CDD-21 [PAMIT]

18.4K 774 5
                                    

Matahari mulai menunjukkan sinarnya, jam dinding sudah menunjukkan pukul tujuh pagi. Sinar cerahnya menyorot wajah pria yang tertidur pulas di atas ranjang yang mulai merasa silau, Gus Zidan meraba sisi tempat tidurnya, matanya di paksa terbuka saat merasakan kekosongan di sampingnya.

"Sayang!" panggilnya, kini ia duduk di atas ranjang dengan kedua mata yang sibuk mencari sosok yang menghilang pagi ini.

Ke manakah gerangan istrinya itu?
Apakah semua yang terjadi kemarin itu hanya mimpi? Tapi-tadi subuh ia dan Ayana shalat berjamaah, dan setelah itu keduanya jelas kembali tertidur di atas ranjang berdua, tapi kenapa ia bangun sendirian?

"Sayang!" ia kembali memanggil sang istri, saat ia hendak beranjak dari kasur, pintu kamarnya dibuka dan sosok cantik Ayana masuk ke dalam kamar.

"Sayang darimana?" Gus Zidan langsung menodong sang istri dengan pertanyaan.

Ayana tersenyum lembut, "Mas, sudah bangun?"

Gus Zidan tak menjawab, namun kedua matanya menatap Ayana dengan lekat. "Kamu darimana sayang? Kenapa ndak bangunkan Mas?"

Ayana menghampiri sang suami yang duduk di tepi ranjang. "Maaf nggih Mas. Tadi saya bantu Budhe masak neng dapur," ucapnya sedikit bersalah. Ia lupa jika dirinya sudah punya suami. Saat ia ke dapur untuk bantu masak budhe melarangnya dan memintanya kembali ke kamar, barulah ia sadar jika mungkin saja Gus Zidan mencarinya karena ia pamit tanpa permisi.

"Maaf ya Mas," Ayana sungguh merasa sangat bersalah.

Gus Zidan tersenyum tipis, "Sini sayang," serunya. Ayana menghampiri Gus Zidan yang duduk di sisi ranjang. Membiarkan Gus Zidan memeluk pinggangnya.

"Lain kali kalau mau kemana-mana kasih tahu Mas ya, sayang?"

Ayana mengangguk, seraya menyisir rambut Gus Zidan dengan jemarinya. "Nanti siang kita ke rumah Ummah ya sayang," ucap Gus Zidan yang tampak nyaman dengan usapan tangan Ayana di rambutnya.

Ah, rasanya ia ingin terus seperti ini bersama Ayana. Ia takut semua kebahagiaan yang dirasakannya hanyalah mimpi semata.

"Iya Mas. Ayo sarapan dulu ya,"

Gus Zidan mendongkak menatap wajah cantik Ayana yang tidak akan pernah bosan ia pandangi. "Hm, kamu sudah lapar ya? Maaf nggih, Mas malah bangunnya kesiangan,"

"Ndak apa-apa kok Mas. Mas mau mandi lagi, atau cuci muka saja?" tanya Ayana yang kini terasa sangat gugup karena belum terbiasa dengan Gus Zidan yang terus menatapnya dengan lekat.

"Mau mandi bareng ndak?"

Wajah Ayana langsung memerah, sementara Gus Zidan terkekeh pelan mendudukkan tubuh sang istri di pangkuannya. "Kenapa sih malu-malu begitu?"

Ayana memalingkan wajahnya, demi apa pun ia enggan menatap wajah jahil Gus Zidan. "Tau ah. Mas, ayo sarapan dulu iih,"

Gus Zidan terkekeh, alih-alih menurunkan Ayana dari pangkuannya ia justru berdiri seraya menggendong tubuh istrinya menuju kamar mandi. "Mas!! Mas turunin, kok malah ke kamar mandi sih Mas? Mas Zidan!!"

Gus Zidan sengaja menulikan telinganya dari protesan sang istri. Sampai di kamar Mandi, ia mendudukkan Ayana di sisi wastafel kamar mandi yang kosong. "Mas!" Ayana kembali memprotes, Gus Zidan meletakkan telunjuknya di atas bibir Ayana. "Temani Mas cuci muka dan sikat gigi ya,"

Ayana berdeham, dan mengangguk pelan. Malu dengan isi pikirannya yang malah mengarah kemana-mana, huh semua ini karena Gus Zidan yang ia baru tahu memiliki sifat yang jahil.

"Jangan cemberut sayang. Ini masih pagi lho buat mewujudkan isi pikiran kamu," kekehnya, ia langsung membasuh wajahnya.

Kedua mata Ayana melotot, refleks melihat Gus Zidan yang tengah tertawa di depan cermin. "Mas. Memangnya Mas tahu apa yang saya pikirkan?"

CINTA DALAM DIAM [TERBIT] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang