Chapter 10

1.7K 59 2
                                    

ANNA




Aku punya firasat bahwa Silas sedari awal memang murni membenciku. Dia baru saja memberiku tugas paling tidak masuk akal lalu meninggalkanku begitu saja dengan harapan aku mengerti dengan sendirinya.

Bangkit dari kursi, aku berdiri sambil menggosok mata dan menyesap kopiku. Rasanya begitu pahit dimulutku sampai rasanya aku ingin muntah. Tanpa pikir panjang aku menuangkan sisa minuman hitam itu ke wastafel dan menaruh cangkir kotornya di mesin pencuci piring.

Untuk sejenak, aku menyandarkan tubuhku ke meja. Rasa kecewa menyapaku ketika menyadari Silas sama sekali tidak berkomentar tentang hasil pekerjaanku kemarin. Aku bertanya-tanya harus dengan cara apa untuk mengesankan pria ini.

Sambil menggelengkan kepala, aku bergumam, "Hard to impress someone who doesn't want to be impressed."

"What does that mean?" suara anak-anak membuatku terkejut dan aku seketika berbalik.

Disana, sedang berdiri di ambang pintu, ada seorang anak laki-laki dengan rambut cokelat mudanya yang acak-acakan. Dia mengenakan sepasang baju tidur bergaris dengan warna hitam putih seperti motif zebra. Sambil menggosok matanya dan menguap, dia menatapku.

"Kau wanita dari restoran itu," katanya dengan mata mengantuk saat mengenaliku.

Aku ingat dia juga. Lagi pula bagaimana bisa aku melupakan seseorang yang memiliki makanan kesukaan sepertiku. Kami berdua sama-sama penggemar berat coklat.

Dia berjalan menghampiriku, "Ayah memberitahuku dia menyewa jasa untuk membantu pekerjaan rumah tapi aku tidak menyangka kau lah orangnya."

Sebelum aku bisa menjawabnya, dia menambahkan, "Kemarin malam setelah menjemputku pulang, kami berdua cukup terkejut melihat keadaan rumah. Andai saja kau tahu, rahang ayahku bahkan hampir terbuka. Selama ini rumah kami tidak pernah sebersih itu." dia tertawa.

Kata-katanya membuat senyumku mengembang tanpa bisa di cegah. Mendadak berharap bisa mendengar dari Silas langsung jika dia menyukai pekerjaanku. Tapi aku sadar dia adalah pria kaku jadi aku cukup puas dengan fakta bahwa dia menyadari rumahnya jauh terlihat lebih bersih dan terorganisir.

Melihat anak laki-laki itu berjalan melintas ruangan, otakku bekerja untuk mencari tahu apa yang akan aku lakukan dengannya.

Kira-kira apa yang biasa dilakukan oleh babysitter saat mengurus anak? Sambil menyilangkan tangan di depan dada, aku berpikir, dan akhirnya bertanya, "Apa kau ingin kopi?"

Jace menatapku seperti ayahnya, seolah aku sudah gila. Dia menggelengkan kepalanya. "No way," katanya sambil menunjuk ke rak paling atas di lemari terdekat. "Aku ingin sereal coklat di mangkuk biruku...oh, dan tolong tambahkan dengan susu coklat."

Aku tertawa dan bertanya, "Tidak pakai taburan coklat di atasnya?"

Meluruskan diri dengan ekspresi antusias yang tiba-tiba, Jace menjawab, "Apa kau punya?"

Aku tidak begitu bodoh untuk menyadari bahwa menambahkan gula bukanlah ide bagus untuk sarapan, jadi sambil tersenyum aku mengabaikannya dan segera menyiapkan serealnya di mangkuk biru seperti yang diinginkanya.

Ketika aku meletakkannya di atas meja, dia langsung memakannya sambil menyeka sedikit susu yang belepotan ke dagunya. "Ayah bilang aku harus menunjukkan kepadamu cara memerah susu sapi," katanya.

Aku menarik napas ragu-ragu ketika mengingat tugas mustahil yang Silas limpahkan padaku. "Yeah. That's what I understand," jawabku.

"Apa kau pernah memerah susu sapi sebelumnya?"

Suddenly I'm a NannyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang