SILAS
Hal terakhir yang ingin kulakukan di Senin pagi adalah bangun dari tempat tidur dan pergi bekerja.
Bukan saja malam tadi aku terjaga sampai hampir jam dua pagi, tapi Anna masih tertidur di sampingku, meringkuk cantik, dan beraroma seperti kue vanilla yang baru keluar dari oven. Aku berharap aroma itu akan tetap melekat padaku sepanjang hari.
Aku membuka mataku beberapa menit sebelum pukul 5.30, yang merupakan waktu normalnya alarmku berbunyi, dan segera mematikannya agar tidak membangunkannya. Lalu aku melingkarkan tubuhku di tubuhnya, menarik selimut hingga ke bahu kami, dan melingkarkan lenganku di pinggangnya.
"Mmmm." dia memeluk tanganku lebih erat. "This is nice."
"I know." aku menyelipkan lututku ke belakang lututnya dan menekankan milikku yang mengeras ke pantatnya. "Membuatku berpikir untuk tetap dirumah hari ini."
"Lakukan."
"Aku tidak bisa."
"Mengapa tidak?"
"Because my team needs me. We have to finish Mrs. Dersha's greenhouse project today, and it's not something they can do alone." bibirku mencium bahunya. "What will you do today?"
"Aku telah memutuskan untuk belajar memasak lagi setelah mengantar Jace ke sekolah. Mungkin aku akan melakukannya hari ini." katanya.
Sudut bibirku naik dan aku menggeleng. "You're really that addicted to trying new more recipes, huh?"
Dia tertawa. "But, I'm a fast learner tho. When you come home tonight, there might be a rack of lamb waiting for you. Or beef bourguignon. Or coq au vin!"
"I don't even know what that is," aku mengakui.
"Me neither. But it sounds impressive." dia menyapukan jarinya di sepanjang lenganku. "I want to make it for you."
Tersenyum, aku mencium bahunya sekali lagi. "As long as you don't get tired."
Dia menggeleng. "I won't."
"Then I'll look forward to it tonight."
"Yeah?" menggigit bibirnya, dia berkata dengan suara rendah.
Fuck if that doesn't make me hard.
"Yes." bisikku rendah. Tidak dapat menahan diri, aku menyelipkan tanganku ke bawah di antara kedua kakinya, mendapati dia hangat dan basah.
"Oh.." dia mengerang pelan saat aku menggosok klitorisnya.
"Jesus, you feels so damn good, it fucking killing me." aku menariknya lebih erat dan melesakkan hidungku ke lehernya, menghirupnya dalam-dalam sementara dia mengayunkan satu kakinya ke belakang pinggulku, membuka pahanya lebih lebar.
"Think your team will mind if you're a little late this morning?"
Nafas kami saling memburu. "I think they can give me twenty extra minutes."
"This won't even take twenty minutes," katanya terengah-engah. "You know how to make me come so fast . . . I don't know what kind of magic you've got in those hands, but I like it."
Aku melepaskannya dengan jariku, dan rasanya sangat panas melihat kulit pucatnya memerah karena warna dan mendengar desahannya yang putus asa, merasakan dia semakin panas dan basah sehingga aku hampir klimaks, milikku yang mengeras menekan pantat bulatnya yang sempurna.
Sementara dia mengatur napas, aku menjauh darinya cukup lama untuk mengambil kondom dan merobek bungkusnya.
"So, you know that yoga pose you do where you're on your hands and knees and you sort of arch your back and stick your butt out?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Suddenly I'm a Nanny
RomantiekKetika Anna yang berusia 24 tahun datang ke kota New Harmony mencari tempat untuk bersembunyi dari mantan tunangannya yang terlalu posesif dan kasar, Anna berakhir menyukai kota kecil itu. Pertemuannya dengan seorang pramusaji di restoran kota secar...