Maaf ya aku gabisa nepatin janji buat kelarin cerita ini sebelum lebaran, soalnya ide cerita lagi numpuk di otakku..
Jadinya aku malah nulis cerita baru.. aku bakal upload cerita baru nya nanti sore.. jangan lupa mampir ya nanti..
Jangan lupa vote, hari ini kayaknya aku mau upload 3 chapter sekaligus buat lapak Silas dan Anna
Happy Reading!!
ANNA
Mataku terbuka dan aku menguap sembari merilekskan badan. Melirik ke bawah, aku melihat Jace, tergeletak di pangkuanku, senyum lesu tercetak di wajahnya dan ada jejak air liur kering di sudut mulutnya. Meski terlihat sedikit kotor, dia terlihat sangat manis dan aku ingin membungkuk dan mencium pipinya.Aku berusaha bergerak pelan agar tidak membangunkannya. Ketika mataku mengarah ke jendela di ruang tamu, aku melihat sinar matahari masuk ke dalam rumah.
"Ugh," gumamku. “Pukul berapa sekarang?”
“Delapan lebih tiga puluh,” suara berat Silas menjawab pertanyaanku. Dia memasuki ruang keluarga tanpa aku sadari, berjalan ke arahku sambil memegang secangkir kopi di tangannya.
"Wow, aku ketiduran," kataku sambil menggosok mata. "I'm sorry about that."
"It's okay."
“Did I spend the night here?” aku bertanya.
Sambil terkekeh, Silas mengangguk dan berkata, “I guess we all fell asleep before we knew what we were doing.”
Silas mengulurkan cangkir berisi cairan mengepul ke arahku. Aku merasakan perutku mual. Cukup sulit untuk berpura-pura meminum kopi pahit – aku tidak tahu bagaimana aku akan mengatasinya jika dia berdiri di depanku, menatapku.
Mungkin ini saatnya mengakui dan memberi tahunya bahwa aku tidak suka dengan kopi hitam. Aku sempat membeli creamer di grocery store minggu lalu tapi itu sudah habis sejak dua hari kemarin. Dan sepertinya Silas tidak menyadarinya.
“Silas…” aku mengambil cangkir itu dengan tanganku dan meliriknya.
Yang mengejutkanku, cairan di dalamnya bukan warna hitam sepekat kopi buatanya. Sebaliknya, warnanya coklat muda.
Mengangkat alisku karena terkejut, aku menatapnya. “Kopinya berbeda,” kataku. “Apa yang terjadi?”
Ada jeda sejenak sebelum dia berdehem. “Creamer,” gumamnya sambil melirik ke arah sepatunya.
Aku tidak percaya telingaku. Setelah sekian lama Silas memaksakan kopi hitam langsung padaku, dia menyadari ketidaksenanganku sehingga dia membelikanku creamer. Tindakan sederhananya membuat jantungku berdebar-debar dan tersipu seperti orang idiot.
Mengangguk-angguk ke arah dapur, dia berkata, “I’ve got to go check on breakfast. You get Jace up and come on in here.”
Aroma lezat melayang di udara, membuat mulutku berair. Sambil membungkuk, aku mendorong lengan Jace dengan lembut. "Jace, bangun," kataku. “Ayo, waktunya bangun.”
Sambil duduk, Jace merentangkan tangannya ke atas kepala dan menguap. “Did we spend all night here?” dia bertanya.
Aku menyesap kopiku dan memberinya anggukan diam. Kopinya terasa nikmat dan aku merasa ingin menangis bahagia karena Silas membuatkannya untukku.
“Ayo bangun,” kataku sambil menguap. “Ayahmu ingin kita ada di dapur. Dia bilang dia sedang memasak sarapan.”
Jace mengangkat alisnya, seringai muncul di sudut bibirnya. “Benarkah? dia biasanya hanya membuat sereal…” katanya lalu dengan gemas dia mengerutkan dan mengenduskan hidungnya ke udara “Tapi baunya seperti lebih enak dari pada sereal.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Suddenly I'm a Nanny
RomansKetika Anna yang berusia 24 tahun datang ke kota New Harmony mencari tempat untuk bersembunyi dari mantan tunangannya yang terlalu posesif dan kasar, Anna berakhir menyukai kota kecil itu. Pertemuannya dengan seorang pramusaji di restoran kota secar...