Chapter 28

841 51 2
                                    

Hi, update ke dua untuk hari ini..

Tenang aku bakal upload lagi satu part nanti malaman..

And by the way, aku tuh suka kalau kalian sekedar komen tentang tulisanku, jadi ngebuat aku tambah semangat WKWK

Aku ga maksa kalian buat follow aku kok buat baca ceritaku. Aku cuma minta jangan lupa tinggalin jejak aja biar aku semangat nulisnya >_<

And again, Happy Reading <3


SILAS





Aku memasukkan beberapa potongan daging asap ke dalam mangkuk sambil mengarahkan pandanganku keluar jendela belakang, tempat aku melihat Anna menuntun Jace menuju kabin tamu.

“Silas, kau berubah, son.” suara Mom membuyarkan lamunanku. Kata-katanya lebih terdengar seperti pernyataan daripada pertanyaan.

Aku menoleh untuk melihat Mom. Dia berdiri di sampingku dengan piring di tangannya. Aku tidak bisa membaca ekspresi wajahnya dan alisku berkerut sementara tanganku meraih piring kotornya, menyalakan air di wastafel.

"What are you talking about?" aku bertanya dengan tawa ringan sambil mencuci piring, berusaha terdengar acuh tak acuh terhadap pendapatnya.

"Nothing has changed about me. I’m still the same dear son you’ve always loved." aku harap candaanku akan membantu meringankan suasana.

Sambil menyandarkan tangannya di tepi meja, Mom menatapku intens, sedikit senyum timbul di bibirnya.

“Yes,” dia setuju, “Kau memang masih putra laki-laki ku yang selalu ku cintai. Namun putraku yang ini berbeda. Bukan lagi seorang pertapa tanpa senyum, melainkan periang. Itulah yang berubah. Putra yang sudah bertahun-tahun tidak aku sangka aku bisa melihatnya lagi.”

Panas menjalar ke wajahku saat aku mengenali makna di balik kata-katanya. Beralih untuk membuka mesin pencuci piring, kuharap aku bisa meluangkan waktu untuk merenungkan apa yang dia katakan. Aku tidak tahu harus berkata apa.

Semakin lama Anna hadir di dalam hidupku dan Jace, aku mulai menyadari aku tanpa sadar bertingkah seperti diriku yang dulu sebelum kejadian mantan istriku.

Mom mengambil langkah ke arahku dan meletakkan tangannya di lenganku. “Aku tidak tahu apa-apa tentang gadis ini, Silas,” katanya. “Tapi aku ingin kau tahu, apapun keputusanmu, aku tidak akan melarang. Gadis itu sepertinya telah melakukan banyak hal baik di sini. Aku hanya berpesan untuk  mempertimbangkan Jace dalam segala hal. Jangan khawatir tentang kami. Ayahmu dan aku akan mendukungmu, apa pun keputusanmu.”

Kelegaan menyelimutiku dan aku diliputi rasa syukur tanpa alasan yang jelas karena kenyataan bahwa kami bahkan tidak bersama. Dan dia menyimpan rahasia. Aku tidak bisa mengambil langkah gegabah begitu saja meski Mom memberi lampu hijau untuk kami.

Saat kami sedang sarapan, mau tidak mau aku memperhatikan Mom menatap Anna, mengamatinya. Pada saat itu, aku khawatir dia akan menimbulkan masalah atau berpendapat tentang hubungan ku dengan seseorang yang hanya pekerja sewaan – dan jauh lebih muda.

Tetapi alih-alih mencemooh, Mom mengejutkanku dengan berkata siap menerima situasi ini dengan tangan terbuka dan hati yang hangat.

Sambil tertawa, aku berkata, “Terima kasih, Mom. Tapi hubunganku dengan Anna tidak lebih dari sekedar teman. Lagi pula aku sudah terbiasa menjadi penyendiri, akan sulit untuk terbuka lagi dengan seseorang.”

Suddenly I'm a NannyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang