Kabar di terimanya lamaran Gus Zidan oleh Ayana sudah tersebar cepat, seisi pondok pesantren Al-hikmah mulai heboh. Ummah Aini dan Ashilla juga sangat senang begitu Gus Zidan dan Abah Yai pulang memberitahu jawaban dari Ayana.
Ashilla yang memang sangat menginginkan Ayana menjadi kakak iparnya langsung menelepon Ayana saat mendengar semua itu.
Ummah Aini memeluk Gus Zidan memberikan ucapan selamat beberapa kali seraya menangis haru.
Ini sudah hari ke tujuh setelah lamaran itu, keluarga Gus Zidan dan Ayana sudah sepakat akan mengadakan pernikahan dua bulan lagi. Sekarang ndalem sedang ramai oleh beberapa santri yang membantu membuat beberapa jenis kue, untuk para tamu yang akan datang ke kediaman Abah Yai Muzaki nantinya.
Sedangkan untuk hidangan makanan, Gus Zidan akan memesan dari restorannya melalui Gus Malik. Begitu pun dengan kue dan makanan untuk seserahan semua sudah di handle Gus Zidan dan Gus Malik.
"Mas, sudah beli mas kawin?" tanya Ummah Aini setelah meletakkan satu piring berisi kue kering di hadapan Gus Zidan, dan Gus Malik.
"Belum Ummah, Zidan belum sempat mencarinya," ucapnya.
"Sini Ashilla saja yang beli sama Mbak Ayan, sekalian membeli barang untuk seserahan juga kan?"
Ashilla tiba-tiba saja muncul dengan tangan yang terulur di depan wajah sang kakak.
"Apa ini tangannya kenapa begitu?" tanya Gus Zidan.
Ashilla berdecak. "Sini. Berikan kartu ATM Mas Zidan, biar Shilla sama Mbah Ayana yang belanja,"
"Iya mas kasih saja. Lagian Mas juga sibuk kan?"
"Betul," sahut Ashilla.
Ummah Aini menggelengkan kepalanya, sedang Gus Malik terkekeh pelan. "Ingat lho dek kamu jangan macam-macam dengan kartu Mas,"
Ashilla memutar kedua bola matanya, mendengar ancaman sang kakak. "Iya, iya. Paling aku gesek buat beli jajan sama makan hehe,"
"Kamu tuh dek, ada-ada aja,"timpal Ummah Aini.
Gus Zidan berdiri, mengeluarkan dompet dari saku gamis jubah yang di kenakannya. Lalu mengeluarkan sebuah kartu dari dalam sana, "Ini, belikan apa pun keperluan untuk seserahan Mbak Ayana nggih. Kamu boleh jajan sama makan juga, tapi sama Mbak Ayana. Ngerti dek ?"
Ashilla mengangguk senang, merampas kartu itu dari tangan Gus Zidan. "Siap kapten!"
Semua orang tertawa, merasa terhibur dengan sifat ceria dan hebohnya si bungsu Al-Hikmah ini. "Ah, apa saja yang harus kami beli Ummah?" tanya Ashilla menatap sang Ummah.
"Pakaian lengkap, sampeyan ngerti ndak ?"
Ashilla mengangguk. "Paham Ummah. Lalu apa lagi?"
"Mas kawin bagaimana Mas?" Ummah Aini beralih menatap sang putra yang masih berdiri.
"Jangan dulu Ummah. Nanti Zidan mau coba cari sendiri," kini ia menatap sang adik.
"Pokoknya dari atas rambut sampai ujung kaki. Kamu harus membeli itu nggih. Termasuk skincare, dan alat mandi. Mukena juga," paparnya.
"Siap Bos! Shilla akan minta Mbak Ayana bertemu. Ummah ndak mau ikut?"
Ummah Aini menggeleng, lalu mengusap pucuk kepala putrinya yang terbalut hijab hitam mustatd dengan cadar hitam. "Ndak. Ummah sudah tua, ndak kuat berjalan memutari Mall. Kamu sama Mbak Ayana nanti hati-hati ya, kabari Mas atau Ummah jika sudah sampai,"
Ashilla mengangguk, lalu memeluk Ummah Aini. "Siap Ummahku yang ayuu," Ashilla kemudian terkekeh saat sang ibu mencubit pipinya dengan gemas.
****
Kini Ashilla dan juga Ayana sudah tiba di sebuah Mall besar di kota jogja. Ashilla menghubunginya beberapa saat lalu, dan mengajaknya pergi ke Mall, setelah itu ia berangkat mengemudikan mobilnya ke kompleks pondok Al-Hikmah dan bertemu dengan Ashilla.
"Ayo Mbak. Pertama-tama, kita pergi ke toko baju!" ujarnya dengan sangat antusias.
Ayana hanya mengikuti Ashilla, keduanya menaiki eskalator yang membawanya ke lantai atas. Lalu langkah kaki keduanya berjalan mencari toko pakaian muslim dengan nama brand terkenal.
"Mbak, ayo pilih baju yang Mbak sukai," ucapnya setelah keduanya masuk ke toko pakaian tujuan mereka.
"Hah?" Ayana bertanya bingung. Ia berkata dalam hati, kenapa Ashilla memintanya memilih baju? Batinnya.
"Mbak ndak niat belanja lho Shill. Mbak kan kemari cuma mau mengantar kamu," ucapnya.
Ashilla menghela napas lalu menatap Ayana, wanita yang akan menjadi kakak iparnya dalam waktu dekat. "Mbak. Shilla minta antar kesini tuh bukan Shilla yang mau belanja. Tapi Shilla belanja untuk Mbak, di suruh Mas Zidan. Untuk barang seserahan nanti," papar Ashilla.
Seserahan?
Ah, wajah Ayana tiba-tiba bersemu. Ia dan Gus Zidan akan menikah dalam waktu dekat, ia tidak menyangka jika akhirnya ia akan bersanding dengan kakak dari sahabatnya ini.
"Lha. Mbak Ayana malah senyam-senyum sendiri," gumamnya seraya menggelengkan kepala.
"Mbak. Mbak Ayana!" seru Ashilla yang akhirnya berhasil menarik atensi Ayana yang semula sibuk dengan lamunanya.
Ayana berdeham, "Tapi ini mahal lho dek," entah mengapa Ayana memiliki ide untuk memanggil Ashilla dengan panggilan 'dek'.
Kedua mata Ashilla melebar, seolah tidak percaya dengan apa yang barusan di ucapkan calon kakak iparnya ini. "Apa? Mbak panggil Shilla apa barusan?"
Ayana mengulum senyum seraya melangkah melihat-lihat model pakaian yang di pajang pada beberapa manekin. "Kenapa? Kamu kan memang nantinya menjadi adik Mbak juga. Kamu tidak suka?"
Ashilla menggeleng, mana mungkin ia tidak suka. Bahkan, jika ia tidak malu ia ingin berteriak senang seraya memeluk Ayana. "Suka. Suka sekaliiii. Mau peluk Mbak, tapi malu hehe," perempuan dengan cadar hitam itu terkikik, memang dirinya ini super random.
"Jadi, mau pilih yang mana Mbak?" Tanyanya yang mengekori Ayana.
"Ini mahal lho dek. Mbak mau pilih satu yang paling murah,"
"Kenapa cuma satu? Masa nanti isi seserahannya Mas Zidan cuma ada satu pakaian saja. Gapapa Mbak, beli dua, atau tiga.," sarannya.
Ayana melotot, seraya menggeleng. Astaga, calon adik iparnya ini benar-benar tidak paham situasi. Oke tidak apa-apa jika memang mereka berbelanja di pasar biasa, ia mungkin akan membeli dua atau tiga pakaian. Tapi ini Mall, mereka ke store sebuah merk pakaian muslim ternama, bahkan yang paling murah saja untuk satu setnya, di bandrol lima ratus ribu.
"Dek. Kamu jangan ngawur ah, ndak satu saja sudah cukup."
Ashilla menggeleng. "No! Beli tiga, atau Shilla ndak mau bertemu Mbak lagi,"
"Dek. Ini mahal lho, Mbak ndak mau boros-boros ah, apalagi ini pake uangnya Mas Zidan. Belum apa-apa masa Mbak sudah--"
Ucapan Ayana terhenti saat Ashilla sudah membawa tiga buah abaya dengan warna berbeda, dan juga kerudung. Wanita itu bahkan langsung membawanya ke kasir, Ayana benar-benar pusing.
"Mau bayar cash atau debit, Mbak?" tanya sang wanita muslimah yang bekerja sebagai kasir.
"Debit!" seru Ashilla, ia langsung mengeluarkan sebuah kartu pemberian Gus Zidan dan memberikannya.
"Mbak, boleh minta tolong cek saldo ATM juga ndak?" Ashilla mengabaikan Ayana yang tengah menarik lengan bajunya, sebagai bentuk protes.
Sang kasir tersenyum, "Boleh Mbak. Sebentar ya, tolong masukkan pin-nya Mbak," ucapnya.
Ashilla menekan beberapa angka yang menjadi pin ATM milik sang kakak.
"Baik kak. Jumlah saldonya ada 200 juta,"
Hah?
Mata Ashilla dan Ayana kompak melotot mendengar angka yang di sebutkan oleh Mbak kasir itu.
"Dek ... " Bisik Ayana lirih.
Ashilla mengangguk. Setelah menyelesaikan pembayaran, ia menarik Ayana untuk pergi ke tempat lain, ia berniat menguras habis uang sang kakak, mwehehehe
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA DALAM DIAM [TERBIT] ✓
RomanceAyana Kaifiya Hanifah bercerai dengan suaminya di usia pernikahnnya yang ke-6 tahun, hanya karena belum kunjung di beri momongan. Azka suaminya berselingkuh dan menghamili wanita lain dengan dalih ingin bisa memiliki keturunan, dan parahnya lagi hal...