Masih ada nggak sih yang nungguin cerita ini??
ANNA
Berdiri sendirian di ruang dapur, aku membuka pintu kulkas di depanku, memindai seluruh isinya. Mulutku berdecak kecil saat masih belum juga menemukan bahan makanan yang sedang kucari.
Sebelum aku menyadari apa yang kulakukan, jemariku menelusuri wajahku, menempel di bibirku. Entah sihir mana yang membawa kilas memoriku, gerakan itu membuat bayanganku tertarik kembali pada kemarin petang. Saat Silas dengan keposesifannya mendekat dan hampir menciumku. Atau setidaknya aku mengira seperti itu.
Silas Grayson. my extremely hot boss. Mr. Grumpy himself, who was so standoffish and impossible, just planted one on me.
Masih terhitung sehari sejak insiden itu terjadi, namun gambaran Silas menunduk, menatap bibirku penuh minat terus terjadi berulang kali dalam pikiranku.
Mengingat bagaimana Silas menyikapi kejadian kemarin, kemungkinan besar hal itu tidak akan terjadi lagi. Sepertinya momen romantis kami sudah berakhir. Bahkan dia terdengar lebih angkuh saat mengusirku kembali ke kabin.
Aku tidak bisa memutuskan apakah itu berarti Silas menyukainya dan hanya gelisah, atau apakah dia mengira hal itu hanya kesalahan dan dia ingin bertingkah seolah semua itu tidak terjadi.
Meski begitu, sulit untuk menepis dia menganggap kejadian kemarin hanya angin lalu. Maksudku, tanpa bicarapun, ketegangan diantara kami terasa sangat nyata. Tubuh kami bahkan menempel walau hanya seperkian detik.
Aku menggeleng keras, mengusir jauh jauh Silas dalam kepalaku. Otakku butuh istirahat. Dia sudah cukup mengangguku selama 24 jam terakhir.
Jace masih di sekolah dan berencana pulang langsung ke rumah temannya Stephen untuk bermalam. Aku belum pernah bertemu Silas lagi sejak Jace pergi. Mengingat keadaan yang terjadi, dia mungkin lebih memilih untuk mengurung diri di bengkel sampai putranya kembali ke rumah.
Aku menegakkan tubuh dan menghela nafas panjang, berusaha mengingat alasan pertamaku membuka lemari es.
“Mayo, mayo, mayo. Kamu dimana, mayo?” aku bergumam ke dapur yang kosong.
Suara pintu belakang terbuka, membuat jantungku berdebar tak menentu. Berbalik, aku melihat Silas masuk ke dapur dari ruang cuci.
Mengabaikan rasa gugupku, aku bertanya, “Hey, uh have you seen the mayo?”
"Aku membuangnya tadi malam,” jawab Silas. Kurasa itu hal pertama yang dia katakan padaku sejak insiden kemarin malam. “Botolnya kosong.” tambahnya lagi.
Aku hanya bisa mengerang frustrasi. Pupus sudah rencanaku hari ini untuk membuat salad kentang.
“Aku sedang bersiap-siap pergi ke kota untuk membeli paku di toko perkakas,” kata Silas sambil melihat ke arahku. “Jika kau mau, aku bisa membelinya selagi berada di sana.”
Melihat ini sebagai kesempatan untuk meredakan ketegangan di antara kami, aku menyarankan, “Boleh aku ikut? Kebetulan aku juga ingin membeli sesuatu.”
Silas diam dan hanya menatapku. Aku sudah mengira dia akan menolak, tapi kemudian dia mengangkat bahunya dan berkata, “Sure. That's fine.”
I guess is working then.
Menutup pintu lemari es, aku mencuci tanganku dan menguncir rambutku ke belakang menjadi ekor kuda. Wajahku memanas ketika menyadari gerakanku tidak lepas dari tatapan Silas. Kenapa sih dia harus melihatku seperti itu.
Bibirku kelu. Kami masih diam dan hanya saling menatap selama beberapa detik sebelum akhirnya Silas melesat pergi meninggalkan ruangan begitu saja.
Ya tuhan, ini benar-benar menyiksa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suddenly I'm a Nanny
RomantizmKetika Anna yang berusia 24 tahun datang ke kota New Harmony mencari tempat untuk bersembunyi dari mantan tunangannya yang terlalu posesif dan kasar, Anna berakhir menyukai kota kecil itu. Pertemuannya dengan seorang pramusaji di restoran kota secar...