Hembusan nafas seorang pemuda terdengar begitu prustasi. Tubuhnya ia sandarkan pada pohon besar yang kini menjadi pelindung nya dari sengatan sinar matahari.
Mulutnya berdecak kesal, Tanganya tak ada henti hatinya mengacak acak rambutnya.
Hembusan angin menerpa wajahnya yang terlihat murung, Entah siapa yang membuat pemuda berandalan ini murung.
"Sekolah itu membosankan, Apalagi kalau tidak punya teman untuk diajak bicara" Ucapan yang dilontarkan pemuda itu mampu membuat kita tau, Jika pemuda ini juga membutuhkan sosok seorang teman.
"Gue sejahat itu ya? Sampai ga ada yang mau temenan sama gue?"
"Sekolah yang dulu dan yang sekarang ga ada bedanya" Lagi lagi pemuda itu menghembuskan nafasnya.
"Woi!" Pekik pemuda itu kepada salah satu siswa berkacamata yang kebetulan lewat di hadapannya.
"K-kenapa Valdi?" Siswa berkacamata itu mundur dengan perlahan saat Valdi berjalan mendekatinya.
"Lo jadi temen gue sekarang" Siswa berkacamata itu gelagapan saat Valdi dengan tiba tiba merangkulnya.
"Jadi temen kamu?"
"Iya, Budeg lu"
Siswa itu dengan perlahan melepaskan rangkulan Valdi "E-em itu apa yaa..."
"Apa!"
"Gamau ah kamu nyeremin Valdi!" Siswa itu berlari meninggalkan Valdi yang masih mematung.
"ANJING LU YA BOCAH GENDUT, GUE KERJAIN LO NANTI!!"
Valdi kembali keposisi awalanya, Lalu mengeluarkan handphone nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
KENLIO
Random"Om angkat Gue jadi anakmu"-Kenlio "Oke"-Daffa "Bercanda doang om"-Kenlio "Tapi saya tidak bercanda"-Daffa Awalnya KENLIO hanya ingin bermain-main saja, Tapi Pria paruh baya ini benar benar menganggap serius ucapan Kenlio, Lebih parahnya hari itu ju...