Chapter 17

1.5K 60 5
                                    

Jangan lupa vote dan komennya ya

Kasih tau dong apa tanggapan kalian dengan cerita ini, i would love to hear that from you guys!!

See u next chapter!! 

---


ANNA



Aku menatap kaca kecil berembun yang tergantung di kamar mandi kabin. Sesaat setelah selesai membersihkan rumah dan mencuci pakaian tadi, aku memutuskan untuk pergi ke kabin. Berharap mandi air panas bisa meluruhkan rasa lelah dan keringatku. Meski masih merasa tidak enak badan, setidaknya kini tubuhku menjadi sedikit lebih rileks.

Sekarang pukul tiga sore. Jace sudah pulang sekolah sejak pukul 12. Dia berkata padaku bahwa akan mengajakku bermain dengan koleksi mobil remote control-nya. Tapi karena cuaca sedang buruk dan jalanan berlumpur, kita memutuskan untuk menundanya besok. Sebagai gantinya, aku memberinya opsi lain untuk membuat pancake dengan isian coklat sore ini dan Jace dengan senang hati menerima tawaranku.

Memakai celana olahraga putih tulang dan sweater rajut hijau army, aku melesakkan kakiku pada salah satu sandal rumah milik Silas. Hujan sudah mulai terang, hanya menyisakkan rintik kecil. Berusaha untuk tidak terjerembab, aku berjalan dengan penuh kewaspadaan menuju rumah utama.

Begitu suhu hangat rumah menyapa kulitku, suara Jace menyambutku. Dia berlari kearahku dan mendongak ketika berdiri di depanku.

"Anna, aku mencarimu kemana-mana. Aku pikir kau melupakan janjimu."

Aku berjongkok, sembari memeluk perutku sendiri, menghalau sisa dingin dari udara luar. "Kau bercanda? Bagaimana mungkin aku melupakannya? Aku hanya pergi ke kabin sebentar untuk mandi, Jace."

Jace menatapku intens, menunjukkan kemiripan dengan ayahnya. "Mkay. Uh, Kau baik-baik saja, Anna?"

Kutarik garis bibirku untuk tersenyum. Beberapa jam yang lalu perutku memang terasa melilit, tapi kini sudah lebih baik. "Yeah, i'm fine. Kenapa kau bertanya seperti itu?"

Jace meletakkan telapak tangan kecilnya di pipiku. "Hanya saja, kau terlihat pucat." benarkah? aku sama sekali tidak menyadarinya.

Mematri senyum, aku menepuk bahu Jace, menenangkannya. "Jangan khawatir, aku baik-baik saja."

"Syukurlah kalau begitu." Jace menurunkan tangannya dan kembali memasang ekpresi ceria. "Jadi, apa yang akan kita lakukan sekarang?"

"How about pancake?" aku berdiri dan berjalan memutari meja. Jace mengekoriku. Saat aku beralih ke bagian meja dapur yang lain dia -masih mengikutiku- berkata dengan penuh antusias.

"I think that's a good idea. So, we make pancake then. I want pancake with extra chocolate! Can we do that, Anna?"

Membuka rak di bagian paling kiri, aku mengambil dua aphrone. Saat aku melirik kearah Jace, dia memasang seringaian khasnya sambil berkedip kedip kearahku. Aku tidak bisa menahan diri untuk tersenyum.

"Tentu saja. Kau akan mendapatkanya. Sekarang pakai ini." aku menyerahkan satu aphrone pada Jace dan membantu memakaikannya. Begitu milikku sudah terpasang aku mulai mengambil beberapa bahan dari kulkas. Jace menanggapiku penuh semangat saat aku mengadu tanganku ke udara. "Bersiaplah, kita akan membuat adonannya terlebih dahulu."

Suddenly I'm a NannyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang