"Mbak Ayana,"
Ayana berdeham saat Gus Zidan berada di hadapannya. "Oh, inggih Gus. Ada apa?"
"Saya yakin Ummah dan Abah sudah memberitahukan semuanya saat di dalam,"
Ayana mengangguk. Pikirannya masih bertanya-tanya apakah Gus Zidan menginginkan menikahinya karena titah Abah, atau karena memang dirinya sendiri yang menginginkannya?
Ah, tentu saja pasti titah dari Abah Yai. Mana mungkin Gus Zidan menginginkannya untuk menjadi istri?
"Sudah Gus,"
Gus Zidan menatap lekat Ayana yang tengah menunduk dengan memilin jemarinya. "Kenapa Mbak Ayana terlihat ragu?"
Ayana kembali menunduk. Hatinya mendadak terisris pedih. Pikirannya terus berkelana tanpa arah, ia takut kedepannya akan kembali terluka.
Melihat Ayana yang tak kunjung menjawab, Gus Zidan kembali bersuara. "Saya serius Mbak. Saya sendiri yang meminta kepada Abah untuk meminang Mbak Ayana," tuturnya, seolah tahu salah satu yang tengah di pikirkan Ayana.
Tanpa sadar, air mata Ayana mengalir seraya menatap Gus Zidan yang berdiri sekitar beberapa centi di hadapannya.
"Mbak Ayana .... " Gus Zidan merasa tercubit melihat Ayana menangis. Ia berpikir, apakah Ayana tidak menginginkan pinangan darinya?
"Gus, enam tahun pernikahan saya dengan Mas Azka, saya tidak bisa memberinya keturunan. Itu sebabnya saya--"
"Ayana. Hey. Sejak saya memutuskan menjatuhkan hati kepada sampeyan, itu artinya saya sudah siap menerima semua apa pun mengenai sampeyan Mbak."
Gus Zidan mengusap wajahnya dengan sedikit kasar. "Mbak, saya tida peduli jika nantinya kita hidup tanpa anak. Asalkan sampeyan tetap sehat, dan menemani saya seumur hidup, itu tidak masalah untuk saya,"
"Saya mencintai kamu karena itu kamu Mbak. Saya mencintai kamu tanpa tapi. Saya mencintai kamu sampai rasanya sesak sendiri karena cinta saya yang terlalu besar." kini Gus Zidan dan Ayana sama-sama meneteskan air mata.
Ungkapan cinta Gus Zidan membuatnya terharu. Namun ia masih takut untuk menuju ke jenjang pernikahan. Ia juga dulu pernah terbuai dengan ungkapan janji manis mantan suaminya dan berakhir kecewa. Ia di campakkan, di tinggalkan setelah bosan.
Ia tidak mau gagal lagi.
"Gus, njenengan tidak mengerti--"
"Inggih, saya memang tidak mengerti, dan tidak mau mengerti apa pun yang saat ini mengganggu pikiran kamu. Saya akan tunggu jawaban kamu, saya mengerti kamu pasti butuh waktu sendiri. Apa pun jawaban kamu nantinya, saya akan menerima dengan lapang dada,"
Ayana menyeka air mata di wajahnya. "Bagaimana jika nantinya saya menolak?"
Gus Zidan menghela napas, "Ya saya tetap akan menghargai apa pun keputusan Mbak Ayana. Jika memang saya tetaplah bukan jodoh Mbak, saya bisa apa? Semuanya sudah Allah tulis dalam garis takdirnya,"
"Gus ...."
Gus Zidan mengangguk, berjalan mundul sebanyak tiga langkah. "Semoga perjalanan Mbak Ayana besok aman, dan selamat sampai ke tujuan. Semoga Mbak Ayana menghubungi Ummah atau Abah sesegera mungkin,"
Ayana mengangguk, "Inggih Gus. Saya permisi. Assalamualaikum,"
Gus Zidan tersenyum tipis, "Waalaikumsallam," Gus Zidan menatap punggung Ayana yang kian menjauh, senyum di wajahnya luntur, wajahnya berubah sendu. "Saya bohong jika saya akan berlapang dada jika kamu menolak saya Ayana. Saya juga tidak tahu akan seperti apa jadinya hidup saya jika kamu menolak saya,"
Tapi, bagaimana pun ia tetaplah manusia biasa. Meskipun pada akhirnya ia harus kembali terluka, bukankah ia harus tetap berusaha melapangkan dada?
"Mbak, saya ikut cemas. Bagaimana jika sampai akhir kita tidak di takdirkan untuk bersama?"
*****
Sudah satu minggu, keluarga Gus Zidan belum mendapatkan kabar apa pun dari Ayana. Setiap malam Gus Zidan tak henti-hentinya berdoa agar di permudah dalam segala hal, termasuk perihal jawaban Ayana nanti.
Gus Malik dan Ning Khilma menikah hari ini, senyum merekah dari kedua mempelai yang baru saja mengucapkan ijab kabul beberapa menit lalu. Ia turut berhabahagia meski hatinya masih dilanda cemas menunggu jawaban dari Ayana yang tak kunjung datang. Kini saatnya ia dan Ashilla naik ke atas pelaminan mengucapkan selamat kepada kedua mempelai.
"Gus, Ning. Selamat ya," ucap Ashilla seraya memberikan dua buah kado, darinya dan juga Gus Zidan.
"Selamat nggih Gus, Ning. Di tunggu Malik juniornya," kekehnya.
Pasangam yang baru menikah itu terkekeh mendengar guyonan dari Gus Zidan, sementara Ashilla sudah pamit menghampiri teman-temannya setelah memeluk Ning Khilma, dan mengucapkan selamat.
"Sampeyan iki Gus. Baru selesai akad lho, sudah langsung di suruh buat Malik junior. Ya saya ndak bakal nolak Gus," Gus Malik tertawa bersama Gus Zidan.
Sedangkan Ning Khilma, sang istri hanya menggelengkan kepala seraya mencubit pinggang Gus Malik uang sudah sah menjadi suaminya.
Gus Malik meringis, "Aduuh, aduuh. Nggih ampun Ning, saya bercanda kok. Ya ndak mungkin minta sekarang, paling nanti malam ya siap sampe subuh," Gus Malik kembali meringis karena istrinya kembali mencubit pinggangnya, lalu mereka semua tertawa.
"Sampeyan juga cepat menyusul nggih. Biar nanti anak kita bisa jadi bestie."
Gus Zidan mengangguk, "Amiin, doakan saja Gus,"
"Gus, bagaimana? Apa sudah ada jawaban?" tanya Ning Khilma.
Gus Zidan menggeleng. "Belum Ning. Saya bahkan sudah pasrah jika akhirnya lamaran saya di tolak,"
Gus Malik menepuk bahu Gus Zidan. Memberi kekuatan untuk sahabatnya tersebut. "Sing sabar Gus. Serahkan semuanya kepada Gusti Allah yang maha mengatur segalanya,"
"Inggih Gus. Masalahnya, jika sampai benar-benar di tolak, mungkin saya ndak tahu apa yang ajan terjadi pada saya nantinya,"
"Astagfirullah Gus. Istighfar," Ning Khilma menyahut dengan sedikit sebal. "Istighfar Gus. Sampeyan ndak boleh berburuk sangka sama Gusti Allah,"
Gus Zidan tersenyum samar, beruntung saat ini tamu undangan tengah menikmati hidangan jadi suasana di pelaminan tidak begitu ramai.
"Gus, kami tahu sampeyan sudah lelah menunggu, namun bukankah Gusti Allah sudah mengingatkan bahwa setiap kesulitan akan ada kemudahan. Tidak ada penantian yang sia-sia Gus, sampeyan harus selalu ingat Gus," Ning Khilma kembali mengingatkan. Melihat wajah Gus Zidan yang penuh putus asa, ia merasa sangat prihatin.
"Nggih. Saya akan selalu ingat itu. Saya juga ingat jika saya harus pasrah jika Ayana menolak saya," ia lantas menepuk bahu Gus Malik. "Sekali lagi selamat menempuh hidup baru nggih. Saya pamit Gus, Ning. Kado dari saya tadi sudah ya dengan Ashilla. Assalamualaikum,"
"Inggih Gus. Waalaikumsallam," jawab Ning Khilma, dan Gus Malik bersamaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA DALAM DIAM [TERBIT] ✓
RomanceAyana Kaifiya Hanifah bercerai dengan suaminya di usia pernikahnnya yang ke-6 tahun, hanya karena belum kunjung di beri momongan. Azka suaminya berselingkuh dan menghamili wanita lain dengan dalih ingin bisa memiliki keturunan, dan parahnya lagi hal...