CDD-16 [TELEPON DARI CALON SUAMI]

15K 855 6
                                    

Gus Zidan menatap sang adik yang tampak kelelahan selepas pulang berbelanja dengan calon istrinya. Ia pulang membawa banyak sekali papper bag, dan kantong plastik belanjaan. Ia juga membeli dua box martabak manis, dan satu box martabak telor. Sementara Ayana juga sudah pulang setelah melaksanakan shalat ashar di musholla khusus putri.

"Belanja apa saja, notifikasi di ponsel Mas dari total penarikan hari ini ndak sampai sepuluh juta," ucapnya seraya menghampiri sang adik, dan membuka box berisi martabak manis dengan topping kacang coklat kesukaannya dan Ashilla.

"Mas. Demi apa pun, uang Mas terlalu banyak Mas. Shilla sama Mbak Ayana sampai bingung mau beli apa," keluhnya.

Gus Zidan terkekeh. "Lho emang itu tabungan Mas selama beberapa tahun ini buat persiapan menikah," ia mengusap pucuk kepala sang adik dengan sebelah tangan yang bersih.

"Capek?" tanyanya.

Ashilla mengangguk. "Bangeeet. Apalagi Mbak Ayana tuh banyak protes. Pusiiing," lagi-lagi ia mengeluh.

Gus Zidan tertawa. "Protes kenapa? Ndak cocok dengan seleranya?"

Ashilla menggeleng. "No! Mbak Ayana tuh setiap Shilla pilihkan barang-barang yang mahal protes terus. Jangan ini dek, mahal, mendingan beli yang lain aja murah fungsinya juga kan sama," ucapnya seraya menirukan suara Ayana.

"Lho bagus dong. Berarti calon istri Mas tuh bukan orang yang matre," kekehnya.

"Diih nyebelin banget, panggilnya calon istri," cebiknya.

"Ini barang-barangnya gimana? Mau di tata sekarang apa bagaimana?" tanya Ashilla yang kini ikut menikmati martabak bersama sang kakak.

"Kumpulkan saja. Nanti Gus Malik bawa ke tempatnya Ning Khilma," paparnya

Ashilla mengernyitkan keningnya. "Ke kudus dong?"

"Ndak Shilla. Ning Khilma kan buka usaha jasa hias seserahan disini dek, kan sejak menikah Ning Khilma ikut Gus Malik kesini,"

Ashilla mengangguk.

"Tapi, semua keperluannya sudah di beli semua kan dek?"

"Sudah Mas,"

Gus Zidan mengangguk, adik dan kakak itu tampak hening beberapa saat seraya menyantap makanan favorit mereka berdua. "Mas? Bagaimana perasaan Mas sebentar lagi akan menikah?" Tiba-tiba saja Ashilla membuka topik pembicaraan.

"Senang, gugup, dan tentunya bahagia. Apalagi Mas sudah mencintai Mbak Ayana sejak lama, meski sempat ndak bisa memiliki karena sudah di pinang pria lain," paparnya. Ia tidak bohong, rasanya sangat gugup dan perasaan bahagia terus meletup-letup di hatinya.

Ayana, orang yang selama ini hanya bisa ia sebut dalam do'a, sebentar lagi akan memilikinya seutuhnya.

"Dek, kalau nanti kamu mau menikah, carilah laki-laki yang mencintai kamu dengan lebih besar dari rasa cintamu. Niscaya, laki-laki itu akan sangat menyayangimu seperti barang antik yang tidak boleh lecet sedikit pun," Gus Zidan menatap sang adik yang kini sudah sangat dewasa, entah cepat atau lambat Ashilla pasti akan di persunting, dan menjadi istri orang lain.

Ashilla mendelik, "Kenapa bahas itu sih? Shilla tuh masih kecil, masa depan Shilla masih panjang," serunya sebal.

Gus Zidan hanya terkekeh. Adiknya ini apa tidak sadar jika usianya sudah lebih dari dua puluh tahun? Masih kecil apanya? Dasar Ashilla!

"Abah sama Ummah mana Mas?"

"Ada di halaman belakang. Mau kesana?"

Ashilla mengangguk. "Iyalah. Mau gangguin Ummah sama Abah, Shilla ndak mau punya adik. Malu banget sudah besar begini punya adik,"

CINTA DALAM DIAM [TERBIT] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang