CDD-28 [ROMANSA CALON ORANG TUA]

16.2K 684 6
                                    

Drama jus mangga yang di minum Ashilla masih berlanjut. Kini tangis Ayana sudah mereda namun tiba-tiba saja ibu hamil itu bilang tidak mau makan bakso, Gus Zidan berusaha membujuknya dengan membawakan satu buah mangkok bakso milik Ayana ke sebuah nampan, karena Ayana yang berada di teras depan rumah.

"Kamu sih main minum-minum punya orang segala," Ummah Aini tak berhenti menyalahkan Ashilla, karena ulahnya yang membuat menantunya menjadi menangis dan merajuk.

Ashilla meringis. "Maaf Ummah, Shilla kan ndak tahu kalau punya Mbak. Mas Zidan juga nggak bilang kok," Ashilla memekik saat Ummah Aini memukul tangannya.

Abah Yai Muzaki menggelengkan kepala melihat istri dan putrinya yang berdebat. "Shill, lain kali kalau ada apa pun yang bukan milik kamu, kamu tidak boleh mengambil atau meminumnya seperti tadi. Kita tidak tahu mungkin Mbak kamu menangis karena kesal dia sudah menunggu kepulangan Mas Zidan membawakan jus mangga untuknya, eh pas sampai rumah malah di minum orang lain. Lain kali jangan begitu nggih?"

Ashilla menunduk, "Iya Abi," cicitnya.

Ummah Aini menghela napas. "Minta maaf nanti sama Mbak Ayana. Kamu ini ada-ada saja kelakuannya,"

Ashilla hanya mengangguk. Sangat merasa bersalah, melihat Ayana yang saat ini tengah merajuk ia semakin yakin kalau ibu hamil itu memang tengah mengidam meminum jus mangga.

Sementara itu di teras rumah, Gus Zidan masih membujuk istrinya untuk makan. "Kamu pesen ini lho ke Mas. Sayang kalau nggak di makan, ayo sayang gak boleh buang-buang makanan," bujuknya.

Namun Ayana malah memalingkan wajah. Gus Zidan menghela napas, "Oke. Sayang mau apa? Mau mas pergi beli jus mangga lagi?"

Ia masih sangat sabar menghadapi istrinya yang tiba-tiba bertingkah kekanakan ini, entah karena apa.

Gus Zidan tidak mengerti, bahwa isyrinya itu tengah merajuk karena ngidamnya tidak terpenuhi.

"Ya sudah, baksonya mas simpan dulu ke dalam nggih?"

Ayana langsung menoleh dan menatap sang suami, kemudian menggeleng.

"Kenapa sayang? Sayangku mau apa, hm? Mau makan disuapi sama Mas?"

Dengan malu-malu, dan wajah yang bersemu Ayana mengangguk. Senyum cerah menghiasi wajah tampan Gus Zidan, meski lelah karena pulang kerja ia tidak masalah asalkan sang istri senang, itu saja sudah cukup.

"Ya sudah sini. Mau makan dimana sayang? di atas kursi, apa mau lesehan saja?"

"Lesehan boleh?"

"Boleh sayangku. Tapi hati-hati nggih, ada adik bayi sekarang,"

Ayana meringis, ia menyentuh perut ratanya yang kini ada satu nyawa yang sangat di nanti mereka, tentu ia harus berhati-hati.

Gus Zidan dengan sabar menyuapi Ayana sampai hampir menghabiskan setengah porsi bakso di mangkok. "Mas sudah," tolaknya saat Gus Zidan hendak menyuapinya kembali.

"Kok sudah sih? Ini masih ada setengah lagi sayang. Ayo habiskan ya," bujuknya lagi.

Namun Ayana tetap menolak. "Sudah Mas .... " rengeknya.

Gus Zidan menghela napas, meletakkan mangkok bakso itu ke nampan, lalu memberikan segelas air putih kepada Ayana. "Ya sudah. Ini minum dulu,"

Ayana memberikan gelas yang sudah kosong itu kepada Gus Zidan. "Mas ... "

"Dalem sayang. Kenapa?" Gus Zidan menggeser duduknya agar lebih dekat dengan Ayana yang berada di hadapannya, ia mengulurkan tangan bergerak untuk memasukkan rambut Ayana yang terlihat keluar dari kerudung.

Pemandangan itu membuat para santri putri yang hendak murajaah ke Ummah Aini merasa baper melihat kemesraan yang di tunjukkan oleh Gus Zidan kepada istrinya.

"Assalamualaikum Ning, Gus," sapa mereka saat hendak melewati dua orang panutan mereka.

"Waalaikumussallam," balas Gus Zidan dan Ayana bersamaan.

Mereka duduk di atas lantai, mengulurkan tangan menyalami Gus Zidan dan Ning Ayana satu persatu, sebelum kemudian pamit untuk menemui Ummah Aini di dalam.

Setelah para santri putri masuk, Gus Zidan dan Ayana saling pandang. Lantas wajah mereka tiba-tiba memerah, keduanya sama-sama berpikir jika adegan Gus Zidan yang merapikan rambut Ayana yang keluar dari kerudung, terlihat oleh mereka.

"Ah, nggak apa-apa sayang. Wajar kan, kita kan suami istri. Siapa tahu mereka jadi termotivasi untuk segera menikah, kan bagus sayang,"

Gus Zidan tertawa saat pinggangnya di cubit oleh Ayana. "Iissh. Mas Zidan!!"

****

Setelah ashar, Gus Zidan dan Ayana sudah bersiap keduanya sama-sama mengenakan pakaian dengan warna senada. Ayana yang tampak cantik dengan gamis berwarna maroon, yang di padukan dengan hijab berwarna cream. Gus Zidan sendiri mengenakan kemeja tangan pendek dan celana bahan berwarna cream juga.

Melalui dokter kenalannya, Gus Zidan sudah membuat janji dengan dokter kandungan pada pukul lima sore. Setelah Ashar, mereka memutuskan untuk pergi menuju ke rumah sakit terdekat.

"Mas, saya kok deg-degan begini ya Mas mau lihat adik bayi?"

Gus Zidan menatap sang istri yang terlihat tegang. "Sama Mas juga sama sayang," ia memeluk sang istri dari belakang, seraya mengusap perut datar sang istri. "Mas bahkan sudah panas dingin rasanya, perasaan Mas campur aduk sekali, karena terlalu bahagia."

Ayana mengangguk. "Iya Mas. Sudah yuk kita berangkat, ndak sabar mau lihat adik bayi hehe,"

Cup!

Gus Zidan mengecup pipi Ayana. "Ayo sayang," ucapnya. Lalu keduanya berjalan keluar kamar seraya bergandengan tangan.

"Mau kemana ini? Cantik dan tampan sekali anak-anaknya Ummah," Ummah Aini menggoda pasangan muda-mudi yang baru keluar dari kamar.

Wajah Ayana bersemu, perasaannya sudah kembali membaik setelah drama jus mangga yang tak sengaja di minum oleh Ashilla. "Apa toh ummah. Ayana sama Mas Zidan mau izin keluar dulu, ndak apa-apa Ummah?"

Ummah Aini terkekeh. "Yo ndak apa-apa. Kalian pergi saja, puas-puasin pacaran dulu ya,"

"Wes toh Ummah. Bidadarinya Zidan wajahnya sudah memerah karena di godain Ummah terus," ucap Gus Zidan yang mendapatkan cubitan di pinggangnya karena Ayana.

"Abah sama Shilla kemana Ummah?" tanya Gus Zidan.

"Shilla ada rapat yang melalui laptop itu, apa sih itu namanya Ummah ndak ngerti,"

Ayana dan Gus Zidan mengangguk. "Ummah mau titip di beliin apa?" tanya Gus Zidan.

"Ndak usah beliin apa-apa buat Ummah. Berangkat saja ndak usah pikirkan Ummah,"

Gus Zidan terkekeh. "Inggih Ummah. Zidan, sama Ayana pamit dulu nggih?"

"Inggih. Sudah pergi, nanti keburu magrib lho,"

"Inggih Ummah, siap!" seru Gus Zidan , kemudian Gus Zidan dan Ayana menyalami punggung tangan Ummah Aini.

"Assalamualaikum Ummah," ucap Ayana dan Gus Zidab bersamaan, lalu keduanya pergi meninggalkan Ummah Aini yang tersenyum melihay romansa keduanya.

CINTA DALAM DIAM [TERBIT] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang