CDD-30 [KEBAHAGIAAN KELUARGA NDALEM]

14.6K 725 11
                                    

Gus Zidan benar-benar menuruti semua kemauan Ayana, mampir ke pasar malam membeli jajanan yang di inginkan sang istri. Bukan hanya itu saja, ia juga menuruti Ayana untuk berjalan-jalan sebentar melihat keseruan orang-orang yang hilir mudik membeli barang-barang, dan melihat permainan-permainan anak kecil yang tampak sangat menyenangkan.

Beruntung, pasar malam itu berjarak cukup dekat dengan sebuah musholla, jadi ia dan Ayana bisa melaksanakan shalat maghrib disana, sebelum melanjutkan perjalanan menuju ke pondok.

"Sudah sayang?" Gus Zidan menghampiri Ayana yang duduk di teras musholla seraya menjinjing tas berisi mukenah yang sengaja di bawanya dari rumah.

"Sudah Mas," ucapnya.

Gus Zidan mengulurkan tangan, membantu Ayana berdiri. "Masih mau jajan ndak sayang?"

Ayana menggeleng. "Ndak Mas. Sudah cukup kok,"

Gus Zidan mengangguk, berjalan dengan tangan saling menggenggam. "Hm, kita pulang ya?"

Ayana mengangguk. "Ndak sabar mah kasih tahu Ummah, sama Abah tentang ini hehe,"

"Ashilla sih pasti yang paling heboh," timpal Gus Zidan.

Keduanya lantas tertawa, dan mulai memasuki mobil, mereka sepakat untuk pulang dan segera memberi tahu perihal kehamilan ini kepada keluarga ndalem.

Sepanjang perjalanan di penuhi oleh obrolan yang tiada habisnya. Gus Zidan sendiri menikmati Ayana yang hari ini begitu manja kepada, menceritakan segala kesehariaannya sampai tak terasa keduanya kini berhenti untuk membeli sate sesuai keinginan Ayana.

Setelah pesanannya selesai, Gus Zidan kembali melajukan mobilnya masuk ke dalam gerbang kawasan pondok pesantren, sebelum akhirnya turun dengan membawa banyak jajanan keinginan Ayana.

"Assalamualaikum .... " keduanya mengucap salam saat tiba di ruang keluarga. Kebetulan keluarga ndalem tengah berkumpul.

"Waalaikumussallam," Abah Yai Muzaki, Ummah Aini, dan Ashilla menjawab bersamaan.

Ayana dan Gus Zidan menyalami punggung tangan kedua orangtua mereka.

"Waah apa itu Mbak? Banyak sekali?" Sejak tadi sebenarnya, mata Ashilla fokus menatap ke tangan Gus Zidan yang menjinjing beberapa plastik berisi makanan permintaan Ayana.

Ayana terkekeh. "Jajanan Mbak hehe. Kamu mau dek? Ada crepes, bakso bakar, sama telur gulung,"

"Waahh Mauuu. Boleh mbak?"

"Walaah kamu iku kalau makanan aja langsung cepet," Gus Zidan menyahut. Meletakkan plastik makanan itu di atas meja ruang keluarga. "Satenya mau di makan sekarang sayang?" tanyanya.

"Iya mas. Nanti ya saya ambil pir--"

"Ndak usah. Kamu duduk saja, biar Mas yang ambil,"

Ashilla menyenggol bahu Ayana pelan, menggoda kakak ipar yang di perlakukan sangat romantis oleh Gus Zidan.

"Walah, main darimana toh? Bawa banyak jajanan segala," ucap Ummah Aini.

Ayana terkekeh pelan, "Dari pasar malam Ummah,"

"Pasar malam? Jauh nduk darisini?"

Ayana mengangguk. "Lumayan ummah hehe,"

"Kenapa kok kencannya sebentar?" Goda Abah Yai Muzaki.

Ayana hanya tersenyum tipis, "Terima kasih Mas," ucapnya seraya mengambil dua buah piring dari tangan Gus Zidan.

Gus Zidan membantu Ayana memindahkan dua porsi sate ke dalam piring. Lalu memberikannya kepada Ummah Aini dan Abah Yai Muzaki satu porsi, sementata satu porsinya lagi untuknya dan Mas Zidan.

Ashilla? Jangan di tanya, anak itu tengah sibuk memakan jajanan bawaan dari kakak iparnya.

"Owalah, opo toh repot-repot beliin sate untuk Ummah dan Abah,"

"Ndak apa-apa Ummah," sahut Ayana.

"Abah, Ummah. Mumpung kebetulan semuanya sedang kumpul, ada sesuatu yang Zidan, dan Ayana beritahu,"

Ummah, dan Abah Yai menatap sang putra dengan tatapan penuh tanya. Karena tiba-tiba suasana menjadi sangat serius. "Ada apa Mas?"

"Apa Mas sudah beli rumah baru?" tanya Abah Yai.

"Bukan Abah," Gus Zidan memberi kode kepada istrinya.

Ayana mengangguk, yang lagi-lagi mengundang tanya pada benak sang pengasuh pondok pesantren Al-Hikmah ini.

Ayana mengeluarkan dua buah testpack dan foto hasil USG di atas meja. "Selamat Ummah, dana Abah akan punya cucu," ucap Ayana dengan senyum yang mengembang.

Ummah Aini dan Abah Yai Zaki tentu sangat senang mendengar kabar bahagia ini. Ummah Aini bahkan langsung memeluk dan mengecup kening Ayana penuh sayang. Kabar bahagia ini juga di sambut penuh suka cita oleh Pakdhe dan Budhe dari Ayana.

Semuanya tampak antusias menanti cucu pertama mereka lahir.

Gus Zidan juga lekas mengabari Gus Malik perihal kehamilan Ayana yang hanya berjarak dua minggu dari kehamilan Ning Khilma.

Kebahagiaan benar-benar menyelimuti keluarga Ndalem saat ini.

"Nduk, kalau kenapa-napa nanti panggil Ummah atau Shilla nggih?"

"Inggih Ummah," Ayana benar-benar bersyukur mendapatkan mertua sebaik Ummah, dan Abah Yai Muzaki.

Belum lagi adik ipar yang juga sangat baik, dan tidak pernah membuat perkara.

Ummah Aini kembali memeluknya. "Masyaallah, jaga kesehatan ya nduk. Sekarang kamu sudah berdua, jadi nutrisinya harus terpenuhi,"

"Inggih Ummah,"

Sama seperti Ummah Aini yang berbahagia, Abah Yai juga sama. Ia menepuk bahu putranya, "Selamat nggih Mas. Harus lebih siaga sekarang, cinta sama sayangnga sampeyan jangan pernah berkurang ke Mbak Ayana, kalau bisa di tambah. Karena jadi ibu hamil itu ndak mudah,"

"Inggih Abah,"

Shilla juga tidak mau kalah, ia ikut memeluk Ayana bersama sang ibu. "Asyiik-asyiik Shilla jadi aunty!!"

"Kamu kapan mau nyusul dek?" tanya Ummah Aini, seraya terkekeh pelan.

Mendengar itu, raut wajahnya langsung berubah. "Ummah sama Mas Zidan sama saja. Shilla masih mau jadi anak Ummah sama Abah, mau gendong anaknya Mbak Ayana juga. Pokoknya jangan tanya soal menikah sama Shilla sekarang!!"

Gus Zidan, dan keluarga ndalem tertawa melihat kekesalan Ashilla.

Gus Zidan menatap wajah istrinya yang tengah tertawa bersama Ummah, dan Ashilla. Ia ingin keluarganya terus bahagia seperti ini, jika perlu sampai akhir hayatnya.

CINTA DALAM DIAM [TERBIT] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang