CDD-6 [PERJODOHAN GUS ZIDAN]

17.9K 872 3
                                    

"Assalamualaikum,"

"Waalaikumsallam" jawab Ummah dan Abah.

Ketika Gus Zidan sampai disana, keluarganya tengah makan siang, dan ada Ayana juga disana. "Wah, masih ingat pulang Mas?" sindir Ashilla yang membuat Gus Zidan mendelik, dan berjalan cepat ke arahnya, lalu dengan gemasnya ia menarik pipi Ashilla hingga wanita muda itu terpekik dan merengek kesakitan.

"Mas. Sudah toh, kasian adekmu. Kamu ini kebiasaan sekali," tegur Ummah Aini.

Gus Zidan melapaskan tangannya dari kedua pipi Ashilla yang memerah karena ulahnya, dan sebagai balasannya Ashilla memukul tangan sang kakak dengan keras, sehingga Gus Zidan tertawa seraya mengusap tangannya yang baru saja di pukul Ashilla.

"Ummah lihat. Shilla pukul Mas!" adu Gus Zidan kepada sang ibu.

"Mas Zidan duluan lho Ummah," Ashilla turut mengadu, ia tidak terima jika dirinya yang di salahkan.

Abah Yai dan Ummah Aini hanya menggelengkan kepalanya. Dua anaknya ini selalu bertengkar jika berada di sati tempat. "Sudah. Kalau dua-duanya di rumah, pasti bertengkar terus," ucap Abah Yai Zaki.

"Makan dulu Mas," titah Ummah Aini.

Senentara itu Ayana terdiam melihat Gus Zidan yang tadi tertawa, sejak kedatangannya kemari, ia tidak  sedikit pun melihat senyum atau tawa Gus Zidan seperti dulu. Hari ini akhirnya ia melihatnya, meski pun tawa dan senyum itu bukanlah untuknya.

"Mbak Ayana ayo tambah lagi ya," ucap Ummah Aini.

"Sudah cukup Ummah," balasnya.

Kemudian semuanya kembali makan dengan khidmat, walau sesekali Ashilla merengek karena sang kakak beberapa kali menjahilinya.

Ummah dan Abah Yai meminta Gus Zidan untuk ke ruang tamu duduk bersama, karena ada yang ingin mereka bicarakan.

"Mbak, ayo bergabung juga,"

Ayana menggeleng, "Ndak ah. Mbak mau kembali ke asrama saja. Kamu juga bukannya ada kelas setelah ini?"

"Iya. Shilla sudah menitipkan tugas kepada salah seorang siswi hehe," kemudian ia menarik Ayana untuk bergabung ke ruang tamu, mau tidak mau Ayana akhirnya menurut.

Kini semuanya tengah berkumpul di ruang tamu, Ayana merasa asing sendiri karena ia berada disini hasil paksaan Ashilla yang 'Kepo' dengan apa yang akan di bicarakan Ummah dan Abahnya.

"Mas," Ummah Aini membuka topik lebih dulu.

"Dalem Ummah,"

"Apa ndak ada satu pun perempuan di hati Mas?"

Gus Zidan sudah tahu kemana arah pembicaraan ini, ia tersenyum menyembunyikan rasa perih di dadanya. "Lho, lho. Kenapa mendadak bertanya seperti itu Ummah?" candanya.

"Tinggal jawab saja Mas," sahut Abah Yai, yang kali ini sepertinya tidak tertarik dengan candaanya.

"Iya kenapa sih serius sekali suasananya?" imbuh Ashilla, yang merasa tidak nyaman dengan suasana yang tampak tegang ini. Namun, seperti Gus Zidan, ucapannya juga tidak di hiraukan disana.

"Bisa jawab dulu Mas?" tanya Ummah Aini.

Gus Zidan tidak lagi tertawa, sebenarnya ada Ummah. Orang itu Ayana, saya mencintai Ayana Ummah.

Ia sempat beradu tatap dengan Ayana dalam beberapa detik, sebelum akhirnya ia mengepalkan tangan yang berada di atas pahanya. "Ndak ada Umah," toh, percuma juga ia mengataman mencintai Ayana yang notabene nya adalah orang yang mustahil ia gapai atau miliki.

Abah Yai Muzaki menghela napas lega. "Begini Mas. Mas masih ingat kan, beberapa waktu lalu Abah dan Ummah pergi ke kudus?"

Gus Zidan mengangguk. "Inggih Abah,"

"Kami sempat mampir ke rumah K.H Abdullah, beliau ingin menjodohkan Ning Khilma putrinya, dengan sampeyan Mas," papar Abah Yai.

Hening, baik Gus Zidan, mau pun Ashilla tidak ada yang berbicara.

Gus Zidan sibuk sendiri dengan pikirannya. Ia jelas terkejut dengan apa yang di sampaikan oleh sang ayah.

Dijodohkan?

Apa ini jawaban dari setiap do'a saya? Allah ingin menghapuskan perasaan saya kepada Ayana memalui perjodohan ini?

"Bagaimana Mas?" Ummah Aini menginterupsi.

"Mas, sampeyan sudah mengenal Ning Khilma. K.H. Abdullah meminta sampeyan untung Ning Khilma. Piye Mas?"

Gus Zidan terdiam beberapa saat, hatinya lagi-lagi merasa teriris, apakah menikah dengan Ning Khilma adalah keputusan yang tepat untuk melupakan Ayana, meski pernikahannya nanti berjalan tanpa cinta?

Tapi jika begitu, itu artinya ia akan menyakiti perasaan Ning Khilma dan juga keluarganya. "Ngapunten Ummah, Abah. Saya minta waktu untuk berpikir, dan meminta petunjuk selama satu minggu. Apa boleh?"

Ummah Aini tersenyum kepada anak sulungnya, "Boleh Mas. Boleh,"

"Inggih, Bagaimana pun nanti sampeyan yang akan menjalani rumah tangga."

"Matur nuwun ummah, Abah,"

"Sama-sama Mas,"

Gus Zidan tersenyum. Pada akhirnya, saya tetap harus melepaskan kamu Ayana.

*****

Entah siapa yang mulai menyebarkan rencana perjodohan antara Gus Zidan dan Ning Khilma dari kudus. Para abdi ndalem, dan santriwati yang bertugas piket di ndalem juga mulai ramai membicarakan perihal tersebut.

“Saya pikir, Ustadzah Ayana yang akan menikah dengan Gus Zidan. Mengingat bagaimana sayangnya keluarga Ndalem. Ternyata ustadzah Ayana hanya sebatas mengajar saja disini menggantikan Ustadzah Arini yang tengah cuti,”

“Iya benar. Padahal Gus Zidan dan Ustadzah Ayana cocok. Tapi, Ning Khilma dan Gus Zidan sudah dekat sejak kecil ,”

Beberapa santriwati yang bertugas memasak di dapur Ndalem mulai saling berbisik. Tanpa tahu jika sosok Ayana yang hendak ke kamar Ashilla karena hendak mengambil ponselnya yang tertinggal itu justru mendengar ucapan para santriwati tersebut.

Sekarang Ayana mengerti. Maksud dari ucapan Gus Zidan tempo hari. Siapa sangka, baru saja di pikirkan sosok Gus Zidan muncul berdiri beberapa langlah dari hadapannya. Gus Zidan menghentikan langkahnya untuk menatap Ayana. Namun, Ayana hanya mengangguk pelan lalu berlalu meninggalkannya begitu saja.

Jadi, ini sebabnya Gus Zidan meminta untuk menjaga jarak?

Kenapa rasanya sedikit nyeri.

Ayana memegang dadanya yang terasa nyeri entah karena apa. Tapi desiran itu datang setiap kali ia memikirkan Gus Zidan. Ia juga tidak.mengerti mengapa demikian, apa karena ia dan Gus Zidan sudah dekat sejak dulu, dan saat mereka berjarak seperti ini ia merasa kehilangan?

Sementara itu Gus Zidan mematung di tempatnya menatap sosok Ayana yang berjalan ke arah kamar Ashilla. Ah, Ayana pasti juga sudah mengetahui tentang perjodohan ini kan?

Tentu saja, karena kabar ini begitu cepat tersebar. Gus Zidan tersenyum getir, tampaknya hanya ia yang merasa tertekan, sementara Ayana terlihat biasa-biasa saja.

Gus Zidan menghela napas, lalu menatap lantai yang di pijaknya. "Sampai akhir pun, perasaan saya tidak pernah terbalas. Ayana, saya tidak tahu harus bagaimana lagi melupakan kamu," lirihnya, tanpa siapa pun yang bisa mendengar.

Gus Zidan yang selalu terlihat ceria, ramah, dan penuh senyum diam-diam terluka sendirian.

CINTA DALAM DIAM [TERBIT] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang