Anya tersenyum. "Aku akan makan siang dengan anakku." Sengaja, dia tidak menutupi bahwa dia memiliki seorang anak, apalagi pada pegawai pria, dia tidak suka di dekati oleh mereka.

Rekan kerjanya itu mengangguk paham. "Yasudah, kami duluan. Jika kamu ingin bergabung, datang saja ke kantin." Anya hanya mengangguk sopan, setelah itu rekan kerjanya segera pergi dari ruangan tersebut menuju cafetaria kantor mereka.

Anya berencana untuk menjemput Aluka dari sekolahnya, lalu mengajak anak itu untuk makan siang bersama, setelah itu mengantarkannya pulang.

Sekolah Aluka lumayan jauh dari kantornya, namun tidak apa, dia pergi ke sana menaiki taxi. Sebelum itu, Anya mengabari Erlangga terlebih dahulu untuk memberitahukan bahwa tak usah menjemput Aluka, biarkan dia saja yang melakukannya. Tanpa menunggu balasan dari ayah Aluka tersebut, Anya segera menyimpan handphonenya kembali ke dalam tas miliknya.

Setelah sampai di sebuah taman kanak-kanak dimana Aluka bersekolah di sana, Anya segera turun dari taxi dan berjalan menuju gerbang sekolahan tersebut. Memang tidak terlalu besar, namun taman kanak-kanak ini sangat diminati karena taman bermain mereka yang terlihat menyenangkan. Tepat saat Anya sampai di depan pintu kelas, kelas itu bubar dan anak-anak segera berlari menuju orang tua mereka masing-masing. Anya menunggu Aluka untuk segera menampakan dirinya.

Namun sampai murid terakhir keluar dari kelas, tidak ada tanda-tanda kehadiran Aluka. Akhirnya Anya memutuskan untuk bertanya pada salah satu guru di sana.

"Maaf, bu, apa Aluka masuk sekolah?" Tegurnya sopan pada guru wanita yang baru saja hendak keluar dari kelas.

Otomatis langkah guru wanita itu terhenti. "Ibunya Aluka? Ah, Aluka sudah pulang sedari tadi."

"Di jemput oleh siapa ya kalau saya boleh tahu?"

"Sebenarnya bu, bukan di jemput tapi diantar oleh salah satu guru. Memang sedari pagi anak itu murung di kelas, dan tiba-tiba menangis minta di antar ke rumah mamanya. Kami guru-guru sebenarnya bingung karena Aluka menyebutkan Mama bukannya ibu, apalagi saat ini anda sebagai ibu Aluka datang menjemput dan tidak tahu keberadaan Aluka. Apa kami salah mengantar Aluka pada Mamanya? Mohon maaf yang sebesar-besarnya." Guru itu memohon maaf, dia tidak merasa heran kenapa Aluka memiliki dua ibu, mungkin saja itu masalah keluarga mereka.

Sedangkan Anya sudah membatu di tempat. Aluka kadang memanggil mama pada beberapa wanita, namun itu hanya sesaat, seperti dia ada maunya saja memanggil wanita itu sebutan mama. Namun, yang satu ini kenapa sampai menangis ingin bertemu mamanya itu. Terakhir kali Aluka memanggil mama kepada Aquera. Apa sungguh Aluka saat ini sedang bersama Aquera?

"Ah. Saya pergi duluan bu." Anya segera berpamitan dan pergi dari sekolah tersebut. Dia merasakan rasa cemas, bukan khawatir kondiri Aluka. Ntahlah, hatinya merasa tak enak.

Sambil menunggu taxi lewat, Anya mengeluarkan handphone yang berada di tasnya. Dan melihat ada pesan dari Erlangga, balasan dari pesannya sebelumnya. Yang mengatakan bahwa Aluka sedang bersama Aquera, dan pria itu mengetahuinya setelah seorang guru menghubunginya.

I'm (not) MAMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang