Beberapa bulan kemudian ....
Kehidupan Azka dan April setelah menikah dan memiliki anak yang berusia kurang lebih delapan bulan, mereka hidup bahagia tinggal di sebuah rumah kontrakan sederhana dengan biaya perbulannya sebesar lima ratus ribu rupiah.
Azka sendiri masih bekerja di sebuah toko matrial dengan gaji seminggu lima ratus ribu. Mereka hidup berkecukupan bersama dengan Ibu Zahra yang menumpang hidup bersamanya dan juga April.
Azka begitu menyayangi Akbar, putranya.
Sampai suatu hari, rumah kontrakan mereka kedatangan seorang tamu. Kebetulan Azka, dan Zahra sedang tidak ada di rumah. Hanya ada April, dan sang putra yang sedang tertidur di senuah kasur lantai.
Kedua mata April melotot melihat siapa orang yang masuk ke dalam rumahnya. Terlebih pria itu mengunci pintu dari dalam.
"Mas Haris? Sedang apa kamu di rumahku Mas?"
Pria bernama Haris itu tersenyum miring. "Ck, ck. Jadi selama ini kamu tinggal di kontrakan kumuh seperti ini bersama suamimu?" Haris menelusuri setiap sudut rumah ini dengan kedua matanya, dan bibir yang tersenyum remeh.
"Sayang sekali. Seharusnya kamu saat itu tidak pernah menolak menikah denganku,"
April mengepalkan kedua tangannya. "Pergi dari sini!" usirnya.
Haris tertawa. "Kenapa? Apa aku tidak boleh menjenguk anakku sendiri?" Haris berjalan mendekat kepada April yang mulai terlihat panik.
"Ja--jangan sembarangn ya Mas! Akbar adalah putraku dan Mas Azka!" April menekan rasa takutnya menghadapi sosok pria yang tengah mengintimidasinya.
"Hm, benar begitu?"
April semakin merasa terintimidasi. "Pergi kamu!"
Haris kembali tertawa. "Hm, bagaimana bisa pria mandul itu memiliki anak. Kamu pikir, aku tidak tahu apa-apa?"
Wajah April semakin memucat. "Da--darimana kami tahu?"
Tanpa mereka berdua sadari, ada yang menguping permbicaraan mereka dari luar.
"April ... April. Aku tahu, kamu sudah mengincar Azka dari lama, dari sejak ia masih memiliki istri. Surat hasil pemeriksaan itu juga sengaja di ubah, kan?"
"Ja--jangan membual--"
Haris kembali tertawa, seraya memainkan rambut panjang april. "Aku tahu semuanya sayang. Termasuk kamu yang menjual diri untuk mendapatkan uang yang akan di gunakan untuk menyual seorang perawat agar mengubah hasil pemeriksaannya. Azka mandul, dan kamu mengubahnya menjadi subur. Bukan begitu?"
April bergetar di tempat, kakinya seolah tidak bisa bergerak. Bahkan saat anaknya yang berusia genap 1 tahun itu menangis, ia tidak bergerak sedikit pun. Haris yang menekannya di dinding dingin dengan cat yang terkelupas itu benar-benar membuatnya ketakutan. Ia berpikir, dari mana pria bajingan ini tahu semua rahasia yang selama ini di tutupnya rapat-rapat.
“Kamu bahkan tidur dengan salah satu dokter untuk memperlancar usahamu,” Haris mendekatkan wajahnya hingga hidung mereka bersentuhan. “Masih mau mengelak jika bayi itu bukan anakku?”
Sementara itu orang yang menguping dari pintu rumah kontrakan itu mengepalkan kedua tangannya.
“Bajingan! Pergi dari sini,”
“April ku sayang. Kamu pikir bisa lepas dariku begitu saja? Hanya aku pria yang mau menerima wanita yang menjijikkan sepertimu ini.”
“Satu hal lagi yang membuatku semakin enggan melepaskan wanita licik sepertimu. Kamu pandai merancang skenario, padahal setelah berhubungan dengan Azka kamu—“
BRAK!!
Pintu bercat coklat itu terbuka lebar, mengejutkan April yang dapat melihat siapa yang baru saja masuk ke dalam rumah, sedangkan Haris dengan santainya berbalik dan menatap orang yang baru masuk itu dengan senyum penuh kemenangan.
“Ma—mas Azka. Mam—mama,” napas April tercekat.
PLAK!!
Sebuah tamparan melayang ke wajah April, itu tamparan dari Zahra dengan wajah yang merah padam, ia menatap sang menantu dengan jijik.
"Kurang ajar! Dasar wanita tidak tahu di untung! Bisa-bisanya kamu menipu kami hah!" Belum puas menampar April, Zahra mendorong tubuh April dengan kasar hingga terjatuh ke lantai.
Haris tertawa. "Wanita ini memang pantas mendapatkan semua itu ibu Zahra. Dia telah menipu kalian."
Ibu Zahra semakin murka saat Haris menceritakan jika sehari setelah April dan Azka melakukan kesalahan April datang kepadanya setiap malam, dan melakukan hubungan suami-istri tanpa adanya ikatan pernikahan.
Azka sama sekali tidak bersuara, atau melarang ibunya menyakiti April. Bahkan saat Akbar di gendong oleh Haris, ia sama sekali tidak bereaksi. Ia terlalu kecewa, dan marah kepada dirinya sendiri. Bisa-bisanya ia tertipu oleh wanita licik ini, dan meninggalkan Ayana yang jelas-jelas tidak bersalah sama sekali.
Justru yang selama ini bersalah adalah dirinya. Ayana tak kunjung mengandung juga karena dirinya yang mandul. Azka tergugu, mengingat kata-kata dan kalimat kasar yang ia dan sang ibu katakan terakhir kali pada Ayana, sampai akhirnya mereka harus berpisah.
April memeluk kaki Azka. "Mas. Mas tolong jangan percaya apa yang di katakan oramg itu Mas. Akbar--Akbar adalah anak kita Mas ... Akbar anak kita ... " April meraung mencium kaki Azka.
"Ayo lakukan tes DNA!"
Bagi April, ucapan Azka bagaikan petir di siang bolong yang menyambar dirinya.
"MAS!!" April berteriak.
Ibu Zahra hanya terdiam, sementara Haris tampak tersenyum semakin lebar.
"Kenapa? Kamu keberatan? Jika memang Akbar anakku, seharusnya kamu tidak perlu panik dan berteriak seperti itu."
April menggeleng, ia menangis di kaki sang suami. "Tidak. Mas, tolong jangan lakukan itu. Akbar sudah jelas--"
"Setelah apa yang ku dengar tadi, bukankah ini memanglah keputusan yang tepat? Kita akan tahu apakah pria itu yang berbohong, atau kamu yang berbohong."
"MAS!!"
Berat sekali bagi Azka mengambil keputusan ini. Ia menatap Akbar yang berada dalam gendongan pria yang ia ketahui bernama Haris itu, benar wajah keduanya sangat mirip.
“Oke. Kita lakukan tes DNA. Antara anda, Saya, Akbar, dan juga April,” Haris kembali menyahut, membuat April semakin meraung memohon agar Azka tidak melakukan pemeriksaan itu.
“Saya akan mencarikan rumah sakit terbaik. Kalian tidak perlu khawatir tentang biaya, saya yang akan melunasi semuanya,” paparnya, lalu ia beralih menatap Azka yang tengah menatap Akbar yang mulai tenang di gendongannya. “Apa anda bersedia untuk melakukan tes kesuburan ulang?”
“Mas Haris!” April lagi-lagi menyela.
Zahra meraih tangan putranya, ia sepenuhnya tidak menerima pernyataan bahwa putranya yang selama ini bermasalah. Azka juga tampak terdiam beberapa saat, selain tes DNA bukankah hasil pemeriksaan kesuburannya juga perlu, sebagai penguat bukti dan cara agar ia mengetahui semua kebenarannya.
“Ya. Saya bersedia,” akhirnya Azka memutuskan untuk melakukan pemeriksaan.
April sendiri sudah menangis.
“Baik. Hari ini juga kita bisa melakukannya,”
Azka mengangguk.
Haris menatap April. “Saya akan mengamankan wanita ini serelah mendapatkan sampel rambutnya. Kalian berdua jangan pikirkan apa pun, sopir saya akan menjemput kalian nanti untuk ke rumah sakit."
Azka dan Zahra hanya mengangguk.
Lalu muncul seorang pria yang menyeret April. “Mas Azka. Tolong Mas, jangan percaya ucapannya. MAS AZKA!!”
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA DALAM DIAM [TERBIT] ✓
RomanceAyana Kaifiya Hanifah bercerai dengan suaminya di usia pernikahnnya yang ke-6 tahun, hanya karena belum kunjung di beri momongan. Azka suaminya berselingkuh dan menghamili wanita lain dengan dalih ingin bisa memiliki keturunan, dan parahnya lagi hal...