Chapter 49

1.1K 46 7
                                    

ANNA




Sedikit rasa gugup menghantamku saat aku berdiri di luar bar. Bangunannya terlihat tidak mencolok dari luar, berada di antara salon kuku dan toko tatto.

Megan, mengundangku keluar malam ini. Semenjak percakapan kami di sekolah, kami sering bertukar pesan atau berbincang saat di sekolah. Dan malam ini, adiknya, yang bekerja di Black's Music menyuruhnya untuk datang dan dia menawariku untuk bergabung dengannya sementara Zora ada di rumah ibunya.

Ketika aku memberi tahu Silas sore tadi bahwa Megan mengundangku keluar malam ini, dia memberiku izin karena ini adalah malam liburnya sehingga aku bisa pergi. Meski saat berangkat tadi, aku tidak menemukan keberadaannya dan Jace sudah tertidur.

Aku menghela napas. Bukannya aku tidak semangat pergi dengan Megan. Dia sangat ramah dan menyenangkan untuk menjadi teman. Tapi aku sangat gugup. Aku tidak hanya akan bertemu dengannya tapi juga beberapa temannya yang lain di bar tempat band lokal tampil. Meski dia berkata bar itu tidak jauh dari Derisha's Café and Diner, aku tetap tidak tau tempatnya dan siapa saja yang akan berada di sini.

Aku belum terlalu mengenal Megan. Dia memang seorang ibu muda yang umurnya hanya berbeda tiga tahun dariku tapi tetap saja aku tidak terbiasa untuk bertemu orang baru lebih banyak lagi. Jika dia tidak memohon untuk aku datang dan aku yang tidak berusaha mencari sedikit pengalihan, aku mungkin tidak akan berada disini.

Aku membuka pintu dan suara kebisingan terdengar seperti asap mengepul di udara malam. Gitar elektrik, drum, dan nada bass yang berat. Suara seorang pria yang terdengar melebihi melodi—serak dan kasar dengan kedalaman yang membuatnya terdengar seperti sedang berusaha bernyanyi dengan penuh perasaan.

Lampunya redup dan percakapan ramai melatarbelakangi kencangnya musik. Aku mengambil beberapa langkah ragu-ragu ke dalam dan pintu menutup di belakangku. Rasanya seperti aku melangkah ke dunia lain—dunia yang atmosfernya terlalu kental, udara menekanku dari segala arah. Wajahku memerah karena panasnya seluruh tubuh. Barnya penuh sesak dan aroma bir murah bercampur dengan lusinan parfum dan cologne yang berbeda.

Aku melonggarkan cengkeramanku pada dompetku, berusaha tidak mencengkeramnya seperti ada yang mencoba merenggutnya dari tanganku. Bahuku menegang, jadi aku secara sadar mengendurkannya.

Tarik napas dalam-dalam, Anna. Kau bisa melakukan ini.

Aku melihat Megan di meja yang penuh dengan orang. Di sampingnya, aku mendapati seorang perempuan yang memiliki wajah hampir miripnya dengannya meski penampilannya berbeda seratus delapan puluh derajat. Aku berani bertaruh dialah adik Megan. Seorang gadis rock and roll, dengan potongan pixie pendek berwarna merah jambu, tindikan di bibir dan hidungnya—entah di mana lagi—dan beberapa tato warna-warni. Celana pendek jean robeknya sangat pendek, tapi kakinya terlihat jenjang, jadi, itu bukan masalah. Kemeja hitam longgar tergantung di salah satu bahunya, memperlihatkan tali bra berwarna merah cerah, dan aku bertanya-tanya bagaimana dia bisa berjalan dengan sepatu hak hitam bermotif tengkorak itu.

Tiba-tiba aku diliputi kesadaran diri karena pakaianku sendiri. Kalau aku pergi ke teater, pakaianku sekarang mungkin cocok, tapi untuk ke bar, blus berwarna hitam ​​dan rok pensil herringbone membuatku merasa seperti pustakawan yang pengap dibandingkan sebagian besar wanita disini.

Seluruh pakaian yang aku beli disini kebanyakan jenis jeans dan kaus. Aku tidak membeli pakaian pesta karena aku tidak mengira aku akan memakainya disini.

Jika aku membawa seluruh koleksi pakaianku di rumah, aku mungkin tidak akan kesulitan menemukan kostum yang cocok untuk ke tempat seperti ini.

Dari semuanya, hanya pakaian ini yang sedikit bisa di ku tolerir untuk kugunakan. Meski tidak sedikit orang yang melirikku aneh, aku tidak peduli.

Suddenly I'm a NannyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang