Chapter 64

659 40 1
                                    

Kalau part ini rame, aku bakalan update dua kali hari ini.

Jangan lupa vote dan komen.

Tinggalin jejak kalian <3

ANNA




Minggu ini sibuk, dan berlalu begitu cepat tanpa kusadari. Dalam beberapa hal, rasanya tidak ada yang berubah. Jace pergi ke sekolah. Aku memiliki hobi baru berkebun setelah beberapa hari yang lalu Silas membawakanku benih berbagai jenis bunga. Silas dipanggil untuk mendapat giliran kerja tambahan di beberapa proyek di kota, jadi dia pergi lebih sering dari biasanya.

Kami jarang bertemu satu sama lain sampai Kamis malam. Silas pulang terlambat dan aku tahu dari wajahnya dan cara dia berjalan di pintu bahwa dia kelelahan. Dia menarikku ke kamarnya, bergumam di telingaku betapa dia merindukanku.

Aku juga merindukannya. Dan kali ini, aku menyetel alarm di ponselku sebelum aku tertidur. Aku tidak ingin berhenti tidur dalam pelukannya, tapi aku juga tidak ingin Jace menemukanku di tempat tidur ayahnya.

Silas pulang larut lagi pada hari Jumat, dimana seharusnya kami pergi ke pesta ulang tahun Gemma. Namun batal karena mendadak Gemma memberitahu kami bahwa dia memiliki rencana lain di hari ulang tahunnya bersama Sean. Sesuatu tentang pergi liburan ke Paris.

Aku ikut senang mendengarnya. Dengan begitu kami juga tidak perlu merasa buruk karena aku tidak yakin kami akan bisa menghadiri pesta Gemma mengingat pekerjaan Silas begitu hectic.

Jace bahkan mulai merasakan ketidakhadirannya. Dia lebih pendiam, bahkan saat bersamaku, dan dia hanya memilih-milih saat makan malam. Aku membacakan cerita untuknya dan ketika dia mendapat telepon kejutan dari Silas, itu cukup membuatnya bersemangat. Dia berjanji akan cepat pulang dan mengambil libur pada weekend besok untuk menghabiskan waktu bersamanya.

Aku menyibukkan Jace di Sabtu pagi agar Silas bisa tidur. Dia membantuku membuat pai, lalu aku mendudukkannya di meja dengan cat dan buku gambar berukuran sedang sementara Molin berkelut di bawah kakinya di bawah meja. Jam hampir menunjukan pukul sebelas saat Silas turun kebawah, tampak kusut dan seksi dengan celana piyama kotak-kotak dan kaos oblong.

Jace melompat turun dan berlari ke arahnya dan Silas mengangkatnya. Meluluhkanku setiap kali aku melihat cara dia memeluknya.

Silas membawanya kembali ke meja dan duduk di meja makan tidak jauh dari dapur.

Aku meniup sehelai rambut dari mataku saat aku melirik ke arah mereka sebelum mengalihkan perhatianku kembali ke dalam oven. Pai ku hampir siap.

"Baunya enak," komentarnya padaku.

"I made pecan pie for us." aku memberitahu. "Akan siap untuk disantap sekitar setengah jam."

Jace melirikku dengan mata menyipit. "Bukankah kau bilang dua puluh menit."

Aku menyentakkan kepalaku ke belakang, kagum dia masih mengingat resep yang ku baca lantang-lantang saat membuat adonan tadi. "Yeah, you're right. That's more precise."

Aku melirik Silas dengan heran. Dia duduk di samping Jace yang sedang mewarnai buku gambarnya.

Silas mengangkat bahu. "He knows how to negotiate, and I don't even think he learned it from me."

"No, Uncle Sean taught me,” sahut Jace. “He said it’s a good skill to survive in the family.

Mata Silas melotot. "I'm going to have a word with Sean."

Suddenly I'm a NannyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang