Chapter 50

565 38 3
                                    

ANNA


Hampir sepanjang hari Jumat Silas berada di rumah, dan aku mendapati diriku menghindarinya. Aku tahu dia menyadarinya. Sebelum ini kami sering jalan-jalan bersama, bertiga dengan Jace saat dia libur. Biasanya kami akan mengajak Jace ke taman, atau ke restoran bersama. Atau mungkin menonton film dengannya. Tapi hari ini, selesai mengerjakan pekerjaan rumah dan memasak menu makan malam, aku memilih berkutat di dapur hampir sepanjang sore.

Aku membilas cangkirku dan membuang kantong tehku ke tempat sampah. Saat itulah Silas berjalan ke dapur.

"Hei," katanya. "Kau baik-baik saja?"

"Ya, aku baik-baik saja," kataku, berharap kedengarannya bisa dipercaya. Melihatnya setiap hari selalu berhasil membangkitkan semua emosi bodoh itu lagi. "Mungkin hanya perlu waktu untuk bersantai."

"Good," katanya. "I was a little worried about you."

Damn it, Silas, stop being so sweet. It's not fair. "No need. I'm okay."

"What do you have going on tonight?" dia bertanya.

"Oh," kataku sambil menyelipkan rambutku ke belakang telinga. "Sebenarnya, um, aku punya rencana malam ini."

Dia berkedip dan ekspresi terkejut melintasi wajahnya. "Oh, yeah, of course. That's great." sambil ragu-ragu sejenak, mulutnya terbuka sebagian. "Apa kau akan pergi dengan Megan lagi?"

Menelan ludah, aku berusaha untuk terdengar santai. "Tidak. Um, sebenarnya ini lebih seperti kencan."

Silas membeku, tampak terkejut meski detik setelahnya dia berusaha menyembunyikannya. "Right, good," katanya sambil melangkah pergi. "That's good. Of course you have a date. That's awesome."

"It is?" please say no, please say no.

"Ya," katanya. "Kau tidak bisa terus-terusan bergaul dengan kami, terlebih dengan pria tua yang membosankan."

Aku menatapnya tidak percaya. Bagaimana dia bisa berpikir seperti itu tentangku. "Oh, tidak, bukan seperti itu. Aku senang bergaul dengan kali-"

"Tidak, Anna. Itu benar, sudah seharusnya kau bertemu orang-orang seusiamu," katanya. "Aku senang kau pergi berkencan."

Dia senang aku berkencan? Tentu saja dia senang. Dia tidak ingin aku menatap tajam padanya sepanjang waktu. Dan orang-orang seusiaku? Ya Tuhan, kenapa dia berkata seolah aku masih anak-anak? Aku memang masih muda, tapi aku bukan anak kecil yang perlu diatur untuk memilih teman bermain.

"Oke, baiklah," kataku. "Meskipun menurutku dia lebih dekat dengan usiamu daripada umurku." aku tertawa sumbang.

"He's what?" tanya Silas. "I mean, oh, okay. How did you meet him?"

"We met at the bar a few days ago when Megan asked me out."

Dia membuang muka dan mengusap bagian belakang lehernya. "Are you sure that's a good idea? To date someone like that?"

"Seseorang seperti apa maksudmu?"

"Well... he's older than you, and what if he has a kid?" kata Silas.

"Ya, aku sudah memikirkan hal itu," kataku. "Tapi dia kelihatannya sangat baik. Dan lagi pula ini hanya makan malam."

"Benar... hanya makan malam... ya, oke, itu bagus."

"Maksudku, jika kau membutuhkanku..." aku bingung, karena aku tidak yakin apa yang ingin kukatakan. Atau apa yang aku ingin dia katakan. Mengapa percakapan ini begitu canggung? "Maksudku, jika kau membutuhkan ku di sini malam ini untuk apa pun, aku bisa membatalkannya."

Suddenly I'm a NannyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang