CDD-17 [AKAD]

18.4K 964 17
                                    

Hari yang di tunggu akhirnya tiba, MUA yang akan merias sang calon mempelai wanita sudah datang setengah jam sebelum subuh. Sesuai rencana, akad nikah akan di laksanakan pukul 8 pagi, dengan perasaan yang berdebar dan penuh haru Ayana yang sudah selesai di rias tak berhenti memilin jemarinya seraya menunduk, ia gugup setengah mati. Padahal dulu saat akan menikah dengan Azka ia tidak segugup ini.

Arak-arakan rombongan mempelai pria sudah tiba, di sambut dengan sambutan dari MC acara pernikahan mereka yang membuatnya semakin gugup. Sebentar lagi, ia akan menyandang gelar istri dari seorang Gus Zidan, pria yang dua tahun lebih tua darinya.

Gus Zidan Aksa Narendra. Pria yang insyaallah akan menjadi pelabuhan terakhirnya.

Ia sedikit terkejut saat pintu kamarnya di buka, dan memunculkan sosok Budhe Shafira dan Ashilla masuk ke dalam kamarnya. Ia nyaris menangis jika saja Budhe Shafira tidak mencegahnya, "Jangan menangis nak. Budhe senang, kamu akan menikah dengan orang yang insyaallah akan membimbingmu di dunia dan akhirat, nanti," Budhe Shafira menggenggam kedua tangan sang keponakan yang tampak dingin. "Gugup, hm?"

Ayana mengangguk kaku. "Budhe, maaf ya jika selama Ayana tinggal dengan Budhe, ada sikap dan perbuatan Ayana yang menyakiti Budhe, dan juga Pakdhe,"

Budhe Shafira menggeleng, menarik selembar tisu untuk menyeka air mata yang hendak meluncur dari kedua mata Ayana. "Kamu iki bicara apa to nduk? Kamu juga anak Budhe. Ndak perlu meminta maaf segala, sudah nggih jangan menangis," ucapnya seraya memeluk Ayana.

Ashilla tersenyum haru, ia juga sama seperti Budhe Shafira yang terlihat cantik oleh riasan, Mbak Ayana yang sudah menjadi bestie setianya, menjadi kakak iparnya hari ini setelah sang kakak mengucap ijab kabul.

"Mbak Ayana. Masya Allah, cantik sekalu," pujinya.

Ayana tersenyum, seraya melambaikan tangannya meminta Ashilla untuk mendekat, setelah Budhe Shafira melepaskan pelukannya. "Masyaallah, kamu juga cantik sekali,"

Ashilla tersenyum lebar dan mengangguk. "Rasanya gimana Mbak, sebentar lagi sah menjadi istri orang?"

Ayana tersenyum tipis, "Luar biasa Shill. Padahal ini bukan pernikahan pertama Mbak, tapi kok rasanya berbeda kali ini," ucapnya, wajah cantiknya semakin terlihat berkali-kali lipat lebih cantik hasil polesan tangan sang MUA.

"Mas Zidan juga semalaman gelisah terus Mbak. Semalaman suntuk menghafalkan ijab kabul bersama Abah," ucapnya yang ikut duduk di sofa panjang bersisian dengan Ayana.

Tak lama suara MC kembali terdengar, "Ini prosesi yang sangat di tunggu-tunggu, acara inti yakni prosesi ijab kabul yang akan di bimbung oleh bapak penghulu, di saksikan oleh saksi nikah, wali dari mempelai wanita yang di wakilkan dengan wali hakim," ucap MC yang memimpin acara.

Ayana semakin gugup, Ashilla menggenggam tangannya memberi kekuatan. Demi apa pun rasanya jantungnya akan meledak karena sangat gugup sekarang.

"Saudara Muhammad Zidan Aksa Narendra bin Kyai Muzaki, saya nikahkan dan kawinkan anda dengan Ayana Kaifiya Hanifah binti alm. Ahmad Yusuf. Yang walinya telah mewakilkan kepada saya untuk menikahkannya dengan anda, dengan mas kawin tujuh puluh gram emas, uang sepuluh juta rupiah, serta seperangkat alat shalat di bayar tunai!"

"Saya terima nikah dan kawinnya Ayana Kaifiya Hanifah binti Alm. Ahmad Yusuf, dengan mas kawin tersebut, di bayar tunai!"

"Bagaimana saksi, Sah?"

"SAH!!"

"Alhamdulillah .... "

Kalimat tahmid yang terucap menandakan bahwa prosesi ini selesai, di lanjutkan dengan doa pernikahan. Ayana yang masih berada di dalam kamar memeluk Ashilla dan menangis di pelukan sang adik ipar, "Selamat inggih Mbak," ucap Ashilla yang juga ikut senang dan terharu bersamaan.

"Ning, Budhe titip Ayana dulu sebentar nggih? Budhe mau mendampingi Gus Zidan untuk ke kamar Ayana dan menjemputnya," ucapnya.

Ashilla mengangguk, pelukan mereka terlepas, sang MUA langsung merapikan kembali riasan di wajah Ayana sebelum sang calon suami masuk.

Ayana tidak berhenti mengucapkan syukur kepada sang pencipta, seraya meminta ingin pernikahannya kali ini sampai akhir hayat.

Ashilla sudah mendapatkan pesan dari sang Ummah, jika Gus Zidan sebentar lagi sampai, para Mua dan tim rias bergegas keluar, begitu pun Ashilla. Kini di kamar yang sudah di hias rapi itu hanya ada Ayana seorang diri yang menunggu pria yang sudah sah menjadi suaminya itu datang menjemputnya.

Tok...tok...

Ayana memejamkan mata, saat pintu kamarnya terketuk dari luar.

"Masuk!!" serunya, seraya mencoba menghilangkan kegugupannya dengan memilin jemarinya.

Cklek!

Pintu kamarnya terbuka. "Assalamualaikum Yaa Babar Rahmah," suara Gus Zidan mengalun indah memasuki indera pendengarannya. Jantungnya berdebar kencang, dadanya berdesir mendengar alunan indah dari suara sang suami.

"Wa'alaikumussallam Yaa Sayyidal Amiin,"

Gus Zidan tersenyum lebar, dengan kedua mata yang berkaca-kaca saat sosok cantik Ayana mendekar menghampirinya dan menyalami punggung tangannya dengan penuh khidmat. Dua insan yang pertama kali bersentuhan itu merasa sangat terharu, dan berdebar.

Gus Zidan mengusap pucuk kepala Ayana yang di balut kerudung yang di buat sedemikian rupa oleh sang perias. Ia mengucapkan doa kebaikan untuk pernikahan mereka. Setelah itu ia mengecup kening sang istri cukup lama dengan memejamkan mata dan buliran air mata yang meluncur dari kedua kelopak matanya.

Rasanya bahagia. Sangat bahagia, perjuangan, dan rasa sakitnya selama ini terbayar tuntas hari ini. Doa-doa yang ia panjatkan akhirnya terkabul, Ayana orang yang diam-diam ia sebut dalam setiap doanya kini telah menjadi miliknya.

Gus Zidan melepaskan kecupannya pada kening Ayana, ia menghapus air mata yang mengalir di wajahnya, lalu membelai pipi Ayana dengan sangat lembut, seolah takut menggoresnya.

Ayana juga sama, hatinya berdebar tiba-tiba saja air matanya mengalir dengan deras. "Kenapa?" tanya Gus Zidan lembut.

Ayana hanya menggelengkan kepalanya, rasanya jika ia membuka mulut air matanya akan keluar semakin deras.

"Saya senang sekali, sampai rasanya ingin menangis,"

Ayana hanya mendengarkan, karena ia juga merasakan hal yang sama.

"Boleh saya peluk kamu?" tanyanya.

Ayana mengangguk, sekali lagi ia merasa terharu karena di perlakukan dengan sangat istimewa oleh Gus Zidan, suaminya.

"Boleh? Saya ingin peluk kamu sebentaaar saja, sebelum kita kembali di panggil untuk penandatanganan dokumen,"

Ayana mengangguk, dengan air mata yang masih mengalir di kedua matanya. "Inggih Gus,"

Gus Zidan memeluk tubuh Ayana, meletakkan kepalanya pada bahu Ayana wanita yang resmi menjadi istrinya, siapa sangka Gus Zidan menumpahkan tangisnya di bahu sang istri.

CINTA DALAM DIAM [TERBIT] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang